[caption id="attachment_290094" align="aligncenter" width="480" caption="Berjuang tiada Henti"][/caption]
"Kesuksesan tidak akan datang bagi yang berpangku tangan, kesuksesan berawal dari cita-cita dan keyakinan yang diraih dengan perjuangan."
Dua belas tahun lalu Aku adalah remaja lulusan SMA yang terpaksa menunda kuliah karena kendala rupiah. Penghasilan Bapak dan Simbok sebagai petani waktu itu hanya cukup untuk makan sehari-hari. Tak mau berlarut dalam kesedihan, Aku bergegas meninggalkan kampung halaman dan mengadu nasib di Jakarta. Setiba di Jakarta, aku mendapat pekerjaan pertama sebagai sales perabotan rumah tangga yang harus stand by di pelataran parkir sebuah mall di Jakarta demi untuk menjual produk secara langsung ke setiap orang yang kutemui di lokasi tersebut. Panas, terik, haus lapar, dicaci dan dimaki sudah menjadi makanan sehari-hari.
Menginginkan pekerjaan yang lebih baik, Aku terus melamar dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain, sampai akhirnya Aku diterima bekerja menjadi seorang pramuniaga di sebuah minimarket di Kawasan Cilegon. Dan itulah kali pertama aku meninggalkan kampung halaman sedemikian jauhnya, namun dari situlah rupiah demi rupiah berhasil aku kumpulkan. Waktu terus berlalu dan sebentar lagi musim pendaftaran mahasiswa baru akan segera tiba. Permasalahan lain muncul, ternyata Aku sudah nyaman dengan pekerjaanku, gaji sudah cukup untuk memenuhi kebutuhanku sendiri, rekan-rekan kerja yang sangat baik dan banyak hal lainnya membuatku merasa berat untuk melepas pekerjaanku. Di sisi lain aku membayangkan bagaimana repotnya mendaftar kuliah dan memikirkan bagaimana dengan biayanya nanti. Kebingunganku cukup beralasan karena selain belum tahu bagaimana caranya mendaftar kuliah dan persyaratan yang harus dipenuhi, ekonomi keluargaku belum sepenuhnya pulih.
Setelah sekian lama menimbang-nimbang, akhirnya pada bulan Mei 2002 Aku memutuskan untuk berhenti bekerja, meninggalkan zona nyaman yang telah aku nikmati demi melanjutkan cita-cita kuliah yang sempat tertunda. Setibanya di kampung halaman, banyak di antara tetangga sekitar yang menyayangkan keputusanku. Keluar dari pekerjaan untuk melanjutkan pendidikan dianggap sebagai pilihan bodoh, karena menurut mereka mencari pekerjaan itu susah dan seharusnya aku bersyukur karena sudah bisa menghasilkan uang sendiri bukan malah membebani orang tua dengan kuliah. Suara-suara sumbang tersebut semakin membulatkan tekadku untuk melanjutkan kuliah demi kehidupan yang lebih baik.
Aku menemui beberapa kawan lama yang telah lebih dahulu kuliah untuk mengetahui prosedur dan persyaratan mendaftar kuliah. Selain mendaftar Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) aku juga mendaftarkan diri di berbagai kampus swasta sebagai alternatif jikalau nanti tidak lolos UMPTN. Setelah melalui proses panjang dan melelahkan, Alhamdulillah Tuhan membuka jalan, aku dinyatakan lolos UMPTN dan diterima di perguruan tinggi negeri di kota Solo.
Uang tabunganku hasil bekerja selama hampir satu tahun kemarin sudah lebih dari cukup untuk membayar biaya registrasi, biaya kos satu tahun dan makan sehari-hari di semester awal. Rupanya pengalaman getir mencari uang sendiri, memberikan energi dan semangat tersendiri dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Tak lama berselang bea siswa telah aku dapatkan. Dengan beasiswa tersebut, aku tak perlu risau memikirkan biaya kuliahku. Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, aku juga aktif menulis dan mengikuti kegiatan organisasi kampus. Dari kegiatan organisasi dan menulis tersebut, berbagai artikel berhasil dimuat di media cetak, selain itu berbagai jenis kejuaraan telah berhasil aku raih dalam berbagai kompetisi penulisan ilmiah. Malam hari, di kala senggang aku sempat bekerja sebagai penjaga studio musik di Gading, Solo.
Selain kegiatan kuliah, organisasi kampus dan menulis dan menjaga studio musik, demi menyalurkan hobi, aku membentuk sebuah Grup Band, The Ritter Band namanya yang beranggotakan kawan-kawan kampus. Sesekali The Ritter Band tampil di berbagai acara parade atau festival musik di kampus, sungguh memberikan pengalaman berharga untukku. Hari terus berganti hingga tanpa terasa 3,5 tahun telah berlalu. Alhamdulillah perjuangan kerasku membuahkan hasil, aku lulus dengan predikat cumlaude.
Perjuangan itu kembali dimulai, sambil melamar pekerjaan di berbagai tempat, kujalani pekerjaan pertamaku setelah lulus kuliah sebagai sales spreading permen yang berkeliling dari satu warung ke warung yang lain. Panas, haus, lapar dan berbagai penolakan kembali aku rasakan seperti pengalamanku beberapa tahun silam. Suatu ketika ada tetangga yang berujar " dibilangin juga apa, percuma kuliah tinggi-tinggi kalau cuma jadi sales permen...". Aku tak menyerah, Perjuanganku terus berlanjut hingga takdir membawaku kembali ke Jakarta, menikmati pekerjaanku sekarang ini. Begitulah, tak ada yang pernah tahu bahwa berawal dari seorang sales perabotan rumah tangga, sekarang aku bisa merasakan bekerja dengan nyaman, kursi empuk, ruangan bersih, dingin dan memiliki penghasilan yang mencukupi. Sampai di sini, perjuangan belum berhenti.
Selamat Berjuang!