Oleh: Faiz Romzi Ahmad
"Tundalah kematian sebelum menjadi orang bermanfaat bagi agama, bangsa dan dirimu sendiri. Jadilah seperti pohon pisang, kendati ditebas berulang-ulang, tetap akan terus mengeluarkan tunasnya, setelah hasilkan buah, baru ia rela mati," demikian pesan KH Mas Jamal Al-Janakawi pada putranya, yakni KH Mas Abdurrahman. Kutipan tersebut dinamakan filosofi "pohon pisang".
KH Mas Abdurrahman lahir di Janaka pada 1875. Ia merupakan anak seorang kiai yang memiliki pesantren di Janaka. Nasabnya tersambung sampai ke orang pertama masuk Islam di tanah Banten dan pengikut setia Sultan Maulana Hasanuddin, Ki Mas Jong dan Ki Mas Ju.
Janaka merupakan kampung di kaki Gunung Aseupan, panorama alam yang asri mengayun Mas Abdurrahman kecil belajar agama dari seorang ayahnya. Menginjak muda, layaknya tradisi santri di pesantren, KH Mas Abdurrahman "nyantri" di banyak pesantren.
Ia berpetualang memperdalam ilmu agama, pesantren Kiai Ruyani dan Kiai Shohib, yang tak jauh dari Janaka, Kiai Maimun dan Kiai Arif di Sarang, Jawa Tengah adalah beberapa pesantren sebelum ia memparipurnakan studinya di Mekkah Al-Mukaramah. (Didin Rosidin:2018)
Di Mekkah ia berguru pada ulama mahsyur asal Minangkabau Syekh Ahmad Khotib Al-Minangkabawi, dan beberapa ulama kenamaan lainnya. KH Hasyim Asyari dan KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah adalah teman sejawat dengan KH Mas Abdurrahman ketika studi di Mekkah al Mukaramah.
Mendirikan Mathla'ul Anwar
Sebelum kedatangan KH Mas Abdurrahman, menurut cerita masyarakat, Menes dulu adalah surga kasino dan lokalisasi prostitusi lewat sinden atau ronggeng yang menggunakan jasa mucikari sebagai narahubung. Di sana juga ada tradisi hubungan seksual bebas di luar nikah setiap malam 15 bulan purnama. (Menapak Jejak Mengenal Watak:1994)
Pada 1916, KH Mas Abdurrahman mengamini penuh pembentukan lembaga pendidikan berupa madrasah dan memberikan nama "Mathla'ul Anwar", sebelumnya KH Entol M Yasin, KH Tb Mohammad Soleh dan para kiai lokal sepuh melakukan pertemuan terkait urgensi lembaga pendidikan setelah menjalankan pengajian agama untuk umum yang berkala dan berlangsung bertahun-tahun di Menes. (Dirasah Islamiyah I)
KH Mas Abdurrahman selain seorang berdarah biru kesultanan Banten, ia juga santri lulusan Makkah yang sudah tersentuh arus modernisme. Sebagai sosok yang segar, ia membawa semangat perubahan dengan berhasrat mengangkat Menes dari kondisi sosial, agama, dan etik yang Poek Mongkleng (Gelap Gulita).
Pada awal pendirian, KH Mas Abdurrahman menjadi mudir urusan pendidikan di madrasah Mathla'ul Anwar, segala manajerial sistem pendidikan dan kurikulum dibawah kendalinya. Visi 'Tempat Terbitnya Cahaya' tidak terbatas di Menes semata. Ekspansi dakwah yang dilakukan berkat sosok kharismatik KH Mas Abdurrahman berhasil merajut kohesivitas antar kyai.