Lihat ke Halaman Asli

Fajar Novriansyah

Pekerja biasa

JHT Satu Miliar Selama Setahun

Diperbarui: 16 Februari 2022   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aplikasi BPJS Ketenagakerjaan, dokpri

Saya bekerja sebagai Adminitrasi karyawan di sebuah perusahan yang bergerak di bidang retail SPBU, tak payahlah saya tulis nama perusahaan tersebut tapi jika lihat logo SPBU kerang mungkin saya bekerja di salah lima dari sekian banyak cabangnya di Tangerang Raya. Perusahaan tempat saya bekerja adalah bagian dari partner merk besar tersebut sebagai pengelola, jadi wajar jika beberapa SPBU memang lain lain pengelolanya. Saya bekerja di posisi Adminitrasi karyawan ini sudah mulai 2015 sampai sekarang. Berbicara tentang BP Jamsostek dan JHT yang sedang panasnya di bicarakan saya hendak sedikit bercerita juga sedikit "berspekulasi", hanya ingin mengeluarkan semua resah dalam kepala.

Memang tidak ada yang salah mengenai Nomor 2 Tahun 2022 mengenai Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT) dimana peraturan tersebut memang ditujukan mengembalikah tujuan semula jika uang JHT memang di cairkan saat usia sudah tua, tapi sebelumnya tidak ada batas usia tua yang di maksudkan dan sekarang batas usia ditentukan yakni saat usia 56 tahun.

Tapi yang menjadi masalah adalah program tersebut artinya telah memutus rantai yang selama ini sudah dilakukan secara masif sebelumnya , Dimana sebelumnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 tahun 2015 dimana di jabarkan pada pasal dan ayat ayatnya yang menyatakan jika Pekerja yang menundurkan diri, PHK dan Meninggal dunia atau memang sudah masuk mas pensiun memiliki hak untuk mencairkan JHT secara penuh. Peraturan tersebut juga sebetulnya sudah selaras sebagai perpanjangan UU No 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional.

UU nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN juga adalah sarana hukum yang melahirkan dua intitusi penyelenggaraan jaminas sosial di Indonesia. Dimana saat itu Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan dan Asuransi Kesehatan(ASKES) menjadi BPJS Kesehatan. Bahkan  sebelumnya Taspen pernah akan digabungkan dengan BPJS Ketenagakerjaan melalui Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang akhirnya di tolak MK pada putusan di tahun 2021 akibat pelaporan dan permintaan uji materil oleh beberapa kalangan.

Untuk dari itu perubahan tersebut banyak kalangan yang menilai melukai perasaan para pekerja,saya pun tentu tidak setuju pengaplikasian hal tersebut terlebih saat pandemi seperti ini banyak pekerja yang memang dirumahkan, PHK, dan memang mengundurkan diri. Uang pencairan JHT tentu berguna untuk modal dana usaha, bayar hutang atau untuk apa saja terserah yang punya uang, Lah kok ngatur ya saya hehehhee.

BP Jamsostek , panggilan mesra agar bisa di bedakan dengan BPJS Kesehatan dimana kebanyakan masih melafalkan nya Jamsostek bukan BPJS Ketenagakerjaan telah mengeluarkan jaminan baru untuk melengkapi 4 jaminan yang telah ada. Jaminan tersebut adalah Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang bertujuan melengkapi jaminan yang di sediakan oleh BP Jamsostek selain Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Pensiun.

Tentu ada bedanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan Jaminan lainnya. Yaitu JKP ini tidak bayar iuran sama sekali alias 0. Mengapa begitu? setahu saya itu adalah wujud keberpihakan pemerintah kepada rakyat. JHT iuran di bayar 5,7 % dengan komposisi 3,7% perusahaan dan 2% karyawan, lalu Jaminan pensiun 3% dimana 2 % perusahaan dan 1 % karyawan , JKM 0,3 % dan JKK 0,89 yang dibayar perusahaan serta ada catatan untuk perusahaan yang ada resiko kerja lebih tinggi besaran JKK dapat lebih besar sesuai tingkatannya.

JKP di peruntukan untuk kamu yang di PHK dan tentu bukan kamu yang habis masa kerja secara kontrak atau PKWT yang jika telah habis masa perjanjian kerja tidak ada perpanjangan lagi, sudah pensiun, cacat total, dan meninggal dunia. Wajar sih kan JKP uangnya bukan uang kita sendiri jatuhnya menurut saya seperti bantuan, toh dananya dari pemerintah. Beda dong dengan JHT yang memang iurannya di bayar patungan sebagai bentuk kewajiban perusahaan dan pekerja yang nantinya akan jadi milik pekerja secara penuh. Tapi kini penuhnya akan dimiliki saat umur 56 tahun uppss so sad.

Dokpri

Kemarin ada selewat di FYP Tik Tok yang memamerkan kelebihan JKP, dalam hati mah ya beda dong Bambang (nama akunnya lupa tapi bukan Bambang, maaf untuk yang bernama Bambang mohon jangan diambil hati). Pada dasarnya JHT itu adalah kita sendiri bukan mesti daftar dulu sana sini, JKP memang menerima Uang tunai yang akan diberikan langsung kepada peserta JKP sebesar 45% dari upah sebelumnya untuk 3 bulan pertama dan 25% untuk 3 bulan selanjutnya.itu pun saat kita masih belum dapat pekerjaan pengganti. Cek deh di webnya jkp.go.id kita mesti daftar disana jika di PHK, dan tentu perusaahan juga mesti lapor disitu juga.

Sebetulnya saat masih bekerja Pencairan Dana JHT bisa dilakukan kepada pekerja yang sudah 10 tahun dan masih aktif KPJ nya untuk kebutuhan DP rumah sebesar 30 %, dan 10 % untuk kebutuhan lainnya. Apa boleh saran ya seperti teman saya yang sudah ada saldo 30 juta bisa dialihkan menjadi DP Ongkos naik haji, FYI masa tunggu haji termasuk lama, kredit rumah bisa kalah. Akan tetapi pencairan full untuk yang sudah tidak bekerja jauh lebih baik banyak faedahnya daripada menahan sampai umur 56, duh rempongnese.

Kebetulan di Tik Tok, orang tersebut juga memberi tahu jika JHT dapat berganda saat nanti diambil di usia 56 tahun. Hadeuh ada gitu kita betul betul mesti kerja sampai umur segitu? Maksudnya bekerja sebagai pekerja formal terus menerus, sedangkan generasi muda terus terusan merangksek dan punya daya saing yang mungkin akan lebih baik dari kita. Jika mandiri sebagai wiraswasta kecil begaimana?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline