Lihat ke Halaman Asli

Kewirausahaan dan Peradaban Kreatif

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1332217282312311924

[caption id="attachment_167228" align="aligncenter" width="400" caption="http://www.sparkplugging.com"][/caption]

Dunia kini memasuki peradaban gelombang keempat, yang disebut dengan era kreatif. Tiga gelombang sebelumnya, mengutip futurolog Alvin Toffler dalam bukunya Future Shock (1970), adalah era pertanian, era industri, dan era informasi. Adapun penggerak utama pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa pada era keempat ini adalah kreativitas dan inovasi. Kedua hal itu menjadi keniscayaan, jika sebuah bangsa ingin bersaing di tengah dinamika ekonomi dunia yang penuh guncangan.

Dalam lima tahun terakhir, misalnya, dunia diguncang oleh rentetan krisis ekonomi. Pada tahun 2007/2008, krisis subprime mortgage terjadi di Amerika Serikat dan mengakibatkan keruntuhan raksasa-raksasa ekonomi seperti Lehman Brothers, Bear Stearns, dan AIG. Kini, krisis ekonomi mengguncang Eropa akibat krisis utang di Yunani, yang mengancam keberlangsungan Zona Euro.

Beruntung dampak krisis global terhadap Indonesia tidak terlalu besar, mengingat pangsa ekspor Indonesia terhadap GDP hanya sekitar 45%. Angka itu jauh berbeda dengan Singapura yang mencapai 377% atau Hong Kong yang mencapai 380% (data riset Standard Chartered Bank). Indonesia juga memiliki ketahanan ekonomi yang kuat dari sisi cadangan devisa, mencapai USD112,2 miliar di akhir Februari 2012.

Kondisi tersebut merupakan momentum yang harus dimanfaatkan, khususnya oleh para wirausahawan yang bergerak di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Sebab, ekonomi Indonesia saat ini ditopang oleh konsumsi domestik dan tidak bergantung pada luar negeri.

Menurut catatan Kementerian Koperasi dan UMKM, dalam setahun terakhir terjadi penambahan wirausahawan baru yang luar biasa, sekitar 3,2 juta. Tentu saja kita tidak menginginkan penambahan yang tinggi itu tidak disertai kualitas dan kontinuitas dari usaha yang dilakukan para wirausahawan. Kuncinya adalah inovasi dan kreativitas.

Belakangan ini kita kerap mendengar istilah industri kreatif. Industri ini diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan, dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta. Industri kreatif dipandang semakin penting dalam mendukung kesejahteraan dalam perekonomian. Dalam hal ini kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi utama.

Semangat pemerintah untuk mengembangkan ekonomi kreatif, menurut catatan penulis, setidaknya dimulai ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan sambutannya dalam acara pembukaan Pekan Produk Budaya Indonesia pada Juli 2007 silam. Ekonomi kreatif, sebagaimana disampaikan Presiden SBY ketika itu, bersumber dari ide, seni, dan teknologi yang dikelola untuk menciptakan kemakmuran. Penulis juga mencatat beberapa kali seruan Presiden SBY mengenai pentingnya inovasi dan kreativitas bagi dunia industri. Hal tersebut menunjukkan besarnya perhatian pemerintah terhadap ekonomi kreatif. Sampai-sampai ketika melakukan perombakan kabinet pada Oktober 2011 lalu, Presiden SBY mengubah Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia.

Ada sejumlah alasan mengapa perhatian terhadap industri ataupun ekonomi kreatif semakin tinggi. Pertama, besarnya nilai ekonomi kreatif dan pertumbuhannya. Kedua, kemampuan industri ini untuk mentransformasikan sebuah produk industri menjadi karya bernilai tinggi.

Daniel H Pink dalam A Whole New Mind (2005) menjelaskan bahwa ekonomi bergerak dari era informasi ke era konseptual atau desain. Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar global semata-mata berdasarkan harga atau kualitas produk, tetapi harus berbasis inovasi, kreasi, dan imajinasi. Maka dalam rangka itu, hal penting yang juga harus ditumbuhkan adalah budaya unggul, agar ada peradaban gelombang keempat ini kita menjadi bangsa yang berdaya saing tinggi.

Kita tidak menginginkan produk-produk karya anak bangsa tidak memiliki nilai jual yang baik, apalagi sampai tidak diterima pasar di dalam negerinya sendiri. Karenanya dari sisi pemerintah penting kiranya untuk mendorong visi pengembangan industri kreatif yang berkelanjutan untuk menunjang ekonomi kreatif Tanah Air. Pemerintah juga mutlak memberikan stimulus-stimulus maupun kebijakan yang mendorong iklim berwirausaha. Program yang diberikan pemerintah bagi sektor UMKM diharapkan tidak hanya bersifat temporer, selain juga harus mampu menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mengelola ekonominya.

Peluang selalu ada. Apalagi seluruh daerah di Indonesia memiliki kekhasannya dan potensinya sendiri. Semua itu harus mampu diubah menjadi industri yang berdaya saing, yang mampu menghadirkan lapangan pekerjaan dan mendorong ekonomi baik pada skala lokal maupun nasional. Jika bisa membuktikan diri sebagai bangsa yang kreatif dan inovatif, niscaya kita akan menjadi pemenang pada gelombang peradaban keempat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline