Lihat ke Halaman Asli

Hinaan Terakhir dari Bagus

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sedikit demi sedikit kubuka mataku yang terpejam dari tadi malam. Akhirnya dapat kubuka dan kutatap jam weker di sampingku, pukul 6 pagi. Segera kubangkit dari tempat tidurku dan seperti biasanya, mandi, sarapan dan persiapan berangkat ke kampus.

Keong!” gerutuku dalam hati ketika berada di dalam angkot yang masih ngetem sejak 15 menit lalu. “Bisa-bisa terlambat nih!” aku selalu datang tepat waktu ke kampus, makanya aku malu datang terlambat. Tapi aku selalu bersyukur bisa berkuliah di kampus elite itu. Kebanyakan hanya orang tajir plus berotak tebal saja yang bisa masuk kesana. Jika bukan karena beasiswa yang kudapat semasa SMA, tidak mungkin aku berada di sana, karena biayanya bagaikan langit untukku. Ujian seleksinyapun ketat, tidak mudah. Motor mahal dan gaya hidup glamour menjadi mayoritas mahasiswa di sana. Oh ya, kebanyakan dari mereka juga apatis, tak ada yang peduli dengan warung Pak Husni di sebelah kampus yang bulan kemarin sebagiannya hangus dilalap api. Tak seorangpun dari borjuis itu yang membantu, kecuali segelintir orang, padahal mereka juga suka ngutang di warung itu. Pak Husni jarang nagih tuh. Ah, begitulah karakter manusia yang bermacam-macam. Tapi bagiku hanya ada karakter baik dan jahat.

Turun dari angkot langsung menuju ruang kelas karena aku sudah telat 10 menit. Bisa sedikit santai, dosennya baik. Mata kuliah pertama terasa singkat.

Bapak dapat berita dari dosen lain, besok pagi ada rapat dosen dan seluruh staf kampus. Barusan pengumumannya dipasang di mading.”

Wah sepertinya besok libur, karena biasanya kalau ada rapat kampus, perkuliahan suka diliburkan. Ternyata benar, kulihat pengumuman di mading.

Tidak ada lagi mata kuliah setelah ini, tapi daripada langsung pulang, mendingan aku ke taman, buka laptop dan main game.

Wah Fik, kamu punya game yang harus membangun kota itu? Nanti aku minta game-nya ya.”

Iya, sip. Ntar aku kasih.”

Saat sedang asyik menatap layar laptop, datanglah “Sang Juragan” di angkatanku, Bagus Nugraha, dengan rokok di mulutnya, berjalan dengan gaya belagu dan wajah yang mencemooh, dengan dua cees-nya mengikut di belakang. Yang kutahu dari orang ini, dia tidak menyukaiku. Mungkin dengki, karena aku masuk kesini karena beasiswa.

Kayaknya dia mau kesini, matanya menatap ke kamu Fik.” sahabatku memberitahu.

Benar saja dia sudah berdiri di hadapanku. Menatap sambil nyengir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline