Lihat ke Halaman Asli

Faiz Romzi Ahmad

Mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam di Banten

Ngariung, Kuli baris, dan Engkes: Kekhasan Pesantren Salafiyah

Diperbarui: 27 Maret 2019   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Pesantren Salafiyah identik dengan metoda pembelajarannya yang klasikal atau tradisional. Institusi ini mengkaji kitab-kitab kuno atau dalam istilah pesantren adalah kitab kuning. 

Format pendidikan pesantren salafiyah ini sudah ada sejak dulu di Indonesia, Nurcholis Madjid dalam bukunya Islam Kerakyatan dan KeIndonesiaan mengatakan bahwa sistem pesantren merupakan sesuatu yang bersifat asli (indigenous) Indonesia, sehingga dengan sendirinya bernilai positif dan harus dikembangkan. Pesantren Salafiyah merupakan induk daripada pesantren modern dan madrasah modern yang berkembang dewasa ini.

Dalam eksistensinya Pesantren Salafiyah dengan beberapa kekhasannya tetap eksis ditengah arus modernitas. Suatu keberuntungan bagi penulis pernah mengenyam institusi klasikal keagamaan dengan tradisi dan keunikannya. Disamping dituntut untuk menguasai keilmuan keagamaan yang bersumber dari literatur kuno, pesantren salafiyah pun menuntut para santrinya agar mampu hidup bermasyarakat.

Bahwa santri selain memiliki kemampuan intelektual disisi lain mesti mempunyai kepekaan sosial. Dalam tradisinya kita akan dihadapkan pada praktik-praktik bermasyrakat. Islam di Indonesia yang merupakan agama dengan banyak upacara(religious ceremony). Dari sebelum lahir sampai meninggal bahkan pasca meninggal pun Muslim di Indonesia tidak terlepas dari upacara keagamaan. 

Kita mengenal dalam adat muslim suku Sunda ketika 7 bulan dalam kandungan maka melakukan suatu ritual/upacara keagamaan, begitupun Muslim Indonesia dari suku lain. Pasca meninggal kita mengenal acara tahlilan dari 3 malam sampai 7 malam atau bahkan 40 malamnya. Itulah realitas sosial yang dihadapi oleh Santri sebagai salah satu elemen masyarakat yang memiliki kualifikasi khusus dalam religious essence.

Pesantren Salafiyah biasanya berada ditengah-tengah masyarakat kampung, tak ayal para santri terlibat dalam kegiatan keagamaan di masyarakat. Ngariung adalah salah satu contoh kegiatan masyarakat, dalam masyrakat Banten dan Jawa Barat ngariung merupakan kegiatan bersilaturahmi dari acara-acara keagamaan yang sudah disebutkan diatas. 

Dalam bahasa Indonesia ngariung berasal dari kata riung yang berarti kumpul atau berkumpul. Ngariung dan Kuli baris, demikian pamornya. Kuli baris tidak bisa didefinisikan secara terpisah melainkan satu kesatuan. Kuli baris merupakan sematan bagi santri dikala momen upacara keagamaan(religious ceremony/ngariung) tadi, sebab sering kali santrilah yang mengisi atau subyeknya.

Di bulan-bulan yang banyak penyelenggaraan perayaan hari besar Islam(momen ngariung) seperti saat ini, kuli baris banyak orderan alias permintaan untuk mengisi ruang-ruang amparan tikar masjid atau mushola. 

Penulis saat menjadi kuli baris dulu merasakannya bahwa bulan-bulan seperti ini memiliki nilai lebih selain bisa meningkatkan kualitas keimanan lewat asupan-asupan rohaniyah, bahwa ada emboh(bonus) berupa engkes/berkat. Engkes dalam makna ini adalah nasi beserta lauk pauknya yang dibungkus rapih dan biasanya ditutup oleh plastik hitam semacam nasi box lah tapi dengan cover seadanya. Biasanya selama setengah bulan penuh penulis ngariung estafet dari satu tempat ke tempat lain, pun engkes atau berkat yang variatif macamnya.

Seperti disinggung dimuka bahwa ngariung dan kuli baris memiliki keterkaitan makna, engkes adalah hasil dari keterkaitan makna itu. Jika boleh, penulis menyusun formula

 Ngariung + Kuli baris = Engkes

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline