Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Mengenal Seni Ikonografi Masyarakat Dayak Tamambaloh

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyarakat Dayak Tamambaloh secara turun-temurun mendiami Bantaran bagian Hulu Sungai Embaloh. Kekhasan masyarakat Tamambaloh dibandingkan dengan Suku lain bisa dikenal melalui pernak-pernik khazanah kebudayaannya. Salah satu yang menjadi kekhasan kebudayaan masyarakat adat Tamambaloh adalah Seni ikonografinya.

Diakui oleh beberapa tokoh adat bahwa Seni ikonografi di kalangan masyarakat adat Tamambaloh kurang berkembang di zaman sebelum kehadiran Gereja Katolik, meskipun untuk kepentingan pribadi terkait dengan pembuatan peti mati, rumah betang, Seni ikonografi tetap hidup. Hal ini sangat dipengaruhi oleh keyakinan asli masyarakat Tamambaloh bahwa yang berhak membuat ukiran ikonografi hanyalah orang-orang khusus melalui ritus dan aturan tertentu. Pandangan asli ini diakui oleh beberapa seniman ikonografi menjadi penghalang kreativitas dari para seniman.

Akan tetapi, situasi ini mulai berubah di era tahun 1960-an, ketika Gereja Katolik sangat mendukung penggunaan Seni ikonografi sebagai desain interior bangunan Gereja, Kapel, dan sarana-prasarana rohani lainnya. Untuk di Kecamatan Embaloh Hulu, perkembangan seni Karawitan mulai didorong oleh Pastor Hoogland, SMM, seorang misionaris Belanda. Beliau mulai mengumpulkan para Seniman ikonografi untuk melukis ikon di beberapa bagunan milik Gereja Katolik Paroki Santo Martinus seperti di  Gereja, Rumah Sakit, kediaman para biarawan-biarawati, Gedung serba guna, dll. Dukungan moral dan apresiasi yang tinggi dari Gereja Katolik terhadap warisan leluhur Dayak Tamambaloh sangat mendorong perkembangan Seni Ikonografi Banuaka Tamambaloh di kemudian hari.

Mengenal Beberapa Bentuk Seni Ikonografi Masyarakat Dayak Tamambaloh

Talayong/Kalangkang

[caption id="attachment_150035" align="aligncenter" width="648" caption="Karawitan Talayong (Lokasi Gambar: Interior Gereja St Martinus-Dok.Pribadi)"][/caption]

Talayong/Kalangkang merupakan tempat sesajian yang berisi bermacam-macam hasil jerih payah dan usaha masyarakat Tamambaloh selama setahun. Berbentuk segi empat, terbuat dari papan atau bambu yang dianyam dengan rotan sebagai preketnya, biasanya berukuran kurang lebih 1-2 meter. Proses pembuatannya biasanya dilakukan secara adat Jarat tangan, Isauti, yang disusul dengan doa-doa agar pembuatnya tidak asau atau mendapat musibah. Talayong/Kalangkang merupakan simbol ucapan syukur masyarakat Tamambaloh kepada Sampulo Padari (Sang Pencipta). Pada acara Pamole Beo (pesta syukur panen khas masyarakat Tamambaloh), Kalangkang menjadi salah satu perlengkapan upacara yang paling utama. Ketika upacara adat Pamole Beo berlangsung, seluruh warga rumah betang (rumah panjang khas masyarakat dayak) akan mengelilingi Talayong sambil bernyanyi, menari dan mengucapkan doa-doa permohonan kepada Sampula Padari.

Surang Kale (orang-orangan) yang bergandengan tangan mengitari Talayong merupakan simbol masyarakat Tamambaloh yang selalu saling beragandengan tangan dalam membantu sesama (Sikondo, Sasaio, dan Sikatio). Artinya, hidup manusia haruslah untuk berbagi dengan sesama.

Kangkuang

[caption id="attachment_150039" align="aligncenter" width="648" caption="Kangkuang (lokasi gambar: interior Gereja Santo Martinus-Dok.Pribadi)"][/caption]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline