Oleh : Faisol Abrori
NIM : S20191026
Keadilan. Satu kata ini diperebutkan oleh seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Setiap orang memperjuangkan keadilan menurut versi mereka masing-masing. Bahkan, terdapat ungkapan hukum yang berbunyi "fiat justitia ruat caelum" yang berarti hendaklah keadilan ditegakkan, meski langit akan runtuh.
Nampaknya, keadilan merupakan satu hal "esensial" yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia hingga kapanpun. Terlepas dari gender, ras, agama, warna kulit, dan lain sebagainya, keadilan tetap harus menjadi hal utama untuk diperjuangkan.
Salah satu yang menjadi sorotan akhir-akhir ini, adalah konsep keadilan berbasis gender yang masih abu-abu dan kontroversial. Bagaimana tidak? Penyelenggaraan konsep negara yang melindungi warga negaranya masih belum dilakukan dengan baik. Negara masih belum maksimal dalam memberikan proteksi terhadap perilaku yang tidak adil dalam ketimpangan gender.
Pada kurun waktu 2011 - 2019 saja, tercatat setidaknya terdapat 46.698 kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan, baik dalam ranah personal maupun publik. Perempuan sering dianggap sebagai lambang kesucian, sehingga mereka kerap kali dianggap "aib" jika mengalami kekerasan seksual seperti perkosaan.
Tak hanya itu, lebih parahnya lagi, perempuan sering kali mengalami ketidakberdayaan, dan "selalu berada dalam posisi salah" ketika berhadapan dengan hukum. Anehnya, dalam penegakan hukum (Law enforcement) di Indonesia, perempuan selalu disudutkan dan sering ditempatkan di bawah posisi laki-laki.
Hal itu lantaran seringkali penegak hukum memberikan pertanyaan-pertanyaan yang diskriminatif kepada seorang perempuan dalam persidangan. Padahal sesuai amanat UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) dijelaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kepastian hukum, dan memiliki kedudukan yang sama di mata hukum tanpa membedakan apapun.
Artinya, tidak boleh ada diskriminasi dalam penyelenggaraan suatu negara. Jika perempuan, maka mendapatkan perlakuan yang sama sebagaimana laki-laki dalam tatanan kemanusiaan yang terhormat. Akan tetapi, ketimpangan sering terjadi dan hingga saat ini belum ada kodifikasi hukum yang mengatur tentang hal itu.
Keadilan gender harus menjadi prioritas dalam suatu negara yang "beradab", karena negara bukan apa-apa tanpa warga negara, begitupun sebaliknya. Sehingga, dibutuhkan kepastian hukum yang bisa mengakomodir suara kaum-kaum gender yang merasa tidak mendapatkan "rasa keadilan".
Banyak korban kekerasan seksual dari kalangan perempuan, seperti data yang dijelaskan di atas, namun di mana posisi negara? Negara tentu wajib untuk memberikan perlindungan, rasa aman, kepada seluruh warganya.