Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Beranikah Presiden RI Memecat Para Petinggi Polisi Korup?

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Citra POLRI dewasa ini semakin buruk di mata rakyat. Polisi yang diharapkan menjadi penegak hukum dan mengayomi masyarakat seolah-olah semakin diindentikan dengan "lembaga korup." Banyak faktor yang kemudiaan dimunculkan sebagai latar belakang mengapa terjadi korupsi antara lain: gaji yang kurang, tradisi suap-menyuap yang mendarah daging di negeri ini, birokrasi yang rumit dan mempersulit, sampai pada soal integritas diri/moralitas pribadi-pribadi yang bekerja sebagai seorang polisi.

POLRI bisa diidentikan dengan "lembaga korup" dibuktikan oleh Transparency International Indonesia yang menempatkan Kepolisian Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga terkorup yakni menduduki peringkat ke-100 dunia dengan indeks 3,0 (Baca di Sini). Data ini mau menggambarkan kenyataan yang dialami oleh segenap rakyat Indonesia dan bisa menjadi preseden buruk untuk citra POLRI ke depan, apalagi kasus-kasus yang mencuat akhir-akhir ini justru membelit para petinggi di jajaran POLRI yang seharusnya menjadi teladan bagi korps-nya. Apa yang bisa diharapkan dari bawahan, jika atasan saja sudah korup? Bagaimana mungkin atasan yang korup dapat menindak tegas bawahan yang korup?

Oleh karena itu, sembari bercermin pada tindakan pembersihan citra lembaga kepolisian negerinya di mata rakyatnya oleh Presiden Peru Ollanta Humala, yang baru beberapa bulan menjadi Presiden langsung membuat gebrakan untuk memberantas korupsi di negaranya dengan tindakan pemecatan terhadap 30 dari 45 jenderal di lembaga kepolisian (Baca di Sini), Indonesia perlu mengambil salah satu langkah tegas/radikal seperti ini. Perlu diingat langkah radikal ini dilakukan Presiden Humala karena Kepolisian Peru menduduki posisi ke-80 sebagai lembaga terkorup di dunia dengan indeks 3,4 beda tipis dengan Indonesia. Bisa juga kita bercermin pada tindakan lebih radikal dari Presiden Meksiko yang memecat ribuan polisi yang korup di negaranya, padahal indeks prestasi korupsinya sama dengan Indonesia yakni pada urutan ke-100 juga dengan IPK 3,0 hehehe (Baca di Sini).

Kasus-kasus korupsi akhir-akhir ini yang menyeret sejumlah nama pejabat-pejabat teras POLRI seharusnya semakin membuat Presiden RI mengambil langkah-langkah tegas seperti yang dilakukan oleh Presiden Peru. Presiden tidak perlu ragu untuk memecat para polisi dan pejabat pemerintahan lainnya yang terbukti korup tanpa pandang bulu. Karena korupsi menjadi biang kerok kebobrokkan negeri ini.

Namun sekali lagi, sebagai warga negara kita perlu perlu berterima kasih juga kepada polisi-polisi yang kita jumpai dalam keseharian kita sangat-lah mengayomi, jujur, dan taat pada hukum. Mereka yang telah terbukti menjadi "pendekar-pendekar kebenaran" dengan integritas moral takteragukan juga harus diberi apresiasi setinggi-tingginya, dipromosi jabatannnya sehingga ketika menjadi petinggi mereka mampu membenahi korps-nya dengan menindak tegas bawahannya yang masih mencoba-coba memancing di air keruh. Mengapa? Karena hanya pemimpin yang bersih tidak akan takut untuk menindak dengan tegas bawahannya yang korup. Jika pemimpinnya juga korup, maka prinsip tahu sama tahu, menyetujui dengan diam praktek korupsi di lembaganya, akan menjadi sebuah habitus/cara berada. Mana mungkin maling bisa teriak maling, kata orang kampung. Hanya maling yang tidak tahu malu yang berani teriak maling kepada sesamanya. Tetapi seorang petinggi POLRI yang bersih pasti tidak akan pernah ragu untuk menindak tegas bawahannya yang korup. Teladan hanya mungkin mulai dari pemimpinnya.  Hal ini hanya mungkin jika mata rantai korupsi diputus mulai dengan menindak tegas (baca: memecat) para petinggi POLRI yang korup.

Akankah (beranikah) Presiden kita mengambil langkah radikal ini demi upaya pemulihan citra POLRI di mata dunia dan terutama di mata rakyatnya sendiri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline