Lihat ke Halaman Asli

Nonton Bioskop di Rantauprapat, Tinggal Kenangan

Diperbarui: 27 Februari 2017   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sejumlah judul sempat menghantarkan bioskop dalam puncak keemasan bisnisnya. Produksi film untuk layar lebar menjadi sarana hiburan bagi masyarakat ketika itu. Tapi, perkembangan zaman memaksa kejayaan theatre harus tiarap dalam bisnis sinematografi.

Di kabupaten Labuhanbatu sendiri, sejumlah bioskop sempat hadir memberikan jasa penayangan perfilman di tengah-tengah masyarakat kota Rantauprapat. Diantaranya, bioskop Citra di kawasan Pajak Lama (sekarang jalan Agus Salim, Rantauprapat), Bioskop Garuda di kawasan Pajak Baru (di seputaran jalan Diponegoro) dan Bioskop Ria di kawasan Simpang Enam ( di seputaran jalan Imam Bonjol).

Pelbagai jenis film disuguhkan saban hari dari ketiga bioskop itu ke tengah warga Rantauprapat di era tahun 80an. Baik jenis film romantisme, film laga dan bahkan film mancanegara. Yakni, film-film percintaan dan drama Hindustan. Belakangan waktu hadir film action dari Hongkong dan Amerika.

Perhari, masing- masing bioskop memiliki jadwal tersendiri. Bahkan ada yang sampai empat kali penayangan film. Yakni pada pukul 15.30, 17.30, 19.30 dan 21.30 wib. Bahkan, ada satu jadwal penayangan film lain. Yakni, midnight. Film dewasa tengah malam.

"Ya, bisnis perfilman sempat jaya di Rantauprapat," ungkap Aji, salahseorang yang pernah menjadi petugas jaga di Bioskop Citra, Rabu (8/1).

Masing-masing gedung bioskop tersebut mampu menampung ratusan orang pengunjung. Bahkan, untuk Bioskop Citra lebih mampu menampung banyak penonton dengan ketersediaan fasilitas balkon. Film-film yang sempat menyebabkan penuh seisi bioskop Citra ketika itu, saat pemutaran film peringatan G30S/PKI, film Jhoni Indo, dan beberapa judul lainnya.

Dia mengetahui betul perjalanan dunia perfilman di kota kelahirannya itu. Bioskop Ria Rantauprapat, katanya belakangan waktu kalah bersaing dengan kompetitor lokal setempat. Dan, beralih pemodal kemudian waktu berganti manajemen dengan tampilan gedung yang baru dan pola yang lebih modernis. Bioskop tersebut berubah menjadi Studio 21.

Di Studio 21, pola pemutaran film juga ditayangkan pada beberapa ruangan dengan film berbeda. "Fasilitas Studio 21 lebih baik. Ada 3 ruang studio yang memutar film berbeda. Pengunjung tinggal pilih jenis film yang ingin ditonton," ingatnya.

Tapi, seiring perkembangan zaman dan cepatnya arus produksi berbagai gadget, berdampak keras terhadap dunia sinepleks. Penghujung tahun 90an, adalah akhir dari kejayaan bisnis Bioskop di Rantauprapat. Warga pun, mulai mencari alternatif dalam mendapatkan tontonan dan hiburan. Misalnya saja, ketika era pertelevisian merambah pada distribusi siaran dengan penggunaan digital.

Digital Parabola, menjadi sarana alternatif warga yang ingin mengakses siaran pertelevisian. Dan, pertengahan tahun 90 an, dunia pertelevisian di Indonesia memasuki fase perkembangan. Dan kontens siaran kian memikat hati. Film-film layar lebarpun berpindah tayang ke layar televisi.

Selanjutnya, perkembangan elektronik merambah pada semakin efisiennya cara penayangan film. Yakni, bermodalkan video compact disk (VCD) dan berkembang terus dengan kehadiran digital compact disk (DVD).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline