Pada tanggal 17 Agustus tahun ini, kita merayakan hari ulang tahun Republik Indonesia yang ke 75. Banyak pencapaian-pencapaian yang telah berhasil didapatkan dan tentunya masih banyak juga pekerjaan yang harus diselesaikan. Pencapaian yang sudah digapai tersebut patut disyukuri, sedangkan pekerjaan-pekerjaan rumah yang masih ada harus kita selesaikan bersama-sama.
Di tengah kebahagiaan menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang ke 75, tentunya selain kita harus mengingat dan mendoakan semua pahlawan dan tokoh-tokoh bangsa atas semua jasanya, kita juga bisa "bernostalgia" dengan ide dan gagasan para pahlawan dan tokoh-tokoh bangsa tersebut. Salah satunya mengenai ide dan gagasan tentang sistem ekonomi Indonesia.
Sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia sangat menarik untuk diperbincangkan dengan melihat kompleksitas penduduknya.
Sehingga muncul pertanyaan mengenai sistem ekonomi seperti apa yang pas dijadikan sebagai pondasi bangunan ekonomi masyarakat Indonesia. Indonesia dianugrahi Tuhan dengan segala kemajemukan dari segi agama, suku, ras, bahasa, dan budaya. Sehingga, sentimen agama, suku, ras, dan sebagainya, jelas harus dihindari karena berpotensi memecah belah kesatuan.
Kemudian, sebagai negara yang beragama mengharuskan warga negaranya dalam melakukan hal apapun termasuk berekonomi harus berada dalam koridor atau batasan-batasan tertentu sesuai dengan ajaran agamanya. Berdasarkan hal tersebut, mau tidak mau Indonesia harus memiliki suatu sistem ekonomi yang mampu menghimpun seeluruh warga negaranya.
Kemajemukan Indonesia
Perbedaan suku, ras, dan budaya serta batasan-batasan dalam agama, perlu disikapi dengan sangat bijak sebagai modal persatuan untuk melangkah ke depan. Sementara nilai-nilai universal atau kesamaan nilai universal antar agama yang harus dijadikan sebagai modal semangat untuk bersama-sama membangun perekonomian negara oleh seluruh warga negaranya. Hal ini berarti bahwa sentimen-sentimen agama harus benar-benar dihindari karena dapat menghambat persatuan. Sudah seharusnya hukum legal formal setiap kelompok maksimal hanya berjalan pada tataran civil society nya sementara dalam tingkat nasional kita harus membangun suatu konvergensi yang bersifat kosmopolit.
Dalam menghadapi tantangan di bidang ekonomi, sudah tentu kita harus sadar mengenai keunggulan, kelemahan, ancaman dan peluang yang bisa dipertimbangkan. Begitupun kesadaran akan keindonesiaan juga harus didalami untuk kemajuan Indonesia kedepannya. Indonesia merupakan negara dengan berbagai keragaman didalamnya baik agama, suku, ras, bahasa, dan budayanya. Hal ini memiliki arti bahwa indonesia tidak akan maju kalau hanya diperjuangkan dengan semangat sebagian kelompok saja.
Indonesia tak bisa maju dengan mengandalkan islam saja, kristen saja, katholik saja, atau hindu dan budha saja.
Keragaman yang dimiliki oleh indonesia merupakan anugrah yang telah diberikan tuhan kepada kita segenap warga negara indonesia yang harus disyukuri. Hal tersebut berarti bahwa untuk membangun indonesia, wajib hukumnya seluruh warga negara Indonesia bersatu padu mewujudkan konvergensi masional yang bersifat kosmopolit. Sejarah kemerdekaan Indonesia juga bisa kita jadikan bukti bahwa jutaan pahlawan yang gugur tidak berasal dari satu kelompok saja. Kemerdekaan Indonesia mempertaruhkan seluruh jiwa raga warga negara Indonesia.
Kembali ke masalah sistem ekonomi, bagaimana seharusnya sistem ekonomi yang harus dibangun di Indonesia yang mampu menghimpun seluruh asetnya baik yang berwujud human capital, sosial capital, dan spiritual capital seluruh warga negara tanpa menimbulkan bias sentimen antar kelompok? Hal ini tentu bisa terjawab kalau kita tidak enggan untuk kembali kepada ideologi negara bahwa pembangunan di Indonesia harus memiliki suatu muara, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendekatan apapun yang kita gunakan dalam berekonomi baik dengan pendekatan islami, tokugawa ala jepang, protestan ethic, dan sebagainya tetap harus bermuara kepada keadilan sosial.