Lihat ke Halaman Asli

Rezim Korup & Apatisme Rakyat Bersenyawa

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kelangsungan yang tak berujung… Suatu saat akan berhenti diakhir nafas… Selanjutnya berganti generasi berikutnya…

KEHIDUPAN di negeri ini terus berputar dan menumpuk berbagai problem. Akibatnya, rotasi generasi yang berganti memikul beban yang kian berat dan terposisi merangkak. Tidak pernah bisa berdiri, apalagi berlari menjemput masa depan.

Ke arah mana kita sedang bergerak?

Pertanyaan pendek itu, dalam konteks Indonesia kekinian sangat relevan untuk direnungkan. Tegasnya, dalam pengertian kepentingan berbangsa dan bernegara yang sedang terjebak pada situasi yang tidak semestinya…!

Pertanyaan itu juga telah menggugah kesadaran berbagai pihak dengan intensif telah menyuarakan perlunya perubahan. Namun desakan itu masih berhenti sebatas wacana.

Sementara, upaya konsolidasi lintas elemen pendukung perubahan pun belum menemukan pijak yang jelas. Hasilnya, ragam potensi yang tersedia menjadi terkotak-kotak dan mubazir secara eksistensi serta kehilangan peluang untuk bersinergi.

Harapan untuk menggalang, menyatukan serta menggerakan kesadaran nasional mengalami distorsi yang serius. Di mana, pemahaman seputar perlunya persatuan rakyat, dimanipulasi untuk tujuan kepentingan yang bersifat pragmatis. Bahkan, kegelisahan yang menyelimuti kehidupan rakyat dijadikan peluang untuk mengais keuntungan secara tidak manusiawi.

Problem kebangsaan yang demikian akut itu dipicu oleh ketidakjelasan kepemimpinan nasional serta sistem bernegara yang penuh akrobatik. Perilaku pemimpinan nasional yang bobrok seolah menyatu dengan sistem kenegaraan yang keropos. Dalam situasi itu maka bermunculan para bandit dan mafia yang terkomando secara struktural dalam model kekuasaan yang kian korup.

Kita tergugah oleh realitas kesemrawutan bernegara, namun sejauh ini potensi dan kesadaran rakyat masih dalam penyikapan yang normatif. Menggerutu dengan protes-protes yang tidak efektif dan cenderung berhenti sekedar melepas kemarahan. Hanya sebatas itulah sikap yang diperlihatkan rakyat.

Kenyataan itu membuat kekuasaan yang korup terus bertingkah dan semakin menemukan percaya diri untuk mengabaikan suara-suara rakyat. Posisi dan perilaku para bandit dan mafia penyelenggara negara pun dianggap sebagai keterwakilan aspirasi rakyat.

Padahal, jika merujuk pada prinsip konstitusi maupun moral publik, kadar kejahatan bernegara yang dipertontonkan, tidak ada pilihan lain kecuali harus dibumihanguskan…!Tapi sekali lagi, sikap rakyat sampai sejauh ini terkesan membungkam alias apatis.

Celakanya, sebagian besar kaum intelektual, tokoh agama dan kekuatan-kekuatan kelas menengah kehilangan akal sehat dan moralnya untuk membangkitkan kesadaran rakyat. Bahkan, memasrahkan dirinya tenggelam dalam arus kehidupan rakyat yang sengaja diciptakan oleh rezim korup.

Hal ini menyebabkan watak kekuasaan yang korup dan sikap apatis rakyat bersenyawa serta saling melengkapi kejahatan dalam kebobrokan sistem bernegara yang makin akut. Dan pada akhirnya kehidupan bangsa dan negara terus bergerak menuju jurang kehancuran.

Ancaman serius yang tengah kita hadapi itu terasa sulit untuk dihindari. Kalaupun bermunculan suara perubahan, sesungguhnya semua itu tidak lebih seperti bintang-bintang yang berkedip di kejauhan sana... Sungguh, kesadaran totalitas anak bangsa saat ini membutuhkan terbitnya matahari perubahan dengan energi yang kuat untuk menerangi negeri ini. semoga

Salam Faizal Assegaf Jkt, 3 September 2010

my facebook

BONUS:

|>> Usai berpidato, keesokan harinya Raja Cikeas mengajak Pangeran Ibashi Libas Dikipas rombongan pasukan biru utk berburu di hutan kalimantan, "Serbu dan jangan tinggalkan jejak," seru Raja... Si Pangeran spontan menjawab, "Ayahanda, sebaiknya kita berburu tambang, batubara dan kayu gelondongan di perbatasan negeri ji...ran"... "Cerdas anakku, itu target utama yg selama ini di rampok oleh negeri tentangga," jawab Raja Cikeas.

Kunjungi facebook: HIKAYAT RAJA CIKEAS (HRC)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline