[caption id="attachment_180260" align="aligncenter" width="648" caption="Putri-Putri sebuah MTQ di Kota Reo ikut Memeriahkan Perayaan Yubeleum Agung Gereja Katolik (Dok.Pribadi) "][/caption]
Kebanyakan orang melihat perbedaan bukan sebagai kekayaan tetapi sebagai sebuah ancaman akan eksistensi dirinya. Sikap yang demikian juga tercermin dalam cara pandang kebanyakan orang terhadap keanekaragaman agama di Indonesia.
Tidak demikian pengalaman saya ketika mengikuti perayaan Ulang Tahun Gereja Katolik Keuskupan Ruteng Manggarai di Reo pada tanggal 17 Mei 2012 lalu. Perayaan ini merupakan perayaan 100 tahun orang Manggarai menganut Agama Katolik di bumi Manggarai. Untuk mengisi perayaan Yubileum ini, Bapak Uskup dan Para Imam/pastor yang berkarya di Keuskupan Ruteng mengadakan sebuah perayaan pembukaan di Reo, di tepi sebuah pantai berpasir putih yang menjadi tempat bersejarah bagi Gereja Katolik Manggarai. Di tempat tersebutlah untuk pertama kalinya 5 orang putera-puteri dibaptis menjadi Katolik. Inilah yang menjadi cikal-bakal berkembangnya iman Katolik di tanah Manggarai nan subur ini.
[caption id="attachment_180262" align="aligncenter" width="583" caption="Pantai Berpasir Putih di Reo yang Menjadi Pusat Sejarah Awal Gereja Katolik Manggarai-Flores (Dok.Pribadi)"]
[/caption]
Karena itu, dibawah pimpinan Pastor Dedi Madur, Pr sebagai Pastor Paroki Reo dibentuklah sebuah panitia untuk menyukseskan perayaan pembukaan ini. Dalam kesaksiannya ketika memberikan sambutan di depan ribuan umat dari berbagai agama yang hadir dalam resepsi perayaan tersebut, Pastor Dedi mengisahkan bagaimana proses terbentuknya panitia. Menurutnya, perayaan pembukaan Yubeleum Agung Gereja Katolik Manggarai di Kecamatan Reo, tidak akan terlaksana jika tidak ada dukungan dari semua elemen/lapisan masyarakat. Mengapa? Karena panitia yang menyukseskan perayaan tersebut melibatkan seluruh elemen, baik pemerintahan, sipil, maupun agama. Yang menarik dari kesaksian beliau adalah bahwa hampir setengah dari panitia perayaan Yubeleum tersebut adalah saudara-saudari beragama Islam.
[caption id="attachment_180263" align="aligncenter" width="583" caption="Tampak Dalam Rombongan Iringan Penjemputan: Pastor Dedy Madur, (Berjubah putih) bersama Bupati dan Tokoh Lintas Agama (Dok.Pribadi)"]
[/caption]
Dan memang benar apa yang menjadi kesaksian Pastor Dedi. Karena sejak penjemputan Rombongan Bapa Uskup Ruteng, Mgr Hubertus Leteng bersama dengan rombongan Bupati Manggarai, Bapa Kris Rotok, yang terlihat sebagai penjemputnya juga para ustad yang bersorban putih, ibu-ibu dan remaja-remaja putri yang mengenakan jilbab. Pagar betis di sepanjang tempat penjemputan sampai ke pintu Masuk Gereja Katolik Paroki Reo, yang mengenakan pakaian Pramuka bukan hanya anak-anak dari SLTP dan SMU Katolik tetapi juga dari MTQ dan MIN. Ekspersi mereka yang saya tangkap adalah penuh antusias dan turut berbahagia bersama umat Katolik yang sedang merayakannya.
[caption id="attachment_180264" align="aligncenter" width="576" caption="Tampak Uskup Ruteng (Pemimpin Tertitingi Gereja Katolik Manggarai dan Vikjennya) Menyapa Umat dari Berbagai Agama di Lorong-lorong Kota (Dok.Pribadi)"]
[/caption]
Selain itu, ibu-ibu yang di meja konsumsi dan yang terlibat di balik layar sebagai seksi konsumsi yang mengolah daging sapi adalah ibu-ibu dari perkumpulan wanita Islam Mesjid bekerja sama dengan ibu-ibu WKRI ranting Reo. Yang lalu lalang menyediakan bahan makanan ke meja resepsi juga ibu-ibu berjilbab. Kesannya mereka melakukan semuanya itu tanpa merasa risih dan tulus seolah-olah merasa sebagai bagian dari keluarga besar umat Katolik yang sedang merayakannya.
Acara-acara hiburan untuk mengisi perayaan itu bukan hanya dari anak-anak dari sekolah-sekolah Katolik tetapi juga dari anak-anak MTQ. Dengan berbalutkan jilbab dan berpakaian adat Manggarai, mereka menarikan tarian bertemakan perdamaian diiringi lantunan musik Kasidah di atas panggung.
[caption id="attachment_180265" align="aligncenter" width="583" caption="Tampak Barisan Pagar Betis dari Berbagai Sekolah Islam Maupun Katolik (Dok.Pribadi)"]
[/caption]
Karena itu, tidaklah berlebihan ketika memberikan kata sambutan yang mewakili jajaran pemerintahan Kabupaten Manggarai, Bapak Kristian Rotok, memberikan apresiasi khusus atas pengalaman kebersamaan dan keterlibatan bersama sebagai satu keluarga dalam perayaan tersebut tanpa merasa terganggu atau terhambat oleh perbedaan agama. Bahkan dalam sambutannya, beliau berjanji akan menyampaikan kepada Presiden bahwa yang namanya toleransi antarumat beragama di Manggarai bukan sekedar sebuah wacana di tingkat para elit agama atau pemerintahan. Di tingkat masyarakat akar rumput pun, toleransi sudah menjadi sebuah kenyataan. Lebih lanjut beliau mengingatkan kepada masyarakat Manggarai yang mayoritas beragama Katolik untuk tetap memegang teguh prinsip yang satu ini yakni: toleransi yang berasal dari kata Latin Tolerare, akan menjadi sebuah kenyataan hidup sehari-hari hanya jika yang mayoritas, dalam hal ini Katolik kepada yang minoritas, dalam hal ini Islam di wilayah Manggarai. Mengapa? Karena menurut beliau, toleransi hanya mungkin dari yang merasa kuat dan banyak kepada mereka yang lemah dan sedikit. Dari sebab itu, jika tidak ada niat baik dari umat Katolik di Manggarai untuk merangkul dan menjamin rasa aman saudara-saudari muslim, maka toleransi hanya akan menjadi sebuah wacana dalam debat-debat atau dialog antaragama.
[caption id="attachment_180266" align="aligncenter" width="583" caption="Tidak Ketinggalan POLRI & ABRI Terlibat dalam Perayaan Ini (Dok.Pribadi)"]
[/caption]
Kata-kata Bupati Manggarai ini bukan tanpa dasar, karena rupanya menurut kesaksian umat Katolik Reo yang dibenarkan oleh Pemimpinnya, Pastor Dedi Madur Pr, umat Katolik pun selalu terlibat aktif juga dalam aneka kegiatan dan perayaan keagamaan umat Islam misalnya ketika ada kegiatan perlombaan antar MTQ, para pastor dan umat Katolik pun terlibat aktif dalam kepanitiaan. Salah satu mesjid yang jaraknya sepelemparan batu dari Gereja Paroki Reo terbangun juga atas kerja sama dengan para tokoh dan umat Katolik. Perayaan sunatan massal pun demikian. Sebagian besar yang terlibat dalam kepanitiaan adalah umat Katolik beserta dengan pastor parokinya terlibat di dalamnya. Setiap perayaan Idul Fitri, Idul Adha, umat Katolik berhalal bihalal ke rumah-rumah umat Islam. Umat Katolik pun kebagian daging kurban dan makan daging kurban tanpa merasa curiga. Demikian pun sebaliknya. Ketika perayaan Natal dan Paskah, saudara-saudari bergama Islam pun mengunjungi rumah-rumah dan bersalaman dengan umat Katolik serta: mengucapkan selamat Natal dan Paskah tanpa merasa takut kebenaran agama mereka menjadi ternoda oleh tindakan kasih yang tulus seperti itu terhadap sesamanya.
[caption id="attachment_180268" align="aligncenter" width="583" caption="Bupati Manggarai, Kris Rotok Menyampaikan Sambutan dan Apresiasi atas Toleransi Umat Beragama di Wilayahnya (Dok.Pribadi)"]
[/caption]
Bagi saya semua pengalaman ini menjadi secercah harapan bahwa sekali waktu pada suatu masa entah kapan toleransi antarumat beragama di negeri ini akan menjadi sebuah kenyataan yang mewujudkan cinta kasih dan solidaritas semesta tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, dan warna kulit. Asalkan masing-masing pemuluk agama mau terbuka hatinya untuk melihat keanekaragaan agama di Indonesia sebagai sebuah kekayaan hidup berbangsa dan bernegara.
Mau belajar toleransi dari Mayoritas kepada Minoritas, datanglah ke Manggarai!
Tanya kenapa?
Jawabannya jelas dalam reportase yang bukan hoaks di atas!!!
Ruteng, I Juni 2012
BONUS UNTUK PESERTA WPC 6 KAMPRET.....
SALAM PRETTTTTTTTTTT.
[caption id="attachment_180269" align="aligncenter" width="583" caption="Panorama Sisi Sebelah Timur-Dekat Gereja di Kota Reo (Dok.Pribadi)"]
[/caption]
***
[caption id="attachment_180271" align="aligncenter" width="583" caption="Panorama Sisi Bagian Timur Pelabuhan Barang di Kota Reo (Dok.Pribadi)"]
[/caption]
***
[caption id="attachment_180273" align="aligncenter" width="583" caption="Panorama Sisi Tengah Kota Reo yang Berlatarkan Pegunungan (Dok.Pribadi)"]
[/caption]
***