Suara gemericik air yang jatuh dari langit membasahi jalanan kota yang lengang. Di balik kaca jendela sebuah kedai kopi, seorang pria paruh baya, Bima, duduk termenung. Hujan selalu mengingatkannya pada sesuatu yang telah lama terkubur dalam ingatannya, sesuatu yang ia coba lupakan, namun selalu gagal.
Sepuluh tahun yang lalu, Bima adalah seorang detektif. Kasus terakhir yang ia tangani sebelum memutuskan pensiun dini adalah tentang seorang wanita muda yang hilang, Melati. Ia adalah putri seorang pengusaha kaya, namun Bima tidak pernah melihatnya sebagai sekadar "korban lain". Ada sesuatu tentang Melati yang berbeda, sesuatu yang membuat Bima merasa begitu terikat dengan kasus itu.
Penyelidikan membawa Bima ke berbagai sudut kota, menyusuri jejak-jejak yang semakin hari semakin kabur. Namun, meskipun ia bekerja tanpa lelah, Melati tak pernah ditemukan. Ada banyak spekulasi yang muncul---sebagian orang percaya ia diculik, sebagian lainnya yakin ia kabur dengan kekasih gelapnya. Tapi Bima selalu merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik hilangnya Melati.
Hari itu, sama seperti hari ini, hujan turun tanpa henti. Bima sedang menelusuri sebuah gang kecil di pinggiran kota, mengikuti intuisi yang begitu kuat mendorongnya ke sana. Gang itu gelap dan sepi, seolah-olah tak pernah disentuh cahaya matahari. Tiba-tiba, di balik tumpukan kardus bekas, ia menemukan sebuah buku harian. Sampulnya sudah basah dan berjamur, namun masih bisa terbaca, "Miliki saya jika Anda ingin tahu kebenaran."
Bima membuka buku itu dengan tangan gemetar. Tulisan di dalamnya menggambarkan kehidupan seorang wanita muda yang merasa terperangkap di dalam dunia yang penuh kebohongan. Setiap halaman memuat cerita tentang rasa sakit, ketidakpercayaan, dan keputusasaan. Di halaman terakhir, ada satu kalimat yang membuat Bima merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti berputar: "Aku akan menghilang di hari yang paling disukainya---hari ketika hujan jatuh tanpa henti."
Bima tahu, ini adalah suara Melati. Ia tahu, Melati tak sekadar hilang. Melati memilih untuk meninggalkan dunia ini. Namun, meskipun telah mengetahui kebenaran, Bima tak pernah menemukan tubuhnya. Hanya jejak yang samar, seolah Melati benar-benar memutuskan untuk menjadi bayang-bayang di balik gerimis.
Hari ini, sepuluh tahun kemudian, Bima masih duduk di tempat yang sama setiap kali hujan turun. Ia berharap, meskipun tipis, bahwa suatu hari Melati akan kembali, atau mungkin, hujan akan memberinya petunjuk lain. Tetapi, dalam hatinya, Bima tahu, ada beberapa jejak yang memang diciptakan untuk hilang, dan ada beberapa cerita yang diciptakan untuk tetap menjadi misteri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H