Lihat ke Halaman Asli

Pelukis Matahari 1 - Kenangan Manis Masa SMA

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semilir angin menampar lembut wajahku, tawa canda teman-temanku, serta keindahan pesona pantai matahari terbenam (sunset beach) seolah begitu kuat mencengkeram dinding ruang hatiku.

Terlampau sulit melepaskannya, terlampau sulit tuk menghapusnya. Jari mungilku terus melukis di atas hamparan pasir, meski riak ombak kecil terus-menerus menghapusnya, aku tak menyerah. Tiap kali ombak menghapus lukisanku, aku segera melukisnya kembali, meski kemudian ombak kan menghapusnya, aku tetap menggambar lagi.

“Hi, what are you doing?”, suara lembut gadis berambut pirang panjang bergerai tiba-tiba menyapaku. Matanya sipit bercahaya, kulitnya bersih, tinggi semampai. Sungguh keindahan yang tak bisa kulewatkan begitu saja.

“Drawing”, Jawabku pendek.

“What is that?”, dia bertanya lagi sambil duduk di sampingku.

“Sunrise”, jawabku sambil terus menggambar matahari terbit.

“Are you joking? It’s afternoon”, dia mengira aku bercanda sebab aku melukis matahari terbit di sore hari menjelang petang bukan di pagi hari.

“No. I see It’s afternoon”, jawabku sambil terus melukis.

“Why do you do it?” , dia bertanya penuh penasaran.

“Because my name’s Fajar. Fajar means sunrise, So I draw my name myself”.

“Ahay………, my name’s Wifa and I follow you”, dia berkata kegirangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline