Lihat ke Halaman Asli

Faiz Abdalla

Politician

Wisata Setigi Dibuka Lagi, Kenapa Ndak?

Diperbarui: 10 Mei 2020   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata Setigi Desa Sekapuk

Setelah dipikir-pikir, saya pun mulai setuju dengan pikiran Kades Sekapuk. Soal apa itu? Itu loh, Rek, itu! Apalagi kalo bukan soal wisata Setigi Sekapuk. Ia mengusulkan untuk membuka kembali di tengah pandemi Covid-19.

Hal itu ia sampaikan saat diskusi daring yang diadakan Duta GenRe Gresik (7/5). Kades Sekapuk yang turut dalam forum diskusi itu, menyampaikan perihal itu ke Gus Yani, Ketua DPRD yang menjadi narasumber tunggal dalam diskusi itu.

Loh, lalu apa dasar Pak Kades? Bukannya saat ini semua terdampak, dan harus memahami kondisi? Toh bukan hanya Desa Sekapuk yang mengalami!

Benar kok. Benar! Tapi hemat saya, apa yang dijabarkan Pak Kades malam itu perlu untuk direnungkan. Saya suka cara ia membangun argumentasi. Nalarnya kritis dan membangun.

Ia katakan, sudah 14 hari ketiga kali ini wisata Setigi ditutup sementara. Artinya, sudah 42 hari Setigi tidak beroperasi. Imbas, ratusan pekerjanya pun terpaksa dirumahkan sementara.

Tentu, kerugian besar dialami Pemdes Sekapuk. Selain income PADes Sekapuk jauh berkurang, pihaknya juga masih harus menanggung biaya perawatan lokasi wisata semenjak ditutup.

Untuk listrik saja, per-bulan pihaknya harus membayar tak kurang 10 juta-an. Pun kini masih memperkerjakan sekitar 20 orang untuk merawat rumput dan pepohonan yang harus rutin disiram.

Namun, itu masih belum seberapa. Yang paling dirasa, tentu dampak ekonominya bagi masyarakat. Maklum, sejak wisata itu viral dan ramai pengunjung, perlahan kegiatan wisata menopang struktur ekonomi warga Sekapuk.

Sebagai satu misal..

Di dalam lokasi wisata, terdapat sebanyak 30 stand tempat makan. Satu stand itu, asumsikan bisa menyedot distribusi bahan kebutuhan dari satu toko kelontong. Maka, tak kurang 30 toko kelontong yang akan terdistribusi barang dagangannya ke lokasi wisata.

Ngomong-ngomong, 30 toko kelontong dalam satu desa bukan terbilang sedikit kan? Bisa dibayangkan kan sebaran distribusi lebih ke hulunya? Dan, ini baru satu misal loh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline