Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Cinta Purba Adam pada Hawa

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nama lelaki itu Adam, dan nama wanita itu Hawa. Mereka memang tak lagi di taman Eden, dan usia dunia mulai menua sejak mereka terusir dari Firdaus, tetapi mereka tahu mereka adalah pasangan jiwa.

Mereka adalah pasangan jiwa, namun kehidupan kadang terlalu sulit untuk dipahami. Dahulu semua terasa lebih mudah. Dahulu, Adam yakin wanita itu adalah tulang dari tulangnya, daging dari dagingnya, separuh jiwanya yang akan membuatnya utuh. Dahulu, Hawa mengerti lelaki itu adalah asal mula dirinya, bahwa dia terbuat dari salah satu rusuk lelaki itu, dan kembali bersatu dengannya akan membuatnya penuh. Dahulu, ketika segala sesuatu masih berumur muda dan semua hal terlihat mudah.

Dahulu, mudah saja melihat benang merah itu, terhubung jelas di antara mereka, penopang ketika cinta mulai dipertanyakan. Tetapi kini, mereka menjumpai diri mereka berdiri di tepi samudera, gemetar karena angin laut dan mentari yang menuju barat.

Adam pernah mencintai hawa yang lain, dan dia tahu dia tak akan sanggup lagi mencintai seperti ketika dia mencintai hawa yang lain itu. Hawa tak pernah mencintai seseorang dengan sungguh-sungguh dan dia tahu Adam bukanlah sang pangeran yang selalu datang dalam mimpinya, dia tak mampu mencintai kekurangan lelaki itu.

Ada samudera bergejolak. Ada angin dan mentari. Ada langit biru dan horizon yang memanggil. Ada umur bumi yang mendekati mati. Ada dua orang anak manusia.

Dan ada sebuah biduk siap berlayar.

Nama lelaki itu Adam, dan nama wanita itu Hawa. Mereka tak lagi di taman Eden, usia dunia makin menua, Firdaus mungkin hanya dongeng, dan mereka tak lagi yakin tentang pasangan jiwa.

***

Ada bunga-bunga merah muda di batang pohon gamal yang telanjang, pucat bergerombol di tengah kemarau berangin kering, menunggu kapan akan jatuh bahkan ketika mereka masih ingin menantang langit. Ada Adam duduk di atas rumput kering di halaman sebuah kapel dengan cat terkelupas di sana-sini. Ada Hawa berdiri bersandar pada pintu kapel yang berderit nyaring jika dibuka-tutup.

"Ceritakan lagi padaku mengapa kita begini," pinta Adam. Hawa hanya mengangkat bahu, di otaknya berkelebat pemikiran seandainya dia lelaki maka dia akan mudah melepaskan diri dari rantai masa lalu.

"Aku ingin kita menikah di kapel ini," ujar Adam. "dulu."
"Dulu," ulang Hawa.
"Dulu," ada rindu dalam suara lelaki itu. "mengapa kita tak kembali ke masa itu?"
Hawa menundukkan kepalanya, beberapa serangga terbang mengitari ujung sepatunya.
"Apakah kau mencintainya? Lelaki itu?"
"Kau tahu aku tak mencintai siapapun," wajah wanita itu tampak anggun di bawah matahari sore. Adam tertawa, memandang anak rambut bermain diterpa angin di leher wanita itu.
"Selalu ada kau di doaku," kata Adam. "aku berdoa semoga cinta datang melingkupi dan memenuhimu."
"Cinta memang memenuhiku," tegas wanita itu.
"Namun kau terlalu egois untuk membaginya?"
Wajah Hawa mengeras. Dia beranjak menuju pohon ketapang dengan daun-daun memerah darah, mendorong sebuah kursi roda ke arah sang Adam.
"Sudah sore, Bruder akan marah jika kau pulang terlambat."
Si Adam tersenyum, bersusah payah menaiki kursi roda itu dengan bertumpu tangan dan kaki yang buntung sebatas lutut.
"Jika aku sudah terampil mengerjakan kerajinan perak, akan kubuatkan bros untukmu," hela lelaki itu, "tetapi aku harus mengecat dinding kapel. Bruder bilang itu tugasku karena aku terbiasa memegang kuas untuk melukis."
Si Hawa hanya diam, mendorong kursi roda itu di atas jalan bersemen menuju biara. "Pusat Pelatihan Orang Cacat" tertulis jelas di papan putih depan biara.
"Aku akan datang lagi sabtu depan, ada yang kau ingin kubawakan?"
"Bawa serta suamimu," pinta Adam. "aku ingin melihat orang yang menggantikan posisiku hanya karena kakiku diamputasi."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline