Saat ini sedang marak-maraknya perjudian online yang terjadi pada lingkungan masyarakat Indonesia. Sejalan dengan adanya kemajuan teknologi, berbagai platfrom perjudian ditawarkan melalui berbagai aplikasi maupun situs yang dapat dengan mudah di akses, sehingga banyaknya angka perjudian online saat ini yang sangat memprihatinkan, karena tidak hanya berdampak kepada masyarakat awam pada umumnya, tetapi para aparatur pemerintahan juga tergiur dengan adanya perjudian online ini.
Dengan semakin maraknya perjudian online ini akan menimbulkan berbagai masalah sosial di masyarakat dari lingkup yang terkecil yakni keluarga hingga lingkungan sekitar bagi para pemainnya yang akan memberikan dampak negatif. Dengan adanya kasus ini, pemerintah sudah seharusnya melakukan penanganan dengan segera agar tidak semakin meningkatnya angka perjudian online dari tahun-tahun sebelumnya. Karena pejudian online ini sangat berpengaruh pada nilai-nilai masyarakat terutama pada generasi muda.
Para ahli yang ada di Indonesia mengungkapkan bahwasannya perjudian dapat diartikan dengan memasang sebuah taruhan di atas suatu permainan atau kejadian tertentu dengan harapan akan memperoleh suatu keuntungan atau hasil yang besar. Hal yang dapat dipertaruhkan bisa saja berupa uang, makanan, barang berharga, dan hal lain yang dapat dianggap memiliki nilai tinggi dalam suatu komunitas. Padahal perjudian yang dilakukan secara online telah diatur di dalam Pasal 27 ayat (2) UU No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), yang berbunyi, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Ancaman pidana bagi pelanggaran pasal 27 ayat (2), diatur dalam pasal 45 ayat (1) UU ITE yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Dalam waktu yang belum lama ini, ada suatu kasus judi online yang hampir menjadi perbincangan oleh masyarakat di Indonesia. Kasus ini terjadi di daerah Mojokerto, dimana ada seorang polisi yang dibakar oleh istrinya yang merupakan anggota polwan, dikarenakan korban sering menghabiskan uang untuk bermain judi online. Lebih parahnya lagi di sini orang yang bermain judi online tersebut adalah seorang polisi, yang seharusnya menegakan hukum bukan melanggar hukum,ia tidak memikirkan martabatnya sebagai seorang polisi yang membuat dia sampai melalaikan pekerjaan, di sisi lain ia juga membuat istrinya menjadi kesal akibat uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan belanja sehari-hari malah digunakan terus menerus untuk bermain judi online.
Dari perbuatan yang dilakukan oleh suaminya tersebut membuat sang istri menjadi nekad untuk melakukan perbuatan yang tidak terduga, yaitu mengguyur badan suami menggunakan bensin, dan pada saat percekcokan terjadi tanpa disadari terdapat percikan api di dekat tubuh sang suami yang mengakibatkan tubuhnya terbakar dan mengalami luka bakar hingga 90%. Sang istri pula sempat membawa suaminya ke rumah sakit sudirohusono untuk mendapatkan perawatan secara intensif, tetapi nyatanya nyawa korban sudah tidak tertolong dan membuat sang istri menyesali perbuatan tersebut. Setelah itu korban dimakamkan di kampung halamannya dengan cara kedinasan, dikutip dari kompas tv pada 8 juni 2024.
Dari sini kita dapat befirkir bahwasannya bermain judi online dapat membuat kita tidak sadar akan kejahatan yang dilakukan, awalnya mereka hanya mencoba-coba untuk bermain judi menggunakan uang sebagai taruhannya, dengan asumsi mereka akan mendapatkan hasil yang berkali lipat lebih banyak dari modal yang mereka keluarkan. Namun kenyataannya, ketika mereka kalah dalam perjudian tersebut, mereka akan kehabisan uang, dan hal ini akan sangat berdampak negatif jika mereka sudah kecanduan bermain judi online, mereka akan mencari uang dengan berbagai cara, baik berhutang atau bahkan mencuri untuk melanjutkan permainannya. Awalnya hanya mencoba bermain-main saja tetapi lama-kelamaan tidak terasa menjadi kecanduan dan melupakan tanggung jawab yang seharusnya tidak kita lakukan. Sehingga hal ini perlu dibatasi secara hukum dan menelaah kembali bagaimana pandangan pemerintah terhadap fenomena ini.
Hal yang sudah terjadi pada kasus judi online ini ada hubungannya dengan materi yang sudah dikemukakan oleh Myron Weiner dalam Ramalan Subakti (2010) yang membagi integrasi ke dalam 5 jenis. Yaitu, Integrasi bangsa, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elit-massa, dan integrasi tingkah laku (perilaku integratif). Dan permasalahan yang di bahas oleh artikel ini lebih merujuk pada integrasi tingkah laku, tetapi karena adanya 5 pendekatan yang di buat oleh Howard Wriggins tidak berhasil dan mengakibatkan integrasi nasional berubah menjadi disintegrasi yang melahirkan sebuah konflik.
Melihat kejadian ini, kita dapat menyimpulkan bahwasannya judi online merugikan lingkungan mulai dari yang terkecil, seperti keluarga. Juga memberikan nilai negatif pada masyarakat yang bisa saja di tiru oleh sebagian remaja yang ada pada lingkungan sekitar. Dan seharusnya hal ini bisa lebih ditangani lebih lanjut oleh pihak yang berwenang, juga sebaiknya kita jangan coba-coba untuk melakukan perjudian online, yang akan berakibat fatal jika sudah kecanduan dan hanya akan membuat kita menyesal dikemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H