Lihat ke Halaman Asli

Cerpen: Rindu Kampung Halaman

Diperbarui: 14 Mei 2021   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Ilustrasi: Fajar Arianto

Aroma khas meja, bangku, dan lemari jati ruang keluarga rumah ibu, mengenang kembali masa kecil hingga remaja tertanam dibenakku tak mungkin terhapus.

Di rumah ini aku tinggal bertiga bersama ibu dan Noni adikku. Kami berdua putri ibu Ening. Sejak aku kuliah di Jakarta, langsung merintis pekerjaan sebagai wartawati sebuah koran ternama di Indonesia. Sedangkan Noni, usai lulus SMA di Cirebon juga merantau ke Jakarta dan melanjutkan kuliahnya.

Hari ini aku dan Noni mempunyai kesempatan bersama mengunjungi ibu di Cirebon tanah kelahiran kami. Liburan kali ini, sudah direncanakan sejak tiga bulan lalu. Dari kesibukkan yang teramat padat, aku dan Noni sepakat mengatur jadwal libur agar bisa pulang ke kampung halaman bersama-sama.

Suara bel dan pengumuman stasiun kereta api Cirebon hanya berajarak seratus meter dari rumah ibu. Bel dan pengumuman itu merupakan kenangan terindah bagi kami yang setiap hari menggaungi seluruh isi rumah. Seperti biasa, malam takbiran kami berkumpul di ruang makan yang dindingnya dihiasi sederet fotoku bersama Noni saat kecil. Di ruang keluarga rumah ibu juga terdapat sebuah cermin kuno "raksasa" setinggi tiga meter.. Cermin itu merupakan saksi bisu keluarga kami turun-temurun berkaca di depan cermin antik itu. Belum lagi lukisan kuno  menghiasi sepanjang dinding yang lebih tinggi dari dinding rumah moderen.

Kami berbagi cerita masa indah bersama bapak ketika masih hidup dalam rumah kenangan ini. Mengenang masa kecilku dan Noni, tentu membuat kami tak berhenti tertawa. Kenangan Noni gemar bersepeda di sekitaran parkiran mobil stasiun. Sedangkan kegemaranku adalah jajanan khas sega jamblang beserta lauk pauknya yang super nikmat digelar di pinggir jalan.  Rasanya, tak pernah puas saking banyaknya pedagang makanan keliling langganan lewat depan rumah.

Selain melepas rindu bertandang ke rumah ibu. Wisata kuliner sekitaran rumah menambah semangat kami pulang ke kampung halaman.

“Ngomong-ngomong perut Asih keroncongan. Ibu masak apa?” Tanyaku ke ibu sambil tertawa saking serunya kami bernostalgia.

“Ibu buatkan nasi lengko dan cumi blekutek kesukaan kalian,” kata ibu sambil menata masakannya di atas meja kayu kuno.

Bagai angin yang berhembus sejuk, melihat ibu meski tidak muda lagi tersenyum bahagia sibuk menyajikan makanan kesukaan anak-anaknya. Begitu hangat tatapan ibu ketika melirik kepadaku. Aku balas senyum ibu dengan wajah polosnya.  

“Mmmm … Akhirnya, ini makasan favorit hadir juga. Nasi lengko dan cumi blekutek asli Cirebon ala chef Ening,” sahut Noni tertawa lantas membuka piring untuk menyantapnya.

Suasana hangat di ruang makan inilah terwujud setiap tahun. Seolah me-reset semua beban pikiran dan keletihanku berjibaku di kota metropolitan yang tak pernah tidur. Apalagi baru tahun ini kami baru sempat bertandang ke rumah ibu. Kepenatan tinggal di kota metropolitan dengan segala aktivitasnya, terbayar kontan setelah tahun ini bisa berkumpul lagi di rumah yang sarat kenangan bersama ibu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline