Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Gejolak Perbatasan: Dialog Terbuka Masyarakat Adat dengan TNBK Berakhir Penyegelan Kantor TNBK

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sabtu, 07  Mei 2011 bertempat di aula serba guna Paroki Santo Martinus diadakan dialog terbuka antara masyarakat adat sekecamatan Embaloh Hulu dengan pihak pengelolah Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). Dialog ini bertujuan untuk mencapai kata sepakat tentang pengelolaan kawasan TNBK yang berada di wilayah masyarakat adat Tamambaloh dan Iban di Kecamatan Embaloh Hulu di mana masyarakat adat mengharapkan terlibat langsung dan aktif dalam pengelolaan kawasan tersebut.

Doa Adat oleh Kedua Temenggung: Tamambaloh dan Iban

Acara dialog dimulai dengan acara adat “Menyauti” yang dipimpin oleh kedua Temenggung dari Tamambaloh: Pius Onyang dan dari Iban:  F. Tigang. Menyauti berarti upaya memanggil semua roh leluhur dari generasi pertama peletak tatanan masyarakat adat Tamambaloh dan Iban termasuk yang pernah menjajaki dan pernah berdiam di wilayah perhuluan Sungai Embaloh (yang menjadi kawasan TNBK saat ini). Mereka diundang dengan menggunakan beras kuning dan hewan kurban untuk hadir, menuntun, dan membimbing masyarakat adat dan pihak pengelolah TNBK dalam dialog terbuka agar tercapai kata sepakat bagi kedua belah pihak. Roh leluhur diundang untuk menjernihkan hati dan pikiran para peserta dialog agar sungguh-sungguh lurus dan benar. Karena itu, didoakan juga bahwa apabila di antara peserta diskusi  yang hadir dengan niat yang tidak baik dan tidak murni, maka sebuah kutukan akan menyertai hidupnya selanjutnya.

Acara adat di depan aula serba guna berjalan sekitar 1 jam. Setelah acara adat, para peserta dialog baik dari pihak pengelolah TNBK, unsur pemerintahan Kecamatan Embaloh Hulu, unsur kepolisian Resort Kapuas Hulu, dan tokoh-tokoh masyarakat adat baru diperkenankan masuk ke dalam aula.

Sekretaris Temenggung Membacakan Aspirasi Masyarakat Adat

Berdasarkan format acara yang disusun oleh panitia dialog: perwakilan masyarakat adat akan diberikan kesempatan pertama kali oleh pembawa acara untuk menyampaikan aspirasi yang telah disusun secara tertulis. Kemudian baru ditanggapi oleh pihak pengelolah TNBK. Alur ini menjadi berubah ketika masyarakat adat melihat bahwa yang hadir mewakili pihak pengelolah TNBK bukanlah orang yang ditunggu-tunggu kehadirannya. Masyarakat adat sangat mengharapkan kehadiran kepala wilayah I Mataso, Ir Ahamad Yani dan Kepala Balai Besar TNBK. Karena kedua tokoh yang dimaksudkan tidak hadir maka dialog untuk sementara diskors sambil para peserta ngopi sejenak sambil panitia dan beberapa tokoh masyarakat adat menyepakati ulang jadwal acaranya. Dalam rapat singkat ini diputuskan bahwa acara dialog tetap dialanjutkan seperti yang direncanakan, namun dengan beberapa konsekuensi bagi pihak pengelolah TNBK karena masyarakat adat merasa dibohongi dan dikecewakan oleh ketidakhadiran kedua tokoh TNBK yang sangat mereka harapkan di atas.

Diskusi dilanjutkan kembali dengan pembacaan aspirasi masyarakat adat yang diwakili oleh Pak Sigam. Aspirasi ini terdiri dari tiga bagian besar. Bagian pertama dipetakan secara historis bahwa masyarakat adat Tamambaloh dan Iban telah secara turun-temurun mewarisi lokasi TNBK sekarang ini sebagai  wilayah adat yang memang dilindungi atau dilestarikan secara turun-menurun bahkan sebelum leluhur mereka mengenal kata “konservasi.”  Dengan demikian, secara turun-temurun masyarakat adat mempunyai kearifan lokal dalam menjaga dan melestarikan kawasan adat. Bagian kedua dipetakan kondisi setelah kehadiran TNBK di wilayah adat masyarakat. Masyarakat merasakan tidak dibatkan secara aktif dan partisipatif oleh pihak TNBK dalam pengelolaan kawasan adat yang telah diperuntukan bagi konservasi (wilayah perhuluan sungai). Masyarakat malah merasakan dijadikan sebagai objek di mana TNBK datang dengan berbagai program pemberdayaan yang tidak menyentuh kebutuhan masyarakat adat. Oleh karena itu, pada bagian ketiga dari aspirasi yang dibacakan tersebut, masyarakat adat menginginkan adanya pengakuan dari TNBK atas keberadaan masyarakat adat dan hak masyarakat adat dalam pengelolaan bersama kawasan adat mereka yang telah diperuntukan bagi konservasi. Di sini, masyarakat menghendaki adanya model kerja sama sinergis antara keduanya dalam pengelolaan kawasan di mana masyakat adat dilibatkan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi  progaram-program pengelolaan kawasan TNBK. Karena itu, masyarakat adat juga menyiapkan sebuah draft nota kesepakatan bersama yang diharapkan ditandatangani oleh pihak pembuat keputusan di perwakilan TNBK yang hadir yang isinya terdiri dari:

1.Bahwa secara historis, seluruh kawasan TNBK merupakan wilayah adat Masyarakat Adat.

2.Bahwa Masyarakat Adat sudah turun-temurun menjaga, memanfaatkanwilayah TNBK DAS Tamambaloh, DASLabian, Dan sepanjang Jelai Lintang serta Das Apalin secara lestari.

3.Bahwa TNBK hadir di wilayah hak ulayat Masyarakat Adathanyalah sebagai pendukungMasyarakat Adat dalam mengelola kawasan adat yang telah diperuntukan bagi konservasi.

4.Dengan demikian, masyarakat adat adalah pelaku utama dalam pengelolaan seluruh wilayah adat yang dilindungi dengan kearifan lokal yang dimiliki, dan kehadiran TNBK membantu dan memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan kawasan adat yang dilindungi tersebut.

5.Karena itu TNBK adalah mitra masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan adat yang diperuntukan bagi konservasi.

6.Oleh karena itumasyarakat adat sebagai penentu berbagai kebijakan, terutama berkaitan dengan zonasi yang salama ini sering menimbulkan salah paham antara masyarakat dengan pihak TNBK.

7.Bahwa wilayah adat yang telah dikonservasi tersebut diatas mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, serta pembuatan kebijakan -kebijakan terkait dengan pengelolaan melibatkan masyarakat adat secara langsung.

8.Point 1 – 7 diatas harus sudah terealisasi secara nyata dalam kurunwaktu satu minggu, jika tidak maka pernyataan sikap yang kami sampaikanakan berlakudan bersifat permanen ( tidak akan berubah).

Setelah pemaparan aspirasi oleh perwakilan masyarakat adat, pihak TNBK diberikan kesempatan untuk menanggapinya. Pak Unang Suwarman (Kepala Bidang Teknis wilayah I – II Taman Nasional Betung Kerihun) yang mewakili pihak TNBK menjelaskan bahwa beliau menyambut baik aspirasi masyarakat adat. Akan tetapi, beliau mengakui bahwa dia pun orang baru di wilayah Kapuas Hulu (baru 2 bulan ditugaskan di Kapuas Hulu). Karena itu, dia pun tidak punya kuasa untuk menandatangani nota kesepakatan yang ditawarkan masyarakat adat. Kapasitasnya hanya menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat adat ke pusat untuk ditindaklanjuti di tingkat pusat.

TNBK dijauhi Hukum Adat 4 Kale Tau oleh Temenggung

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline