Lihat ke Halaman Asli

Faisal yamin

Belajar menulis

Mayat Itu Seorang Jurnalis Investigasi

Diperbarui: 30 Agustus 2019   01:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Di tedang, dipukul, dan hantaman bogem mentah mendarat tepat di hidungku. Aku langsung tersungkur tergeletak di lantai, nafasku tiba-tiba terhenti. Dara segarku masih terasa mengalir deras dari lubang telinga juga hidungku. Dada, perut juga tanganku selurunya lebam.

Walau bagitu, mereka tak sedikitpun kasihan dengan kondisiku. Pria hitam dan berbadan kekar mengenakan sepatuh jinggil boat dengan brutal menendangku sekali lagi tepat di pelipis kiriku.

Tubuku mulai terbujur kaku, seorang dari mereka kemudian bergerak merabah hidungku. Sepertinya ia ingin memastikan aku masih hidup atau sudah mati. Jari telunjuknya mengenai tepat ujung hidungku. Terasa dingin dan nafas yang tak lagi berhembus.

"Rupanya Ia suda mati" kata seorang pria.
"Ayo segerah kita seret dia ke dalam semak-semak" kata pria yang lain.

Melihat kondisiku ini, harusnya mereka berbelaskasih kepadaku. Setidaknya menyeretku ke jalan agar orang-orang bisa dengan cepat menemukanku. Sungguh mereka sangat bengis, mereka tega menghajas sampai membuatku tewas, masih saja menyiksaku kemudian menyeretku kurang lebih sejauh dua puluh meter dan membiarkanku sendirian di semak-semak.

Bagaimana jika sebentar nanti aku tak kunjung datang, pasti Istriku sangat cemas atas ketidak hadiranku di acara itu. Acara yang telah ku susun dengan Istri dan anakku untuk merayakan tahun ke tiga anakku.

Aku sudah janji ke mereka untuk datang di awal sore. Sudah begitu istriku akan sangat histeris ketika nanti ada orang menemukan jasadku yang terbujur kaku dan menyampaikan kabar ini kepadanya.

Belum lagi ia menyaksikan tubuhku yang penuh dengan lebam dan darah yang menempel di pakaianku. Ah.. sungguh mereka sepeti binatang buas, atau mungkin lebih dari itu. Sebab sejahat-jahatnya singa tak pernah dengan keji menghukum bahkan membunuh anaknya.

Namun sebelumnya ku ceritakan kepada kalian perihal kematianku, agar nanti jelas ketika di waktu persidangan kasusku kalian bisa mengetahui dengan baik.

Tadjala namaku, orang-orang biasa memanggilku dengan Jal. Aku tinggal di sebuh gubuk reot letaknya di tepi jalan Palaodagai. Istriku bernama caca, sementara anak sulungku yang perempuan bernama Manuru usianya empat tahun, dan anakku yang kecil bernama Fransiska hari ini tepat dia berusia tiga tahun.

Aku berprofesi sebagai wartawan, bekerja di salah satu media cetak. Dari gajiku yang tak seberapa, aku hidudi istri dan dua orang anakku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline