Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Penemu AK-47 Diuber Rasa Bersalah: Nurani Tidak Pernah Bohong

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebuah kisah pergulatan batin/nurani seorang ilmuwan, pencipta senjata api Ak-47 dirilis media. Mikhail Kalashnikov, Sang Penemu dan pencipta senjata serbu ini merasa gelisah dan dikejar rasa bersalah atas senjata ciptaannya. Nuraninya terus mengejarnya sampai menjelang akhir hidupnya pada Desember 2013 lalu atas begitu banyak nyawah anak manusia yang dicabut oleh senjata buatannya ini. Bahkan ia sempat membagikan kegelisahan hatinya, rasa bersalahnya ini kepada pemimpin tertinggi agamanya dan ditanggapi dengan tanggapan positif yang bisa saja menenangkan untuk sementara waktu bahwa "saat senjata digunakan untuk membela tanah air, maka Gereja mendukung baik pembuat maupun serdadu yang menggunakan senjata itu." Namun apakah pernyataan pemimpin agamanya ini lantas mampu menghapus kegelisahan hatinya dalam rupa tanya: "Rasa sakit dalam jiwa saya tak tertahankan. Saya terus mencari jawaban untuk satu pertanyaan: jika senjata ciptaan saya mencabut nyawa seseorang, apakah saya berdosa atas kematian orang itu, bahkan jika orang itu adalah musuh?" (Kompas.com)

Guilty feeling (rasa bersalah/rasa berdosa) memang bisa saja muncul di dalam diri yang masih memiliki nurani, apa pun agama atau keyakinannya. Rasa bersalah yang muncul dalam diri penemu senjata ini bisa saja muncul oleh karena ajaran tentang dosa dalam agamanya sehingga bayangan akan jutaan anak manusia yang terenggut kehidupannya oleh buah karyanya ini terus-menerus meneror ketenangan hidupnya. Namun, bisa juga mencerminkan di balik sikap dan tangan dingin seorang penemu dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi (persenjataan) masih juga terselip 'rasa kemanusiaan' yang mendalam bahwa seyogyanya nyawah sesama manusia dihargai dan dijunjung tinggi.

Akan tetapi, ketika manusia terpisah-pisah dalam bentuk negara bangsa, mau tidak mau, suka atau tidak, manusia membutuhkan senjata untuk membela diri, mempertahankan wilayah dari agresi dan ekspansi bangsa lain. Maka muncullah para penemu senjata dan alat perang mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit dan canggih. Lalu, apakah para penemu macam-macam senjata tersebut pun pernah punya perasaan bersalah yang sama? Tidak banyak yang terungkap.

Kegelisahan sang ilmuwan penemu dan pembuat senjata legendaris AK-47 dalam kisah ini melukiskan ketegangan yang sering terjadi dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi bahwa "apa yang bisa diciptakan/dibuat/ oleh IPTEK tidak selalu boleh dari sudut pandang moralitas. Bahwa ada nilai-nilai yang harus diindahkan juga oleh IPTEK sebab IPTEK tidak pernah bebas nilai. Hal inilah yang bisa saja mengganjal langkah upaya kloning pada manusia. Secara IPTEK bisa saja itu dilakukan, tetapi secara moral belum tentu diperbolehkan.

Berbicara soal hati nurani yang terus meneror diri sendiri memang berbicara soal cermin diri. Apa yang dialami oleh Mikhail Kalashnikov mau mengatakan juga bahwa di hadapan nurani sendiri, saya tidak bisa menipu meskipun kepada dunia, kepada hukum saya bisa berkelit. Tetapi ketika berada dalam kesendirian dan kesunyian nurani akan selalu berteriak dan meneror sampai saya mengakuinya secara jujur dan mau memaafkannya untuk menemukan kedamaian sejati di dalam ruang batin yang terdalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline