Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Menggugat Positivisme Ilmu

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ruang Lingkup Kajian Filsafat Ilmu

1.       Apa yang dapat saya ketahui?

Jawaban atas pertanyaan ini suatu fenomena. Fenomena selalu dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini menjadi dasar bagi epistemologi. Bahan kajian epistemologi adalah yang berada dalam jangkauan indera. Artinya, epistemologi berbicara tentag fenonmena. Epistemologi meliputi; Logika Pengetahuan  (Knowledge), Ilmu pengetahuan ilmiah (Science) dan Metodologi (Empirisme: induksi, Rasionalisme: deduksi)

2.       Apa yang harus saya lakukan?

Pertanyaan ini mempersoalkan nilai (values), dan disebut axiologi, yaitu nilai-nilai apa yang digunakan sebagai dasar dari perilaku. Kajian axiologi meliputi etika atau nilai-nilai keutamaan/kebaikan dan estetika (nilai keindahan). Kebenaran adalah kesamaan antara gagasan dan kenyataan.

3.       Apa yang dapat saya harapkan?

Pengetahuan manusia ada batasnya. Apabila manusia sudah sampai batas pengetahuannya, manusia hanya bisa mengharapkan. Hal ini berkaitan dengan “Being” (Ada). Refleksi tentang “Being” terbagi lagi menjadi dua yaitu Ontologi yaitu struktur segala yang ada, realitas, keseluruhan objek-objek yang ada, dan Metafisika yaitu hal-hal yang berada di luar jangkauan indera (misalnya: Tuhan dan Jiwa).

Perdebatan Panjang Filsafat

a)      Rasionalisme adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta. Filsafat Rasionalisme sangat menjunjung tinggi akal sebagai sumber dari segala pembenaran. Segala sesuatu harus diukur dan dinilai berdasarkan logika yang jelas. Titik tolak pandangan ini didasarkan kepada logika matematika (menolak dogma agama).

b)      Empirisisme adalah pencarian kebenaran melalui pembuktian-pembukitan indrawi. Kebenaran belum dapat dikatakan kebenaran apabila tidak bisa dibuktikan secara indrawi, yaitu dilihat, didengar dan dirasa. Segala kebenaran hanya diperoleh secara induktif, yaitu melalui pengalaman dan pikiran yang didasarkan atas empiris, dan melalui kesimpulan dari hal yang khusus kepada hal yang umum. Empirisisme muncul sebagai akibat ketidakpuasan terhadap superioritas akal.

c)       Kritisisme: pengetahuan manusia merupakan sintesa antara apa yang secara apriori sudah ada dalam kesadaran dan pikiran dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman/aposteriori (Immanuel  Kant 1724-1804)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline