Lihat ke Halaman Asli

Berhenti Menjadi People Pleaser Itu Tidaklah Sulit

Diperbarui: 20 Desember 2023   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Rasa sakit terdalam yang pernah saya rasakan adalah menyangkal perasaan saya sendiri untuk membuat orang lain nyaman." --Nicole LyonsApakah kamu pernah merasa tidak enakan ketika ada seseorang yang meminta bantuanmu? Atau enggan untuk menyampaikan sesuatu yang kamu inginkan? Jika iya, berarti kamu merupakan seorang people pleaser. Sebenarnya, baik kepada orang lain dan membuat orang-orang di sekitarmu nyaman serta senang denganmu itu tidak masalah. Tetapi, kebanyakan orang cenderung menjadi people pleaser artinya mereka lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Menjadi people pleaser akan merugikan diri sendiri dan tentunya berdampak buruk. People pleaser sering kali dimaknai oleh orang-orang sebagai seseorang yang tidak bisa menolak permintaan orang lain. Apakah pernyataan tersebut benar? Karena itu, yuk kenali apa itu pople pleasur? d pean bagaimana cara mengatasinya?

People Pleaser itu apa, sih? Menurut Susan Newman, seorang psikolog yang berbasis di New Jersey, seperti dilansir Psychcentral, menyatakan bahwa people pleaser akan meletakkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri. Menurutnya ini adalah perkara kebiasaan dari seseorang yang berasal dari keinginan untuk merasa penting dan ingin berkontribusi bagi orang lain. Lebih lanjut, seorang people pleaser akan mendapatkan rasa aman dan percaya diri lewat persetujuan orang lain. Mereka perlu agar orang lain menyatakan atau menunjukkan bahwa mereka berharga untuk bisa percaya diri. Apabila ia tidak mendapatkan penerimaan atau pengakuan dari orang lain, seorang people-pleaser akan merasa minder, bingung, dan pada tahap tertentu merasa diri tidak pantas serta kurang baik. People pleaser selalu mencari pengakuan dari orang lain, dan tanpa disadari hal tersebut dapat merusak diri sendiri. 

Mereka akan takut mengekspresikan diri mereka karena tidak mau dianggap aneh, atau tidak sesuai dengan orang kebanyakan. People-pleaser selalu ingin tampil sebagai orang yang rapih, ramah, supel, murah hati, dan ringan tangan dalam membantu, kreatif, menyenangkan, peduli, dan hangat, serta cenderung ingin populer. People-pleaser sulit berkata "tidak" jika dimintai tolong, bahkan hal itu bisa saja merugikan dirinya sendiri. Menurut Leon F Seltzer, psikolog di Evolution of the Self menyatakan bahwa akar dari sikap tersebut adalah dari lingkungan keluarga. Biasanya orang tua menuntut agar anak-anak mereka menjadi orang yang baik, dan selalu dapat menjadi kebanggaan. Orang tua yang selalu menginginkan agar anaknya terlihat kuat dan dapat selalu menjadi contoh, tanpa melihat adanya kebutuhan anak untuk dikasihi dan menjadi diri sendiri

Dulu, saya merupakan seorang people pleasur yang tidak enak jika diminta bantuan atau pertolongan jadi saya mengiyakan saja karena tidak enak. Pertolongan yang diminta oleh teman saya yaitu berupa tethering hotspot. Bukannya pelit atau gimana namun, kadang mereka kalau sudah tethering hotspot itu tidak tau diri. Bilangnya buat whatsapp saja tapi malah buka-buka yang lain, seperti tiktok, instagram, youtube, download permainan, dan sebagainya.  Kalau buka yang lain selain whatsapp, data saya jadi cepat habis. Yang artinya saya harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli paket data.

"Ketika Anda mengatakan ya kepada orang lain, pastikan Anda tidak mengatakan tidak pada diri sendiri." -- Paulo Coelho 

Terkadang dalam hati saya merasa keberatan akan hal yang diminta. Namun, saya mengiyakan apa yang mereka minta tetapi saya mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakkan dari teman-teman. Seperti, mereka jadi seenaknya saja terhadap saya. Karena mereka tau saya tidak enakan jadi mereka lebih meminta tethering ke saya dibandingkan ke yang lainnya. Udah paket data tipis, mana gitu ketika tetheringbukanya macem-macem lagi. gimana ga merasa keberatan coba? Kalau saya anak Raffi Ahmad jangankan tethering, paket data pun nanti saya belikan yang banyak untuknya biar tidak tethering-tethering lagi. Kalau masih kurang saya belikan se-pabrik-pabriknya. Meskipun dalam hati saya begitu tapi tetap saya iyakan karena merasa tidak enak jika tidak dikasih. 

Menurut penjelasan Dosen Fakultas  Psikologi UGM, Smita Dinakaramani, S.Psi., M.Psi., Psikolog.,  menjelaskan Ciri dalam diri orang dengan people pleaser adalah memprioritaskan kepentingan maupun perasaan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Bahkan, jika hal tersebut merugikan dirinya sendiri tidak menjadi persoalan bagi people pleaser. "People Pleaser akan menaruh kebutuhan diri sendiri pada urutan paling akhir. Perasaan, kebutuhan, serta opini diri tidak lebih penting dari orang lain." Ada banyak penyebab atau faktor pendorong mengapa mereka menjadi people pleaser. Salah satunya, kepercayaan diri (self esteem) yang rendah "Orang-orang dengan kepercayaan diri rendah kalau mengatakan Yes merasa jadi berguna, tetapi jika menyatakan No jadi merasa tidak berguna." Faktor lain, sikap people pleaser ditujukan untuk menghindari konflik dengan orang lain. Untuk menghindari konflik yang dilihat sebagai perbedaan menjadikan people Pleaser berusaha menyamakan pendapatnya dengan orang lain. "Semua motifnya ya agar semua suka."

Terdapat beberapa cara yang cukup efisien menurut beberapa ahli tentang bagaimana caranya seorang people pleaser untuk keluar dari kebiasaannya ini. Pertama, jujur dengan perasaan sendiri. Entah itu saat dimintai pertolongan atau melakukan sesuatu yang dirasa tidak nyaman. Selain itu, jangan lupa ucapkan kata maaf saat menolak, karena mungkin orang lain belum terbiasa dengan penolakan dari seorangpeople pleaser dan beri sedikit penjelasan yang dapat diterima orang lain. "Jika Anda sibuk menyenangkan semua orang, Anda tidak jujur pada diri sendiri" -- Jocelyn Murray

Kedua, belajar untuk menghargai dan mencintai diri sendiri. Cintai diri sendiri dan kembangkan potensi yang ada di dalam dirimu. Menolong orang lain memanglah perbuatan yang baik. Namun, kamu tidak perlu berlebihan sampai merelakan segala cara dan mengesampingkan diri sendiri. Tanamkan dalam hati dan pikiran bahwa kamu bukanlah alat pembahagia orang lain. Kamu juga harus sadar bahwa kamu bukan hidup untuk orang lain. Carilah kebahagiaanmu sendiri tanpa mengedepankan kepentingan siapa-siapa. Orang lain bisa datang dan pergi. Jadi, bukan orang lain yang perlu kamu cintai, dirimu sendirilah yang paling layak diutamakan. Kamu tidak bisa memaksakan respons orang lain terhadap apa yang kamu perbuat. Jika ternyata orang yang kamu bantu sulit untuk puas dengan pekerjaanmu, kapan kamu bisa merasa bahagia? Jadi, carilah sesuatu dari dirimu dan untuk dirimu seorang yang bisa membahagiakanmu, tanpa membutuhkan orang lain. "Jangan menjadi orang yang menyenangkan jadilah orang yang menyenangkan diri sendiri. Itu bukan ego itu disebut harga diri." -- Preeta Gupta

Jujur terhadap perasaan diri sendiri memang tidak mudah, seperti kita ingin menyatakan cinta kepada orang yang kita suka. Tidak mudah bukan? Ya, itu sama seperti mengatakan "tidak" jika ada orang yang meminta pertolongan tapi, kamu tidak bisa membantu ataupun keberatan.  Tidak enak juga bukan kalau kita membantu tapi dalam hati kita ada perasaan mengganjal?. Setelah saya fikir-fikir tentang sifat saya yang tidak enakan ini ternyata tidak enak juga dan sempat beberapa kali bergumam dalam hati "Seenaknya aja jadi orang, coba aja bukan temen", "Toh, mereka juga seenaknya kok gua ga bisa ya?". Mulai dari situ saya lumayan memberanikan diri untuk speak up tentang apa yang saya mau dan tidak. Dan ya, ternyata tidak seburuk dan sesusah yang dikira.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline