Lihat ke Halaman Asli

Faiz Romzi Ahmad

Mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam di Banten

Brenton Tarrant, Supremasi Ras dan Terorisme

Diperbarui: 19 Maret 2019   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekan kemarin dunia dikejutkan dengan aksi terorisme yang terjadi di Selandia Baru. Adalah seorang pemuda 28 tahun asal Australia, Brenton Tarrant. Ia menembaki Muslim yang hendak jamaah Jumat di Masjid kota Chritschurch. Total 50 Muslim syahid, 35 muslim lainnya kritis dan dalam perawatan di pusat kesehatan Kota Cristchurch, Selandia Baru.

Para pemimpin negara turut berduka, mayoritas masyarakat dunia mengutuk keras, mungkin hanya beberapa sempalan saja yang tidak simpati, seperti senator asal Australia Fraser Anning.

White supremacy adalah motorik Brenton Tarrant melakukan aksi brutalnya. Berangkat dari ketakutan akan muslim-migran yang makin mendominasi tanah kulit putih, dan kekuatan serta kekuasaan muslim-migran yang dianggap mengancam superioritas kulit putih.

Supremasi Ras

images-3-5c8feaba3ba7f7709f1aa3b8.jpg


Kebijakan politik Apartheid di Afrika Selatan, doktrin black supremacy Eiljah di Amerika Serikat adalah contoh gerakan rasial bukan barang dan paham yang baru.

Kita tahu lika-liku Afrika Selatan bagaimana melewati Apartheid, pemisahan kekuasaan antara kulit putih dan kulit hitam awal abad 20 hingga tahun 1990-an. Pemisahan berdampak pada segala sendi. Baik politik, ekonomi, dan sosial masyarakat. Kebijakan apartheid yang diskriminatif yang dilakukan pemerintah kulit putih di Afrika Selatan menyebabkan kesenjangan dan kecemburuan sosial tidak dapat dihindarkan.

Baru setelah Nelson Mandela sang pejuang anti rasial memperjuangkan kesetaraan hak dan penghapusan kebijakan politik apartheid. Kulit hitam mendapat porsi sama dalam segala sendi, dan Nelson Mandela menjadi Presiden pertama kulit hitam di Afrika Selatan.

Di Amerika Serikat, gerakan supremasi kulit hitam yang digaungkan Eiljah lewat institusi keagamaan dari Afro-America adalah gerakan rasial lainnya. Mereka menganggap bahwa rasnya lah yang superior atas ras kulit putih, dan menganggap setiap kulit putih adalah setan. 

Malcolm datang meluruskan gaungan Eiljah, Malcolm adalah seorang bekas keprecayaan Eiljah, bahwa supremasi kulit hitam yang digaungkan Eiljah tidak sesuai dengan koridor kemanusiaan. Malcolm tetap menuntut kesetaraan hak tanpa pandang ras tapi dengan metoda integrasi, tidak ada pemisahan rasial dan tidak ada superior atas satu ras tertentu sekalipun.

Pada sejarah dan perkembangannya gerakan-gerakan yang demikian memang sudah ada dan terus ada, mengganggu keberlangsungan manusia dalam ukhuwah basyariyyah (persaudaraan kemanusiaan) dan ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline