Lihat ke Halaman Asli

Tidak Sekadar Menghilang

Diperbarui: 28 Februari 2021   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada tahun 2020 akhir hingga awal-awal 2021 tren penggunaan kata ghosting kian meningkat. Kata yang jika diterjemahkan menjadi "menghilang" ini pun digunakan beramai-ramai dalam beragam konteks. Awalnya, ghosting ini digunakan untuk konteks hubungan, tetapi meluas menjadi kolega atau mitra kerja.

Penyebab orang melakukan ghosting tentu bermacam-macam dan tidak bisa dijadikan basis kecurigaan. Ada yang ingin keluar dari hubungan yang menyakitkan, ada yang sekadar bosan, atau malah menjadikannya hobi. Terserah pada pelakunya.

Banyak orang menyampaikan ghosting dalam perilaku. Namun, dalam tulisan ini saya ajak untuk merefleksikan ghosting dalam ranah mitra atau pertemanan.

Sebagai makhluk sosial, kita wajib membina hubungan dengan manusia lainnya. Hubungan tersebut tentu bergradasi, mulai dari sekadar kenal, akrab, atau seperti saudara kandung. Namun, tak ayal, hubungan tersebut harus diakhiri otomatis karena sudah jarang bertemu.

Saya sampaikan konteks yang umum dibicarakan, yaitu ketika tetiba ada teman yang muncul setelah ghosting sekian lama. Kehadiran teman tersebut meminta pertolongan Anda dan karena dasar pikiran bahwa kita adalah manusia sosial kita menolongnya.

Setelah Anda menolong, teman tersebut tetiba bersatu dengan alam, menghambur kabarnya bak tertiup angin lalu. Teman tersebut tidak pernah bertegur sapa dengan Anda bahkan melalui media sosial. Anda ingin menagih janji teman tersebut, tetapi tidak memiliki medium untuk berkomunikasi. Seolah hidup sudah berbeda alam dengan teman tersebut.

Ghosting ini ternyata sudah terjadi tidak hanya di hubungan percintaan, tetapi meluas. Konteksnya kian melebar karena fleksibelnya makna kata ini yang tidak membatasi konteks. Cambridge memberi makna 'a way of ending a relationship with someone suddenly by stopping all communication with them.'

Hubungan kekerabatan manusia lambat laun harus berakhir. Apa yang diawali pasti harus diakhiri. Baik itu secara fisik, psikis, dan kenangannya. Namun, tidak etis jika menghilang dengan tanggungan. Kehilangan tersebut akan lebih baik tidak sekadar hilang, tetapi menuju ke arah"moksa" yaitu lepas dari segala hal-hal negatif menuju keparipurnaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline