Ada doa yang mudah dibalik artikel ini, selain semoga dapat di wujudkan ya kita harus semogakan dengan berusaha. Sececah harap bagai kembang api juga sama nadanya seperti artikel artikel lain yang hadir hari ini tentu sama juga dalam usaha berjuang untuk jadi yang terbaik.
Jika saya diberi kesempatan untuk sekedar staycation walau hanya semalam dan esoknya mesti beranjak lagi saya tidak akan menyesal, kenapa? pilihan saya jatuh pada Hotel Santika Cirebon, selain mudah di temukan dari beragam moda tranportasi di Kota Cirebon juga lokasi paling dinanti di dalam daftar keinginan saya.
Cirebon bukan hanya sekedar kota udang yang terkenal dengan kerupuk warna warni yang kadang disebut kerupuk melarat lantaran dimasak dalam pasir panas bukan minyak panas, Cirebon juga salah satu kota tertua di Jaw.
Jika Jakarta dengan Kota Tuanya atau Bandung dengan Braga maka Cirebon cukup spektakuler sebagai salah satu kota walisongo dan sisa sejarah yang melekat pada Keraton keraton serta Bangunan asitektur peninggalan masa kolonial seperti sihir yang membawamu menikmati anggunnya sejarah panjang kota pelabuhan ini.
Ada empat keraton yang ingin saya kunjungi, bukan hanya belajar sejarahnya tetapi juga menikmati asitektur megah karya leluhur kita. Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon adalah simbol agung jika dahulu Keseultanan Cirebon pernah tentu diwariskan pada cucu keturunnnya kini. Keempatnya telah menjadi saksi sejarah juga sebagai simbol betapa luhurnya budaya yang pernah hadir di Kota dengan motto Gemah Ripah Loh Jinawi.
Cirebon juga punya keindahan tersendiri dari budaya membatiknya, bahkan kadang saya berfikir jika awan awan yang dikenakan tokoh akatsuki terinspirasi dawi motif batik terkenal ciebon yang berpola awan. Kawasan batik terbesar adalah daerah Trusmi yang juga dikenal dengan Batik Trusmi Cirebon.
Ada yang saya rindukan dari tiap naik turun di Stasiun Cirebon Siliwangi, walau saya lebih sering naik dari pasar senen turun di Cirebon Prujakan. Lokomotif besar di pintu masuk utama yang membuat saya bernostaliga jalan jalan pergi naik kereta ke Jakarta bersama Nenek untuk menjenguk Ayah ibu di Ibukota, berhubung dari lahir dan besar saya menghabiskan waktu di Kuningan.
Cirebon juga hanya berjarak sangat dekat dengan Kebupaten Kuningan, tempat saya lahir dan dibesarkan. Cuaca yang berbeda dari Cirebon yang panas beraroma pesisir serta Kuningan yang adem dan beraroma gunung menjadikan keduanya sebagai antitesis yang seksi lagi sebagai pelengkap satu sama lainnya. Telaah daerah gronggong di dekat batas keduanya, bukit bukit yang menawarkan banyak panormana indah landscape Cirebon di setiap tanjakan arah menuju Kuningan.