Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Mengapa Konten Agama 'Diharamkan' di Kompasiana?

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebelum masuk menjadi anggota aktif di Kompasiana dan resmi terdaftar tanpa (belum)  terverifikasi pada 01 Desember 2010, saya sudah sering mampir minum di kompasiana apabila suntuk membaca berita-berita tentang korupsi di Kompas.Com. Salah satu rubrik favorit saya kala itu adalah Agama. Saya suka mengobok-obok rubrik Agama karena berdasarkan misi Kompasiana, berbagi dan terhubung, diharapkan wawasan agama saya berkembang melalui sharing teman-teman tentang ajaran agama dan keyakinannya di rubrik yang satu ini, sehingga bisa menghargai perbedaan setiap agama di negeri ini. Harapan saya ini sedikit tercapai mengingat kayanya konten agama dan spiritualitas yang dibagikan oleh kawan-kawan, meskipun muncul juga debat kusir dalam komentar-komentar pembaca.

Akan tetapi, hal ini berubah ketika "suasana kompasiana" kian memanas oleh aneka postingan dan komentar "pro-kontra" di rubrik kesayanganku ini. Admin pun turun tangan: menghapus rubrik agama dan 'melarang' postingan dengan konten agama. Sejak saat itu, postingan berbau agama "seolah-olah diharamkan" di kompasiana karena berpotensi menyulut konflik antara pemeluk agama di Indonesia (minimal bagi jutaan pembaca Kompasiana). Penghapusan dan pelarangan ini bukan tanpa suara pro dan kontra. Admin tetap bergeming dengan suara protes penghapusan rubrik agama. Meski demikian, admin juga sepertinya tetap memberikan angin segar bagi lolosnya postingan yang "berbau" agama di kompasiana minimal: postingan tentang hari raya agama-agama di Indonesia.

Karena rubrik agama telah dihapus, maka postingan dengan konten "berbau" agama dikategorikan ke dalam berbagai jenis rubrik seturut pilihan hati para penulisnya: ada yang di kejiwaan, filsafat, sosial budaya, dll. Hal ini menandakan bahwa tulisan dengan "konten agama" tetap diminati dan masih menjadi favorit di Kompasiana, meski pun menuai banyak reaksi dari pembaca.

Dari persoalan ini, kiranya ada beberapa hal yang menjadi buah permenunganku tentang agama:

1) rupanya bukan perkara mudah membangun dialog mengenai agama di ranah publik seperti Kompasiana.

2) isu agama masih 'rentan konflik' dan mudah disulut dan terbakar, apalagi jika ditunggangi oleh aneka kepentingan lainnya (politisasi agama, misalnya).

3) sepertinya beriman yang dewasa untuk menggapai persaudaraan semesta tanpa memandang perbedaan agama belum menjadi sebuah habitus merata di negeri Pancasila dan bermottokan Bhineka Tunggal Ika.

4) mungkin isu agama seharusnya hanya masuk dalam ranah privat saja, di mana semua orang di negeri ini tidak perlu membawa identitas agama dalam membangun relasi interpersoanal di ranah publik sehingga yang lebih dikedepankan adalah humanisme semesta.

5) dengan demikian, apakah sulit "agama" menjadi sumber perdamaian bagi segala makhluk, ketika masih dianggap "faktor rentan konflik" di negeri ini (minimal di negeri Kompasiana)?

Ini sekedar catatan ringan perenungan kilas balik "agama sebagai kotak pandora" di media publik Kompasiana. Mohon maaf jika kesimpulan di atas sangat prematur dan tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya karena tidak didukung oleh data melalui survey.

Salam Kita Semua Bersaudara

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline