Lihat ke Halaman Asli

Faiza Salsabila Shafa

Mahasiswa Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

Pola Adaptasi Ekologi Budaya Kelompok Talang Mamak, Pendatang Melayu, dan Pendatang Jawa di Jambi

Diperbarui: 29 November 2022   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Steward, Ekologi budaya adalah proses manusia dalam beradaptasi dengan suatu lingkungan untuk bertahan hidup, yang dapat dilihat berdasarkan faktor kebudayaan masyarakat. Menurutnya manusia memiliki corak yang unik dan khas, salah satunya yaitu proses perkembangan budayanya yang benar-benar sesuai dan cocok dengan masyarakat setempat. 

Ekologi budaya digunakan untuk mempelajari dan memahami bagaimana manusia melakukan adaptasi dengan lingkungan yang ditempatinya. Ekologi budaya dipahami secara empiris sebagai fitur budaya yang utama untuk pemanfaatan lingkungan, dimana proses bertahan hidup atau cara penghidupan dipengaruhi oleh budaya setempat. 

Misalnya, dalam masyarakat berburu, mereka tahu cara bertahan hidup dengan pola sebagaimana mestinya. Juga sama halnya dengan kalangan penduduk yang sudah mengenal sistem pertanian, sehingga terciptanya berbagai macam teknologi pertanian yang lebih modern. Steward dalam bukunya yang berjudul "Theory of Cultural Change" tahun 1955 merumuskan beberapa unsur pokok pada studi ekologi budaya, yaitu pola perilaku yang meliputi kerja dan teknologi yang dicapai di dalam proses pemanfaatan atau pengolahan lingkungan.

Perkembangan ekologi budaya dari 3 komunitas (Talang Mamak, Pendatang Melayu, dan Pendatang Jawa) ini terjadi dalam waktu yang berbeda-beda dan melalui proses yang panjang. Mulai dari kedatangan setiap komunitas yang berbeda karena memiliki asal-usul yang berbeda dari tiap masyarakat. Diawali oleh komunitas Talang Mamak yang lebih dulu datang ke area TNBT atau Taman Nasional Bukit Tiga Puluh yang diakibatkan penjajahan oleh Belanda di tanah Riau tahun 1964. TNBT merupakan lokasi yang digunakan komunitas untuk beraktivitas mencari sumber penghidupan. 

Kemudian disusul oleh datangnya Pendatang Melayu di Kawasan TNBT yang diakibatkan oleh pemekaran wilayah di tahun 1990 dan terakhir disusul oleh Pendatang Jawa yang diakibatkan oleh program migrasi. Asal-usul dari ketiga komunitas tersebut menandakan berlangsungnya proses adaptasi dari masing-masing masyarakat.

Sebagian besar sumber penghidupan tiga komunitas ini adalah masyarakatnya bekerja sebagai petani, khususnya yaitu petani karet. Pola adaptasi yang dilakukan 3 kelompok masyarakat ini untuk strategi melakukan cocok tanam yaitu, yang pertama masyarakat Talang Mamak belajar dari para pendatang dan menguasai cara bertanam yang diperoleh dari sekolah lapangan. Kedua masyarakat Pendatang Melayu bekerja sebagai buruh di kebun dan juga ada yang mengikuti sekolah lapangan.

Ketiga, Pendatang Jawa diawali dengan belajar bersama orang Pendatang Melayu lewat usaha buruh yang bekerja di kebun. Perbedaan tiap  masyarakat dalam belajar tanam karet inilah yang memengaruhi pola penyesuaian terhadap nafkah dan menunjukkan kestabilan nafkah yang berbeda pula. Artinya masih ada pihak yang mempertahankan budaya cocok tanam yang terdahulu (Talang Mamak), terdapat juga kelompok yang beralih nafkah (Pendatang Melayu) dan ada juga pihak yang mengadaptasi cocok tanam modern (Pendatang Jawa).

Pola adaptasi selanjutnya yaitu masyarakat kelompok yang beralih nafkah. Maksud dari alih nafkah ini adalah untuk mendapatkan keuntungan, hal tersebut ditandai dengan sistem pertanian yang sifatnya modern. Produksi pertanian prosesnya dilakukan mandiri dan mulai menerapkan sistem upah. Kondisi ini terlihat dari pendatang Melayu yang melakukan alih fungsi dari ladang ke kebun sawit. Ada sebagian masyarakatnya yang juga memilih berjualan karet dan bekerja menjadi buruh perkebunan karet. 

Pola adaptasi yang terakhir yaitu kelompok masyarakat lebih menyesuaikan dengan nafkah baru. Pola ini berbeda-beda di setiap kelompok masyarakatnya dan ditandani oleh beberapa hal. Perbedaan dalam pola penyesuaian nafkah baru ini menerapkan prosedur yang telah dikemukakan oleh Steward.

Dari perbedaan-perbedaan yang ada dalam setiap kelompok komunitas tersebut, maka terciptanya tipologi komunitas yang beragam pula. Steward menyatakan bahwa tiap masyarakat yang terdapat di wilayah tertentu membawa pola budayanya masing-masing sekaligus menyesuaikan budaya lain yang terdapat di tempat mereka tinggal. Perbedaan yang dimaksud dalam komunitas ini adalah mengenai perbedaan dalam pencarian penghidupan, pemanfaatan lahan dan pola hubungan yang ditampilkan di setiap komunitas.

Fitur budaya yang dikemukakan oleh Steward dalam penelitiannya menampilkan dasar penciptaan 3 komunitas, diantaranya yang pertama yaitu, Forest Dependent Community yang cocok untuk masyarakat Talang Mamak, masyarakatnya yang tinggal di wilayah desa sekitar hutan membuat masyarakatnya memanfaatkan hutan sebagai sumber penghidupannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline