Lihat ke Halaman Asli

#25 A Week at the Movies: Abraham Lincoln Sang Pemburu Vampir, Perempuan Berani dalam "Brave," dan Lewat Batas Djam Malam

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1340482189115376094

[caption id="attachment_190184" align="aligncenter" width="625" caption="Poster Abraham Lincoln: Vampire Hunter (Fox), Brave (Dsney/Pixar), Lewat Djam Malam (sahabatsinematek)"][/caption] Pada dasarnya semua film adalah bagus. Jelek atau tidaknya sebuah film berdasarkan dari pantauan subjektifitas penontonnya. Objektifitas masih terbilang minim. Saya mencoba membagi beberapa jenis film, bukan berdasarkan genre tapi lebih kepada bagus atau tidaknya film tersebut. Berikut uraiannya:

  1. Film yang memang benar-benar bagus, dari mulai film tersebut akan dibuat hingga akhirnya bisa ditonton oleh publik; ex: Drive, semua film dari Paul Thomas Anderson
  2. Film yang dikira akan menjadi bagus, tapi hasilnya malah jelek atau biasa saja alias overhyped; ex: Prometheus, Sucker Punch
  3. Film yang biasa saja tapi dilebih-lebihkan untuk jadi bagus alias overrated; ex: The Artist
  4. Film yang dikira akan jelek, tapi ternyata bagus; ex: Fast Five
  5. Film yang dibuat untuk keren, tapi hasilnya malah sok keren; ex: Modus Anomali
  6. Film yang tidak terlalu diperhatikan tapi hasilnya bagus alias underrated; ex: Warrior
  7. Film yang memang jelek; ex: Jack & Jill, semua film dari Uwe Boll
  8. Film yang sebetulnya jelek, tapi unsur kegilaan dan fun-nya ada sehingga jadi menghibur; ex: kebanyakan film horor dan B-Movie

Kalau diingat apa kata Joni dalam film Janji Joni, "percaya sama kritik itu haram," setidaknya membuat penonton untuk bisa menjadi kritikus bagi dirinya sendiri. Selamat menonton dan selamat berakhir pekan! (FBS)

Abraham Lincoln: Vampire Hunter (2012) B

[caption id="attachment_190186" align="aligncenter" width="475" caption="Still of Benjamin Walker in Abraham Lincoln: Vampire Hunter (Photo by Stephen Vaughan - © 2012 Twentieth Century Fox Film Corporation. All rights reserved. Not for sale or duplication.)"]

1340482341144394337

[/caption]

Directed by Timur Bekmambetov Starring: Benjamin Walker, Dominic Cooper, Anthony Mackie, Mary Elizabeth Winstead, Rufus Sewell Apa jadinya jika salah seorang presiden Amerika Serika yang paling karismatik, Abraham Lincoln, dulunya adalah seorang pemburu vampir? Menarik dan kacau yang pasti. Inilah yang membuat Abraham Lincoln: Vampire Hunter, film yang diangkat dari novel berjudul sama buah karya Seth Grahame-Smith, menjadi menarik. Yang mana fakta sejarah berhasil digabungkan dan dirombak ulang dengan balutan fiksi menjadi satu. Abraham Lincoln (Benjamin Walker) berniat menjadi pemburu vampir setelah menyaksikan sang ibu dibunuh oleh salah satu makhluk penghisap darah. Di masa itu, Amerika Serikat banyak dihuni oleh vampir-vampir yang bermigrasi. Berbekal latihan pertahanan dari sang mentor, Henry Sturges (Dominic Cooper), dan minatnya terhadap hukum, akhirnya Abe menjadi presiden Amerika Serikat ke-16 bersamaan dengan 'pekerjaan' lainnya sebagai pembasmi makhluk malam. Menyaksikan film ini sedikit membuat bosan di awal, namun menjelang akhir, plot cerita semakin intens. Kegilaan film ini sudah berada di tangan yang tepat, yaitu lewat tangan dingin sutradara Timur Bekmambetov, yang sukses menjajal karir Amerikanya dengan film Wanted. Meski tidak sebagus seri World of Watches, tapi sama seperti Wanted, Abraham Lincoln: Vampire Hunter juga diisi dengan adegan-adegan aksi yang di luar nalar manusia normal tapi cukup menghibur. Juga jangan bayangkan vampir yang ganteng dan 'bersinar' ala Twilight, vampir-vampir di sini lebih menyeramkan walaupun masih bloodless. Perombakan ulang sejarah dengan penambahan aspek-aspek fantasi ala Hollywood sudah sering dilakukan. Hal tersebut sangat menarik karena sebuah sejarah yang pernah terjadi 'direvisi' ulang sehingga memunculkan sudut pandang baru. Sehingga penonton bisa menarik kesimpulan akan teori "bagaimana jika..." yang bila dikaji ulang bisa menimbulkan pemikiran-pemikiran yang menarik.

(Daftar film-film yang 'merombak ulang' sejarah bisa dilihat di sini)

Tanpa disengaja atau tidak, akhir tahun 2012 ini Hollywood juga akan merilis pula satu film Abraham Lincoln yang lain yang berjudul Lincoln. Lincoln merupakan film biopik yang disutradarai oleh Steven Spielberg dan Daniel Day-Lewis akan berperan sebagai presiden berjanggut tersebut. Bagi yang tidak puas dengan kisah ngaco ini, Lincoln mungkin bisa memuaskan penonton dengan cakupan sejarah yang cukup faktual.

Abraham Lincoln: Vampire Hunter ibarat sebuah film B yang disajikan secara rapih dan tersusun. Dengan akhir cerita yang cukup "nakal" (walaupun jauh berbeda dengan novelnya, tapi ini adalah adaptasi), sang presiden dengan sejata kapaknya berhasil mencuri perhatian saya. Mungkin kita bisa sedikit meniru dengan ide Presiden Soekarno yang dulunya adalah pembunuh zombie atau SBY yang ternyata pernah menjadi seorang ninja. Kenapa tidak dicoba. (trailer di sini)

Brave (2012) A-

[caption id="attachment_190187" align="aligncenter" width="475" caption="Brave (Photo by Pixar - © 2012 Disney/Pixar. All Rights Reserved.)"]

13404827161950872878

[/caption] Directed by Mark Andrews, Brenda Chapman, Steve Purcell Starring: Kelly Macdonald, Julie Walters, Billy Connolly, Emma Thompson, Kevin McKidd, Craig Ferguson, Robbie Coltrane Satu hal yang paling sulit dilakukan ketika membahas sebuah film animasi terbaru keluaran Pixar adalah dengan tidak membandingkannya dengan film Pixar yang lain. Pixar selalu menampilkan sesuatu yang orisinil dan sederhana, tapi sarat makna. Sempat terjadi kekhawatiran tahun lalu dengan turunnya kualitas Pixar di film Cars 2 (walaupun terbilang masih bagus, baca tulisan lengkapnya di sini), banyak pihak yang sedikit khawatir dengan Brave. Sebagai film Pixar pertama yang menampilkan seorang heroine alias jagoan wanita pertamanya yang juga seorang putri kerajaan dan bertema cerita dongeng, Brave sudah memiliki nilai plus tersendiri. Brave mengisahkan hidup Putri Merida (Kelly Macdonald), putri dari Kerajaan DunBroch. Merida bukanlah seorang stereotip putri kerajaan, kesenangannya memanah dan bertualang. Perilakunya ini tentu bertentangan dengan kehendak orang tuanya, Raja Fergus (Billy Connolly) dan Ratu Elinor (Emma Thompson) yang menginginkan Merida menjadi putri yang anggun. Merasa tidak senang dan terkekang dengan perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya, Merida lalu meminta kepada seorang penyihir (Julie Walters) untuk mengubah sang ibu agar memberi Merida lebih banyak kebabasan. Namun yang terjadi adalah sebuah kutukan dan mitos menyeramkan yang harus Merida selesaikan sendiri. Premis film ini memang tipikal sebuah dongeng sebelum tidur, banyak unsur-unsur petualangan, kerajaan, dan sihir serta pesan moral yang berarti. Hal inilah yang sudah lama hilang dari dunia anak-anak di Indonesia, yang mana hiburan bagi anak-anak tidak lebih dari konsumsi lagu-lagu atau cerita dengan tema cinta monyet. Brave pun menyuguhkan dongeng apik dengan pesan moral yang dalam. Bila di Finding Nemo adalah hubungan ayah (Marlin) dan anak laki-lakinya (Nemo), sedangkan Brave lebih berfokus pada hubungan ibu (Elinor) dan anak perempuannya (Merida) yang menjadi sorotan. Hubungan ini jauh lebih kompleks karena perempuan dibangun dengan sisi emosional yang tinggi, ketimbang laki-laki yang lebih mementingkan rasionalitas. Sosok Merida pun bukanlah seorang damsel in distress, justru keyakinan dan keberanian Merida lah yang menjadi kunci film ini. Brave juga mengajarkan kita untuk tidak melupakan sejarah, sebab sejarah adalah sebuah pembelajaran. Tanpa adanya sejarah, tidak akan terbentuk sosok yang seperti sekarang ini. Seks dalam Brave terasa sangat kuat, bukan dalam artian hal yang vulgar, namun pada penempatan laki-laki dan perempuan. Sangat lucu melihat laki-laki dalam Brave yang bertindak ceroboh dan kekanak-kanakan dibandingkan dengan perempuan yang selalu menggunakan intuisinya. Walaupun mengandung unsur feminis yang kuat, pesan moral Brave tetap dapat diterima semua pihak. Brave bukanlah sebuah dongeng biasa, Brave lebih kepada sebuah metafora tentang keberanian, martabat, dan menjadi seorang manusia (terlebih wanita) sesungguhnya. Drama dan komedi pun berhasil menyatu dengan baik. Sekali lagi, Pixar melakukan pekerjaannya dengan sempurna. (trailer di sini) *Jangan sampai telat untuk datang ke bioskop untuk menonton film pendek Pixar yang berjudul La Luna. Pasca menonton film ini, pasti akan merubah pandangan Anda mengenai bulan sabit. The best five minutes in 2012.

Lewat Djam Malam (1954) B+/A-

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline