Lihat ke Halaman Asli

fajril aminmustofa

mahasiswa UIN KHAS JEMBER

Upacara Ritual Adat Kebo-Keboan di Banyuwangi

Diperbarui: 4 November 2021   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan bangsa besar, kaya akan kebudayaan yang tersebar di seluruh daerah Indonesia. Karenanya, ini menjadi penting untuk tetap dilestarikan dan dibanggakan, budaya hasil dari warisan nenek moyang yang sarat akan nilai-nilai dan makna. Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tingkah laku manusia untuk bermasyarakat yang dijadikan sebagai pedoman dari hasil belajar. Dari sinilah kurang lebih ada tiga wujud dari kebudayaan yaitu, yang pertama kebudayaan sebagai nilai-nilai atau norma-norma, yang kedua adalah tindakan atau polah tingkah laku, dan yang ketiga adalah sebagai hasil karya manusia. Budaya sediri berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah, bentuk jamak dari buddhi yang berarti "akal". Dengan demikian budaya dapat diartaikan sebagai hal yang berkaitan dengan akal.

Ketiga perwujudan kebudayaan, yaitu sebagai nilai, pola tingkah laku, dan hasil karya manusia dapat terlihat begitu jelas dalam adat. Di Indonesia, masih banyak suku-suku yang menggunakan sistem adat itu sendiri, sistem yang masih berpedoman pada adat sebagai patokan polah tingkah kehidupan.

Masyarakat yang mengikuti hukum adat masih tergolong orang tradisional. Pengaruh animisme dan dinamisme masih begitu kuat bagi penganut adat ini. Kepercayaan adanya jiwa-jiwa dalam benda-benda mati dan juga kepercaayaan adanya kekuatan sakti pada benda-benda mati, khusunya pusaka, mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya ritual-ritual yang masih terpengaruhi oleh dua kepercayaan tersebut.

1. Pelaksanaan Kebo-Keboan

Suku asli Banyuwangi bernama Suku Using, suku Using mayoritas mendiami di beberapa kecamatan yang ada di Banyuwangi. Berdasarkan BPS tahun 2010, suku Using sendiri merupakan sup suku Jawa yang mendiami kabupaten Banyuwangi, bagian paling timur dari profinsi Jawa Timur. Salah satu tradisi, disamping tradisi lain yang dimiliki suku Using adalah ritual Kebo-keboan. Seperti yang disebutkan dalam tulisan Ahmad Kholil, dalam judul "Kebo-Keboan dan Ider Bumi Suku Using: Potret Inklusivisme Islam di Masyarakat Using Banyuwangi." Konon, ritual Kebo-keboan suku Using Banyuwangi ini sudah ada sejak abad ke-18. Ritual Kebo-keboan sendiri dilaksanakan satu kali dalam setahun, pada bulan Asyura dalam kalender Jawa, atau bulan Muharram dalam kalender Hijriah, tepatnya pada tanggal 1-10 Muharram atau Asyura, dengan tanpa melihat hari pasarannya (Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing).10 Ritual ini dilaksanakan di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh. Kabupaten Banyuwangi. Tradisi yang dilaksanakan sebab rasa syukur masyarakat kepada Maha Pencipta karena telah diberikan hasil panen yang melimpah, serta panen selanjutnya agar diberikan hasil yang melimpah dari sebelumnya. Disamping itu tujuan diadakannya ritual Kebo-keboan ini adalah untuk diberikan keselamatan, dijauhkan dari mara bahaya dan juga wabah penyakit.

Nama Kebo-keboan ini diambil dari nama hewan, yaitu kerbau. Kebo-keboan sendiri merupakan tiruan yang dilakukan oleh manusia, yang menyerupai hewan kerbau tersebut. Bukan hanya dari segi penampilan, namun dari segi tingkah laku juga yang menyerupai hewan kerbau. Menurut kepercayaan orang yang melakukan ritual Kebo-keboan telah dirasuki kekuatan supranatural. Sehingga orang yang menjadi kerbau jadi-jadian tidak sadarkan diri atau mengalami trance dalam melakukan ritual tersebut.

Ritual Kebo-keboan bukan hanya sebatas ritual yang dilakukan untuk rasa sukur saja, jauh di dasar itu ada nilai-nilai yang masih belum banyak dikemukakan, yang menyagkut setiap lini dari ritual Kebo-keboan. Kedua, antara manusia dengan nilai begitu dekat dan saling menempel satu sama lain. Pada kenyataannya manusia terikat dan tidak akan lepas dari nilai. Nilai melandasi pembentukan dan pengembangan diri manusia, karena nilai merupakan sebuah daya yang mendorong tindakan manusia dan memberinya makna.

2. Sejarah Munculnya Upacara Kebo-keboan

Dikutip dari berbagai sumber, tradisi Kebo-keboan diyakini bermula dari mewabahnya penyakit pada manusia dan tanaman di Desa Alasmalang. Belum diketahui pasti apa penyakit yang menyerang warga desa. Penyakit misterius itu membuat sejumlah warga mengalami kelaparan bahkan meninggal dunia.

Seorang sesepuh desa bernama Mbah Kanti pergi ke bukit untuk melakukan semedi. Memohon petunjuk dan kesembuhan terkait dengan permasalahan yang menimpa warga di desanya. Dari aktivitas semedi itulah Mbah Kanti mendapatkan wangsit supaya warga Desa Alasmalang melakukan ritual adat selamatan desa.

Wangsit itu lebih spesifik mengarahkan supaya selamatan desa digelar dengan ritual Kebo-keboan dan mengagungkan Dewi Sri sebagai simbol kemakmuran dan keselamatan. Wangsit yang diperoleh Mbah Kanti itu kemudian dilaksanakan oleh seluruh warga desa. Ajaibnya, setelah penyelenggaraan ritual adat itu, penyakit yang sempat menyerang warga tiba-tiba hilang. Begitu juga dengan hama yang menyerang tanaman warga di sawah. Sejak peristiwa itu, upacara ritual bersih desa Kebo-keboan selalu digelar setiap tahun. Masyarakat Desa Alasmalang percaya bahwa ritual inilah yang selama ini melindungi mereka dari ancaman penyakit manusia dan tanaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline