Masyarakat adat Tamambaloh merupakan bagian dari sub suku masyarakat adat Dayak. Menurut penuturan beberapa tetua, penamaan Suku Tamambaloh berasal dari bahasa setempat "Taumamlalo" yang berarti "orang kaya". Bagi leluhur Tamambaloh "kekayaan" seseorang tidak diukur oleh banyaknya harta benda, melainkan lebih terkait dengan berapa banyak padi yang dipanen setiap musim oleh seseorang. Karena itu, "Taumlalo" diidentikan dengan "banyaknya padi" yang diperoleh setiap keluarga.
[caption id="attachment_117084" align="aligncenter" width="269" caption="Para Pria Tamambaloh dalam Balutan Busana Adat Lengkap"][/caption]
Untuk memahami latar belakang identifikasi besarnya kekayaan masyarakat adat Tamambaloh dengan jumlah padi yang didapat, maka sangat diperlukan penelusuran singkat terhadap sejarah keberadaan masyarakat adat Tamambaloh.
[caption id="attachment_117085" align="aligncenter" width="269" caption="Para Wanita Tamambah dalam Balutan Busana Adat"]
[/caption]
Dari penuturan orang-orang tua yang diwawancarai tersimpul sebuah kisah tentang awal mula hadirnya masyarakat adat Tamambaloh di bagian Timur wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Dikisahkan bahwa pada mulanya sekelompok masyarakat adat dipimpin oleh seorang kepala suku dari golongan bangsawan (Semagat) berhasil memasuki Sungai Kapuas pada beberapa ratus tahun yang lalu. Ketika berbulan-bulan menelusuri Sungai Kapuas, sampailah mereka di sebuah muara dari anak Sungai Kapuas yang pada saat itu belum dinamai.
[caption id="attachment_117087" align="aligncenter" width="358" caption="Panorama Sungai Embaloh "]
[/caption]
Atas perintah Kepala Suku, Sampan-sampan dan kano-kano tradisional dilabuhkan di pantai Sungai Kapuas, tepat di muara sebuah anak sungai Kapuas. Mereka membangun pondok-pondok sederhana untuk beristirahat sejenak. Ketika sedang beristirahat muncul ide di benak Sang Kepala Suku untuk mengutus beberapa "mata-mata" dengan beberapa sampan menyusuri anak sungai tersebut. Keesokan harinya berangkatlah beberapa agen spionase yang telah ditunjuk oleh Kepala Suku. Mereka menelusuri anak sungai tersebut dan menjumpai bahwa tanah di sekiatar anak sungai sangatlah subur, ditumbuhi aneka jenis pohon buah-buahan dan dijumpai juga banyak binatang buruan minum di sungai pada siang hari seperti kijang, rusa, celeng, dan aneka jenis binatang lainnya. Setelah puas menjelajahi hingga ke perhuluan sungai, mereka pun kembali dengan sebuah kabar gembira bahwa seluruh bantaran anak sungai tersebut tanahnya sangat subur, kaya akan binatang buruan, ditumbuhi aneka jenis pohon buah-buahan, serta belum berpenghuni.
[caption id="attachment_117088" align="aligncenter" width="363" caption="panorama sungai embaloh 2"]
[/caption]
Kabar menakjubkan ini pun disampaikan kepada Sang Kepala Suku. Sebagai seorang pemimpin yang bijaksana, Sang Kepala Suku mengadakan rapat koordinasi bersama. Dalam rapat bersama tersebut, muncul dua kelompok dengan suara yang berbeda. Kelompok pertama, memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan menyusuri perhuluan Sungai Kapuas di bawah pimpinan seorang dari keturunan Semagat juga (bangsawan). Sedangkan kelompok kedua memutuskan untuk melanjutkan perjalanan memasuki anak sungai tersebut.
[caption id="attachment_117089" align="aligncenter" width="363" caption="Panorama Sungai Embaloh 3"]
[/caption]
Kelompok masyarakat yang melanjutkan perjalanan ke Hulu Sungai Kapuas kemudian disebut dengan Suku Taman yang dalam banyak hal memiliki aneka kebiasaan dan tradisi yang sama/mirip dengan Suku Tamambaloh. Kelompok kedua yang memasuki anak Sungai Kapuas tersebut menjumpai bahwa apa yang dikatakan oleh mata-mata ternyata tidak meleset. Mereka menemukan bahwa anak sungai yang mereka masuki merupakan daerah yang sangat menjanjikan dan pasti akan menghasilkan banyak padi. Karena itu, daerah baru yang mereka masuki kemudian diberi nama Taumamlalo. Dalam perkembangan waktu, Taumamlalo disebut dengan nama Tamambaloh. Sedangkan anak Sungai Kapuas yang mereka terobos mereka namakan Sungai Embaloh.