Sebagai Pelaut, berganti kapal sudah menjadi hal yang wajar, pernah dalam satu tahun kontrak, saya mengalami 2-4 kali penempatan dikapal berbeda. Hal itu tidak enak, karena proses adaptasi yang tidak bisa berlangsung cepat. Butuh waktu paling tidak 3 bulan untuk benar-benar “setangan” dengan suasana yang baru tersebut.
Sekarang sudah tidak lagi dikapal niaga, tapi masih tetap menjadi pelaut di Kapal Negara. Pengalaman berganti kapal itu sedikit memberikan pengetahuan subyektif dari berbagai Negara produsen kapal, misalnya kapal buatan Eropa cenderung lebih lega dari sisi Akomodasi dari pada kapal buatan Asia seperti Jepang, China dan Korea yang lebih cenderung membesarkan dibagian muatannya (palkah).
Satu hal juga yang jadi perhatian saya adalah jumlah Asbak. Di bererapa kapal buatan Asia, Asbak tidak disediakan secara permanen, artinya tidak menjadi bagian dari Interior kapal, ada tapi tidak banyak. Sementara kapal buatan Belanda yang satu ini banyak sekali dijumpai Asbak yang menjadi bagian dari Interior Kapal. Sepertinya merokok sangat dianjurkan oleh si pembuat kapal.
#foto kapal yang dimaksud#
#Ini adalah Anjungan Kapal. Perhatikan lingkaran merah, itu asbak biasa, disamping kedua kursi ada lagi asbak yang permanen, belum lagi yang dibelakang, sehingga total asbak di atas Anjungan ini mencapai Delapan buah#
#Ini didalam salon perwira, setiap meja terdapat 1 buah asbak tidak termasuk asbak yang mobile ya#
#Di dalam dapur, perokok biasanya membuang abu rokoknya didalam westafel. Alih fungsi#
Ada beberapa tempat lagi sebenarnya yang terdapat Asbak permanen yaitu Toilet dan Kamar Tidur, namun karena kapal sedang bersandar di Pelabuhan maka semua ruangan dikunci, alasan keamanan, makanya tidak sempat di foto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H