Lihat ke Halaman Asli

Menulis, Antara Craft dan Art

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1329492418804413707

-Pengantar untuk buku Genius Menulisku.

Kreatif menulis itu butuh proses. Selain butuh proses waktu, juga butuh keuletan tersendiri. Bekal utamanya ialah ketekunan, kesabaran dan kecerdasan. Tekun artinya kesanggupan untuk terus bekerja mengatasi segala kerumitan, sadar artinya sanggup untuk berproses dalam jangka waktu panjang, dan cerdas artinya harus siap menjadi pembelajar sepanjang hidup.

Ketiga hal tersebut bisa ketahui, bisa dipelajari dan bisa diwujudkan selama kita memiliki optimisme untuk berhasil. Ada banyak cara untuk menjadi manusia pembelajar terkait dengan profesi kita menjadi seorang penulis. Bisa secara otodidak, rajin ikut pelatihan, hobi diskusi dengan para senior, membaca buku karya orang lain, dan belajar hidup dan kehidupan dari para penulis senior.

Hadirnya buku Genius Menulis ini saya tulis sebagai bagian dari pemenuhan hajat belajar tersebut. Niatan saya menulis buku ini sederhana, yakni berbagi tentang pengalaman proses kreatif, mengatasi persoalan hidup penulis, dan memahami ruang lingkup kehidupan yang pasti akan dialami para penulis.

Saya mengambil bagian utama pada wilayah inspirasi dan motivasi. Dengan mengambil dua jalur tersebut saya ingin membagi pengalaman dari diri saya sendiri, dari teman-teman penulis lain, dan juga ide-ide kreatif dari beragam literatur.

Hal ini menurut saya penting karena profesi penulis, atau setidaknya kegiatan tulis-menulis, tidak melulu bekerja dalam wilayah kerajinan (craft), melainkan melibatkan wilayah seni (art) yang penuh dinamika dan kreatifitas, bahkan melibatkan  sisi batiniah sang penulis.

Menjaga keseimbangan bekerja pada wilayah craft dan art sangat penting dimiliki oleh setiap penulis. Selain dituntut cerdas secara akliah, kita juga mesti peka dari sisi batiniah karena di sanalah tempatnya spiritualitas kehidupan penulis berlangsung. Dua pilar inilah yang akan banyak menolong ide/imajinasi mendarat dalam bentuk teks secara produktif.

Beberapa keseimbangan lain yang perlu dijaga, di antaranya; menyeimbangkan pikir dan batin, menyeimbangkan materi dan rohani, menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri, menyeimbangkan gizi makanan dan gizi intelektual.

Apa yang melatarbelakangi penulisan buku ini bukan karena saya sudah cerdas dan hebat, melainkan saya sadar sepenuhnya dunia penulisan sepenuhnya “proses”. Karena ini merupakan wilayah proses, saya mengajukan pertanyaan radikal kepada diri saya sendiri; “kalau urusan menulis proses, maka sebaiknya dibagikan saja pengalaman itu, siapa tahu berguna dan bersiaplah untuk salah. Tak perlu sakit hati jika dikritik dan dicela, tak perlu bangga pula jika mendapat sanjungan.”

Saya menulis sejak remaja. Saya lakukan semata-mata karena saya ingin bisa menulis sebagaimana para penulis hebat menghasilkan karya yang saya baca. Tak terhitung jumlah penulisnya. Nama-nama besar penulis di masa remaja dulu masih mudah saya kenang. Di antaranya bisa saya disebutkan secara refleks,  Koping Ho, Hamka, K.H Syaefudin Zuhri, Kuntowidjoyo, Emha Ainun Najib, Arief Budiman, Jalaludin Rakhmat, Goenawan Mohamad, Ariel Heryanto, W.S Rendra dan lain sebagainya.

Sebagian memang para intelektual dan sastrawan karena kala itu saya sangat terobsesi menjadi ilmuwan, terutama untuk urusan agama dan politik. Sayangnya, sampai sekarang keinginan itu tidak ada yang tercapai. Tetapi saya masih bersyukur karena saya masih hidup, ternyata bisa menulis rutin untuk media massa dan bahkan beberapa buku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline