Tradisi Lebaran Ketupat
Semarak hari raya Idul Fitri masih terasa khidmatnya sampai sekarang ini, apalagi bagi masyarakat Pulau Jawa dan sekitarnya. Bagi mereka perayaan lebaran Idul Fitri tidak cukup hanya dengan satu kali perayaan saja pada tanggal 1 (satu) Syawal sebagaimana umumnya. Akan tetapi, semarak perayaan lebaran tersebut dijumpai kembali satu minggu setelahnya. Perayaan lebaran tersebut sering disebut sebagai Tradisi Kupatan atau Lebaran Ketupat. Tradisi tersebut jamak dijumpai pada warga masyarakat pulau Jawa khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah, mereka beramai-ramai melaksanakan puasa Syawalan sebagai upaya menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan sebelumnya. Atas dasar hal itu, warga masyarakat tersebut sudah turun-temurun melaksanakan tradisi Lebaran Ketupat, tepatnya pekan pertama setelah perayaan Idul Fitri 1 (satu) Syawal.
Jika ditelisik melalui rangkaian sejarahnya, lebaran ketupat ini sudah ada sejak zaman para Wali Songo yang tengah membawa ajaran agama Islam yang ramah terhadap budaya masyarakat Jawa kala itu. Tepatnya, ditemui sejak masa Sunan Kalijaga. Beliau kala itu memperkenalkan dua kali lebaran, yakni Idul Fitri dan Bakda Kupat. Bakda Kupat ini adalah cikal bakal dari tradisi Lebaran Kupat yang kita kenal saat ini. Sunan Kalijaga pada saat itu mensyiarkan ibadah puasa pasca bulan ramadhan, yakni puasa syawal selama enam sampai tujuh hari berturut-turut. Atas dasar itulah kemudian masyarakat muslim Jawa kala itu merayakan kembali perayaan lebaran setelah purna melaksanakan puasa syawal tersebut. Perayaan tersebut kemudian berlangsung turun-temurun tanpa putus sampai sekarang.
Seperti nama dari perayaannya; "Lebaran Ketupat", maka sudah barang tentu masyarakat muslim Jawa akan menghidangkan ketupat pada perayaan ini. Tentunya tak asing di telinga kita jika mendengar kata ketupat tersebut, makanan yang selalu menemani perjamuan kita manakala hari raya berlangsung. Ketupat sudah menjadi makanan ikonik yang didapati hari raya idul fitri berlangsung, apalagi dengan menelisik dari makna filosofisnya kata 'ketupat' sebenarnya berasal dari kata akronim 'kupat' yang berarti ngaku lepat yang dalam bahasa Indonesia adalah 'mengakui kesalahan'.
Biasanya budaya semacam ini diwujudkan dengan tradisi sungkeman, dimana seorang anak yang bersimpuh memohon maaf kepada orang tuanya mengakui kesalahan yang selama ini ia perbuat.
Tidak hanya itu, makna filosofis ketupat sendiri memiliki arti lain, yaitu sebagai penebusan dosa. Sebab sebagaimana bentuk anyaman rumit ketupat itu mencirikan insan muslim yang senantiasa berlumur dosa. Maka ketupat dipotong, lalu kemudian disantap khidmat oleh semua orang. Itu mencirikan bahwa dosa yang selama ini dipelihara oleh manusia harus ditebus dan dihapuskan agar kembali pada fitrah sucinya sebagai insan yang suci, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa.
Sajian kuliner ketupat biasanya dihidangkan bersama dengan opor ayam, soto atau rendang. Pun bisa ditemui pula lepet sebagai hidangan tambahan. Sebagian masyarakat jawa biasanya membuka pintu lebar-lebar rumahnya bagi siapa saja yang ingin bersilaturrahim mendatangi kediamannya. Atau biasanya juga mereka mengantarkan sajian ketupat beserta makanan lainnya kepada sanak saudara dan kerabat sebagai bentuk jiwa kebersamaan sesama keluarga.
Ada sesuatu hal yang menarik pada perayaan lebaran ketupat di berbagai tempat tertentu. Perayaan tersebut bermacam-macam tergantung kearifan lokal yang ada pada daerah tersebut, misalnya saja di Magelang. Warga masyarakat muslim di Magelang menyambut lebaran ketupat diisi dengan Festival Balon Syawalan, dimana setidaknya 150 balon diterbangkan serempak ke udara sebagai tanda Syawalan. Ataupun di daerah Pasuruan, ada yang unik dalam perayaan syawalan di Pasuruan. Jika beberapa daerah menyambutnya dengan berbagai macam ritus keagamaan, lain halnya dengan daerah satu ini. Warga masyarakat muslim Pasuruan menyambutnya dengan mengadakan lomba Skilot, seperti lomba berselancar diatas lumpur. Hal ini dimaksudkan untuk memeriahkan Syawalan bagi masyarakat Pasuruan tersebut. Tentunya, masih banyak lagi perayaan-perayaan Syawalan di berbagai daerah lainnya dan pastilah memiliki corak khasnya masing-masing.
Tradisi lebaran ketupat ini haruslah dilestarikan, jangan sampai hilang ditelan zaman lapuk dimakan waktu. Hal ini membuktikan bahwa tradisi keagamaan Islam di Indonesia mempunyai corak khasnya tersendiri dan bersinggungan secara harmonis dalam kebudayaan masyarakat Indonesia. Membuktikan pula bahwa Islam di Indonesia sangat pula ramah terhadap budaya plural bangsa Indonesia. Tentu ini menjadi hal istimewa yang dimiliki oleh kita semua dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita penganut agama Islam yang ada di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H