Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Masyarakat Kecamatan Embaloh Hulu Menolak Perkebunan Sawit di Wilayahnya

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ekspansi perusahaan perkebunan Kelapa Sawit di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia semakin menguat, tidak terkecuali di perbatasan antara Kabupaten Kapuas Hulu dan Malaysia. Di daerah Badau, Puring Kencana, dan Nanga Kantuk, serta Lanjak sudah mulai tampak geliat pengembangan perkebunan kelapa sawit berskala besar. Di tengah proses pengembangan perkebunan ini, mulailah terdengar keluhan warga masyarakat setempat (Suku Dayak) berkaitan dengan berbagai dampak negatif yang mereka rasakan setelah masuknya perusahaan perkebunan Kelapa Sawit, misalnya: semakin sulit menemukan air bersih, makin sulit mencari kayu bakar, makin sulit untuk berladang secara tradisional karena upah harian mereka dari perusahaan ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup harian.

Kisah-kisah dari warga masyarakat sederhana ini juga sampai di telinga masyarakat Kecamatan Embaloh Hulu yang juga bertetangga langsung dengan wilayah-wilayah tersebut. Masyarakat Embaloh Hulu pun mulai gelisah dan cemas kalau-kalau perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit juga akan memperluas wilayah produksinya ke Kecamatan Embaloh Hulu.

Sebagai respon terhadap kegelisahan warga masyarakat adatnya, maka kedua Temenggung (Pimpinan Masyarakat Adat Tingkat Kecamatan) baik yang dari Dayak Tamambaloh maupun Dayak Iban mengundang beberapa tokoh adat dan tokoh masyarakat untuk membahas kemungkinan terbaik untuk menanggapi keresahan masyarakat adat kedua suku yang merupakan mayoritas penduduk di Kecamatan Embaloh Hulu (tuan tanah). Melalui rapat konsolidasi bersama pada tanggal 17 Februari 2011 di kediaman Temenggung Tamambaloh diputuskan akan diadakan rapat akbar yang melibatkan seluruh elemen masyarakat sekecamatan Embaloh Hulu yang rencananya akan diselenggarakan sehari pada 23 Februari 2011.

Sesuai rencana bersama tersebut, terjadilah pertemuan sehari yang dihadiri oleh 200-an tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama yang hadir mulai dari kampung Laurugun, Mungguk, Sei Ute, Pulan, Ungak, Apan, Sei Tebelian, Kerangkang, Mataso, Madang, Sadap, Kelayam, Pinjauan, Belimbis, Bukung, Keraam, Banua Martinus, Banua Ujung, Teliai, Ulak Batu, Nanga Liu, Nanga Sungai, Paat, Ulak pauk, sampai Pala Pintas. Hadir juga masyarakat dari DAS Mendalam, DAS Kapuas, dan DAS Labian. Diskusi sehari ini menghadirkan pembicara dari Lanting Borneo dan Lembaga Bela Banua Taliono (LBBT). Nara sumber dari Lanting Borneo memetakan secara umum dampak-dampak negatif bagi masyarakat setempat jika menerima perusahaan perkebunan Kelapa Sawit misalnya: 1) secara ekonomis: perkebunan kelapa sawit menguntungkan segelintir orang dan memelaratkan banyak orang terutama masyarakat sederhana; 2) dampak budaya: budaya masyarakat setempat akan hilang jika hutan yang terkait langsung dengan kehidupan budaya Dayak diganti tanaman sejenis yakni, sawit; 3) dampak sosial: akan terjadi konflik vertikal dan horizontal berkaitan dengan kepemilikan tanah dan masyarakat setempat kemungkinan besar kehilangan tanah selama-lamanya jika telah menyerahkan lahannya untuk dipakai perusahaan; 4) dampak ekologis: habisnya hutan, minimnya persediaan air bersih, punahnya banyak binatang termasuk sumber-sumber protein hewani masyarakat setempat (ikan sungai dan binatang hutan), dll.

Lembaga Bela Banua Talino memetakan mengenai posisi Hak Ulayat di Hadapan Hukum Positif. Dan melalui pemetaan ini, masyarakat diyakinkan bahwa menurut Konstitusi (UUD 1945) negara mengakui Hak Ulayat yang dimiliki oleh kelompok masyarakat adat tertentu. Karena itu, masyarakat adat Tamambaloh dan Iban berhak atas tanah, air, dan hutan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka secara turun-temurun. Akan tetapi, seringkali pengakuan akan hal ini di Indonesia oleh PERDA masih lemah dan belum ada.

Setelah kedua pembicara membeberkan informasi secara berturut-turut, kemudian dilanjutkan dengan sesi dialog bebas. Dialog berjalan alot dan kaya, karena masyarakat Embaloh Hulu yang kebanyakan sudah pernah berkuli di perkebunan Sawit di Malaysia dan di daerah lain di Kalimantan Barat juga menceritakan kisah-kisah betapa semakin sulitnya kehidupan masyarakat setempat ketika mereka telah menerima sawit. Ada yang menuturkan: "lebih baik kita menanam dan menoreh karet, daripada menanam sawit. Karena menanam karet jauh lebih menyejahterakan petani-petani lokal daripada menyerahkan tanah kepada pengusaha untuk ditanami sawit." Diskusi ini juga semakin memanas, ketika ada dari antara peserta yang mencoba mengatakan bahwa perusahaan sawit menciptakan lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan. Pendapat ini malah diserang hampir oleh sebagian besar forum. Diskusi ini berlangsung sampai pukul 15.00 WIBA.

Akhirnya di penghujung diskusi muncul kesepakatan bersama untuk membuat pernyataan sikap yang terdiri dari 7 sikap yang dikirimkan kepada Bupati Kapuas Hulu yang bunyinya sebagai berikut:

"BERDASARKAN RAPAT KOORDINASI BERSAMA SELURUH TOKOH MASYARAKAT ADAT DI KECAMATAN EMBALOH HULU PADA HARI INI, RABU, 23 FEBRUARI 2011, MAKA KAMI, MASYARAKAT ADAT KECAMATAN EMBALOH HULU KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT MENYATAKAN BEBERAPA SIKAP SEBAGAI BERIKUT :

1. MENOLAK PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN PERUSAHAAN BERSKALA BESAR LAINNYA DI WILAYAH MASYARAKAT ADAT KECAMATAN EMBALOH HULU;

2. MEMINTA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU UNTUK MEMBATALKAN IZIN-IZIN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN PERUSAHAAN BERSKALA BESAR LAINNYA DI WILAYAH MASYARAKAT ADAT KECAMATAN EMBALOH HULU;

3. MENUNTUT PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPRD) UNTUK MEMBUAT PERATURAN DAERAH YANG MENGAKUI KEBERADAAN MASYARAKAT ADAT (WILAYAH ADAT, HUKUM ADAT, DAN ADAT ISTIADAT);

4. MEMINTA PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU UNTUK MENGEMBALIKAN PERUNTUKKAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM KEPADA MASYARAKAT ADAT KECAMATAN EMBALOH HULU ;

5. MENUNTUT PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU MENGUBAH TATA RUANG WILAYAH YANG BERKAITAN DENGAN AREAL PENGUNAAN LAIN ( APL ) DI KECAMATAN EMBALOH HULU, SUPAYA PENGELOLAANNYA DIKEMBALIKAN KEPADA MASYARAKAT ADAT;

6. MENDORONG PERUMUSAN TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAPUAS HULU DENGAN MELIBATKAN PERAN SERTA MASYARAKAT ADAT;

7. BAGI MASYARAKAT ADAT YANG BEKERJASAMA DENGAN PIHAK PERUSAHAAN KELAPA SAWIT DAN ATAU PERUSAHAAN YANG BERSKALA BESAR LAINNYA DI WILAYAH KECAMATAN EMBALOH HULU, MAKA YANG BERSANGKUTAN DIKELUARKAN HAK-HAKNYA SEBAGAI MASYARAKAT ADAT DI KECAMATAN EMBALOH HULU."

Pernyataan sikap bersama ini ditandatangani oleh seluruh tokoh masyarakat dan tokoh adat sekecamatan Embaloh Hulu. Mereka akan berpegang teguh pada pernyataan sikap bersama ini demi keberlangsungkan hidup anak cucu mereka di kemudian hari. Intinya, mereka tidak mau dengan diserahkannya tanah untuk dikelolah olah pihak swasta, mereka dan anak cucunya dengan terpaksa harus menjadi kuli di tanah mereka sendiri.

Masyarakat berharap bahwa pemerintah daerah maupun pusat dapat mengindahkan aspirasi mereka, jika masih menghargai keberadaan mereka sebagai masyarakat adat dengan hak-hak yang melekat pada mereka menurut konstitusi.








BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline