Berdirinya NU sebagai organisasi Islam didirikan oleh sekelompok ulama Ahlusunnah wal Jamaah di kediaman KH Abduh Wahab Chasbullah di Kertopaten, Surabaya, Jawa Timur. Dalam diskusi tersebut, KH Mas Alwi Abdul Aziz mengusulkan nama organisasi tersebut menjadi Nahdlatul Ulama. Nama ini diusulkan karena kata nahdlatul dianggap sebagai kebangkitan yang tercipta berabad-abad yang lalu. Sebaliknya, Muhammadiyah adalah organisasi gerakan Islam. Gerakan yang dimaksud di sini adalah tentang dakwah Islam dan Amar Ma'ruf Nahi Munkar yang menyasar dua bidang, yaitu individu dan masyarakat. Muhammadiyah didirikan di desa Kauman, Yogyakarta oleh Muhammad Darwis alias KH Ahmad Dahlan. Lahirnya Muhammadiyah didorong oleh interaksi KH Ahmad Dahlan dan kawan-kawan organisasi Budi Utomo. Hal ini pula yang mendorong para anggota organisasi mengambil gagasan bahwa kegiatan pendidikan yang dilakukan KH Ahmad Dahlan akan dikelola oleh organisasi. Indonesia merupakan negara berpenduduk padat yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dengan wilayah yang cukup luas, agama, pemerintahan, dan organisasi keagamaan sangat beragam. Namun jika kita melihat pada agama mayoritas, khususnya Islam, kita melihat bahwa di Indonesia terdapat dua organisasi Islam terbesar yang telah berdiri dan tumbuh serta berperan sangat aktif di masyarakat, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. masih ada hingga saat ini dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kedua organisasi ini didirikan oleh individu yang berbeda dan pada waktu yang berbeda.
Nahdlatul Ulama didirikan oleh KH. Hasyim Asy'ari pada tanggal 31 Januari 1926. Sedangkan Muhammadiyah didirikan oleh seorang bernama KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912. Kedua organisasi ini merupakan organisasi tertua dan terbesar di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, peran kedua ormas Islam ini dalam pengembangan pendidikan serta bidang lain seperti kemasyarakatan dan dakwah Islam semakin meningkat. Keberadaan organisasi ini mempunyai pengaruh yang besar dalam memberikan kontribusi positif bagi kemajuan Indonesia. Kedua organisasi tersebut juga semakin berkembang dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Miliki posisi tersendiri dalam lingkungan sosial. Namun dalam perjalanan perjuangan NU dan Muhammadiyah dalam asimilasi Islam, tidak hanya terjadi gentrifikasi, namun juga diwarnai dengan kerja sama, kompetisi, bahkan konfrontasi. Keberadaan organisasi NU dan Muhammadiyah dalam masyarakat merupakan organisasi yang sangat penting dan berperan dalam pengembangan sosial kemasyarakatan. Kedua organisasi tersebut bertujuan untuk mengembangkan dan memberdayakan masyarakat dengan menggunakan prinsip dan pendekatan yang berbeda atau khas.
Perbedaan tersebut terjadi karena adanya doktrin mengenai pemahaman masing-masing ajaran. Namun perbedaan pendekatan tersebut tidak menghapuskan tujuan utama kedua organisasi tersebut, yaitu melatih masyarakat untuk berpedoman pada Islam sesuai dengan hukum syariah dalam kehidupannya. Namun disadari atau tidak, akhir-akhir ini muncul kasus antara kedua organisasi yang mana kasus tersebut muncul karena perbedaan prinsip, doktrin, budaya dan pendekatan yang dilakukan oleh masing-masing organisasi yang berlaku. Hal ini memperjelas kesenjangan antara NU dan Muhammadiyah dalam pendekatan sosialnya. Adanya perbedaan doktrin antara kedua organisasi tersebut akan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup seseorang. Karena perbedaan cara pandang dan metode ijtihad yang dikembangkan masing-masing organisasi, maka implikasinya juga jelas, misalnya pada adat istiadat ibadah, penentuan bulan Ramadhan, dan lain-lain. Beberapa analisis menegaskan bahwa kedua organisasi tersebut tidak memandang dirinya sebagai organisasi yang saling melengkapi, masing-masing didirikan untuk saling melengkapi, namun sebagai kompetisi yang kuat untuk mendapatkan pijakan dalam komunitas sosial yang lebih luas (Najib Burhani 2016, Carnegie 2013).
Manusia sepanjang hidupnya di dunia tidak akan lepas dari konflik-konflik kehidupan. Konflik antar individu tetapi juga antar kelompok. Konflik sosial dapat muncul jika terjadi perbedaan pendapat antara satu orang dengan orang lain, baik dalam berpikir, memahami, maupun bertindak. Apalagi jika kita berbicara tentang satu organisasi dalam hubungannya dengan organisasi lain. Tentu saja konflik juga akan terjadi. Setiap organisasi bersaing untuk mendapatkan tempat di masyarakat. Bukan hal yang aneh bagi organisasi untuk mendapat masalah dalam perdebatan mereka. Parahnya lagi jika ada oknum yang menjadi provokator di kalangan ormas dan menimbulkan perpecahan yang semakin besar. Berdasarkan sejarah kedua lembaga dakwah ini, terdapat beberapa perbedaan antara NU dan Muhammadiyah. Perbedaan tersebut didasari oleh guru dan pemahaman agama, lihat dibawah ini khususnya: NU membaca Qunut saat Subuh, sedangkan Muhammadiyah tidak membaca Qunut. NU mengumandangkan salat setelah azan, sedangkan Muhammadiyah tidak mengumandangkan salat. NU melaksanakan salat tarawih sebanyak 20 rakaat, sedangkan Muhammadiyah melaksanakan salat tarawih 8 rakaat. NU yang mengumandangkan niat salat yaitu Ushalli, sedangkan Muhammadiyah tidak mengumandangkan niat salat Ushalli. Subuh NU pengucapannya Ashalatu khair minan naum, sedangkan di Muhammadiyah tidak ada Ashalatu khairu minan Naum. NU mengumandangkan azan Jumat sebanyak dua kali, sedangkan Muhammadiyah satu kali. NU menyebut nabi Sayyidina Muhammad, sedangkan Muhammadiyah tidak menggunakan kata Sayyidina.
NU dan Muhammadiyah sendiri adalah dua gerakan pembaharuan yang punya kemampuan potensial yang sangat dalam untuk membangun pembaharuan Islam di Indonesia. Selain mempunyai jumlah massa yang begitu banyak, organisasi ini juga memiliki struktur organisasi yang kokoh dan rapih sehingga setiap acara atau kegiatan yang dilakukan dapat mendapatkan hasil yang maksimal. Adanya rasa persaudaraan antara Muhammadiyah dan NU semakin membuat angin segar dalam gerakan pembaharuan yang ada di Indonesia. Di mulai saat Kiai Mansur menjabat sebagai pemimpin Muhammadiyah (1921-1945). Kiai Mansur dapat membawa pembaharuan dengan cara mendamaikan antara Muhammadiyah dan NU dan dibantu oleh sahabat lama yakni Kyai Wahab, dan mereka berdua mendirikan rumah besar yang dijuluki dengan nama MIAI tahun 1937 dan Masyumi 1943. Biarpun Muhammadiyah dan NU memiliki kultur yang berbeda akan tetapi masih banyak hal yang mampu membuat keduanya saling menyatukan hati (Shodiqin, 2013). Kedua gerakan ini juga merupakan gerakan yang tidak menepis bahwa mereka termasuk ke dalam kaum Ahlus sunnah wal jamaah.
Persatuan Muhammadiyah dan NU sendiri membuat mereka terselamatkan dari keganasan perang dunia yang menggunakan paham domokrasi, komunisme, nasionalisme dan rasisme yang saat itu menggerogoti Indonesia. Telah terbukti dengan adanya persatuan itu membuat kepulauan Indonesia tetap utuh. Biarpun fiqihnya telah dipebaharui sesering apapun, tetapi pemurnian tauhid akan kalah tanpa adanya ukhuwah. Namun saat itu negara Indonesia sedang dalam keadaan darurat dengan adanya dua organisasi yang tidak menyepakati kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, yakni Munawar Musa dari PKI dengan dukungan Soviet yang mengiginkan proklamasi tahun 1948 dan Kartosuwiryo dari NII proklamasi 1949. Maka begitu terjadilah perang dingin yang tidak cuma melawan sekutu, tapi juga melawan saudara kita pribumi yang bersebrangan paham. Dan di tahun 1950 Soekarno berhasil mengubah RIS menjadi NKRI. Ternyata dibalik hubungan baik antara NU dan Muhammadiyah, dulu pernah terjadi konflik antara dua organisasi tersebut. Menurut penjelasan orang terdahulu, perpecahan tersebut diakibatkan oleh perebutan gelar atas pengakuan sebagai umat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H