Judul di atas merupakan pertanyaan seorang tokoh Masyarakat dari Desa Ulak Pauk, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu terkait rencana isu investasi pekebunan kelapa sawit di wilayah mereka. Pertanyaan tokoh ini mewakili kebingungan masyarakat Desa Ulak Pauk atas berbagai hal terkait investasi suatu perusahaan di wilayah mereka.
Menurut informasi yang mereka dengar, PEMDA Kapuas Hulu telah mengeluarkan izin kepada sebuah perusahaan untuk menanam sawit di wilayah mereka. Akan tetapi, nama perusahaan dan siapa investornya tidak mereka ketahui. Yang menjadi pertanyaan besar mereka selanjutnya adalah apakah pemerintah daerah mempunyai kewenangan tidak terbatas untuk memberikan izin kepada ivestor untuk berinvestasi di lahan masyarakat tanpa terlebih dahulu mendengarkan aspirasi masyarakatnya melalui sosialisasi terbuka sebelum izin dikeluarkan? Di manakah letak kebebasan memilih masyarakat desa atas kebijakkan pembangunan di wilayah mereka sendiri?
Semua pertanyaan ini melahirkan pertanyaan: apakah kami harus menerima perkebunan kelapa sawit di desa kami? Tragedi konflik vertikal dan horizontal di berbagai tempat terkait kasus lahan membuat masyarakat Desa Ulak Pauk mengkritisi rencana PEMDA Kapuas Hulu memasukan investor perkebunan kelapa sawit di daerah mereka. Prosedur perizinan yang tidak transparan sejak awal disadari akan menghasilkan konflik di antara masyarakat sendiri, masyarakat dengan perusaan, dan masyarakat dengan pemerintah daerah setempat. Jika hal ini terjadi maka sebenarnya tujuan investasi untuk kesejahateraan siapa? Apakah kesejahteraan masyarakat hanya diukur dari tersedianya lapangan kerja dan terbukanya akses jalan ke wilayah mereka? Bagaimana dengan kesejahteraan batiniah: di mana mereka merasa aman, nyaman, dan damai dalam kehidupan mereka? Jika kehadiran perkebunan kelapa sawit malah menghancurkan rasa aman, damai, dan tentram di hati masyarakat adat, apakah masyarakat desa harus diam dan menerima saja apa yang diputuskan secara sepihak oleh pemerintah? Apakah masyarakat harus dijadikan objek pembangunan secara terus-menerus? Kapan masyarakat desa bisa dijadikan sebagai subjek pembangunan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H