Lihat ke Halaman Asli

Fajar Novriansyah

Pekerja biasa

Dudum Aku Kangen

Diperbarui: 23 Mei 2020   21:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Hilal telah tampak,  bulan sabit muda pertama setelah konjungsi (ijtimak, bulan baru). Syaban telah tiba tapi aku masih berkutat dengan lembaran naskah yang belum juga selesai ku sunting. Apa itu work from home, hahahahah sudah sepuluh tahun aku disini, di rumah sudah mulai mengais nafkah dari rumah. 

Aku suka rumah, tempat ini tidak pernah macet, tidak perah berbau polusi kecuali jika si bibi masak ikan asin, Aku punya satu ekor kucing namanya Dudum, dia kucing keriput, banyak diam dan pecemburu. Dudum punya penyakit bawaan, yah dokter hewan itu bilang dia mengidap Sindrom Ehlers-Danlos , sebuah penyakit yang mempengaruhi jaringan ikat, terutama kulit, sendi, dan dinding pembuluh darah. Gejala berupa sendi terlalu fleksibel yang bisa terkilir, dan kulit yang tembus, elastis, dan mudah memar. Pada beberapa kasus terdapat pelebaran dan bahkan pecahnya pembuluh darah utama.

Sama seperti aku dia suka dirumah, suka berjemur dan menikmati matahari pagi sampai nyaris tengah hari. Dia suka aku pangku, manja. Dia sudah beramaku hampir sebelas tahun ini. Aku ingat saat pertama kali emenukannya di pinggir gang. 

" Dit ini kucingnya kulitnya mau lepas ya?" ujar bibi saat pertama kali aku membewanya pulang

" gak tau bi udah begini" kami menyelimutinya memberinya makan dan tentu saja memberikan cinta, banyak cinta. 

Seperti hari ini hujan turun dan Dudum datang ke kamarku mengeong lalu naik ke tempat tidurku dan melamun, mehn istilahnya apa ya, dia menatapku. Aku menatap balik dan tersenyum, kumajukan kuris rodaku mendekatinya lalu mengelusnya. 

"dudum kataku" aku megelus nya pelan penuh perasaan, kulitnya rapuh seperti hatiku. 

----

Hilal telah tampak Ramadhan datang, semua pekerjaanku menyunting naskah naskah novel sudah selesai nyaris seminggu lalu. Tidak bisa teraweh seperti biasanya, tapi ya sudah lah sudah sepuluh tahun juga aku tidak pernah pergi teraweh, bukan tidak mau rasanya sulit jika mesti pergi sendiri ke masjid, minta tolong bibi mendorang kursi roda ini pun tidak mungkin, Bibi juga sudah sepuh. 

Masak harian saja kami mesti memperkerjakan tetangga, beebnah rumah pun membayar tetangga. Kalau begini aku rindu bisa berjalan bisa berlalri. Tapi kini mesjid besar itu nyaris sepi yang terawih hanya beberapa orang saja , aku lihat foto nya di grup RT, ada jadwal piketnya beberapa pemuda pengurus masjid bergantian beribadah untuk memakmurkan masjid.

Tidak adala lagi orang orang yang itikaf, karena pandemi ini benar benar agak menakutkan dan wilayah sudah masuk zona merah, mesjid itu hanya menemima ibadah untuk pengurusnya saja dan jamaahpun tidak lebih dari empat atau tiga orang. Untunggnya warga sini otaknya waras. Bukan tidak mau memakmurkan mesjid tapi demi menjaga nama baik agama dan mesjid itu sendiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline