Sampai saat ini, sejarah telah mencatat kebesaran Bangsa Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga yang ada di dunia tepat setelah Amerika Serikat dan India. Tentu hal tersebut bukanlah suatu prestasi yang sepele, terutama untuk kita sebagai warga negara Indonesia.
Paham demokratis adalah paham yang sulit diterapkan dan bisa dikatakan sebagai sistem yang tidak semua negara bisa mengaplikasikannya. Melihat keragaman yang sangat besar di Indonesia, menjadi negara dengan demokrasi terbesar ketiga bukanlah kebetulan semata.
Terlepas dari itu semua kebanggaan itu semua, ternyata demokrasi di Indonesia bisa dikatakan cukup jauh dari definisi demokrasi yang sebenarnya.
Hal tersebut tercermin dalam gejolak masalah-masalah demokrasi yang sering muncul di Indonesia. Jika berbicara mengenai masalah dan ketidaksesuaian sistem demokrasi, pasti terbayang pada saat masa demokrasi terpimpin saat di mana semua keputusan negara diambil oleh hanya satu orang saja, yaitu presiden.
Namun, jika kita menyadari lebih dalam, kasus pelanggaran dan ketidaksesuaian juga sering terjadi bahkan sampai saat ini. Hal itu menunjukkan bahwa sebenarnya sistem demokrasi Indonesia memerlukan perbaikan agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Sebagai negara demokrasi, dalam menentukan kekuasaan yang berkuasa, Indonesia sampai saat ini menggunakan mekanisme pemilihan umum (pemilu) di mana setiap masyarakat bisa menyalurkan hak dan suaranya untuk menentukan pemimpinnya.
Di antara banyaknya kasus penyimpangan praktik demokrasi di masa modern ini, yang cukup menjadi perhatian adalah kasus politik uang yang akhir-akhir terungkap, bahkan semakin marak.
Menurut M. Abdul Kholiq dalam Gustia (2015 : 28) politik uang adalah suatu tindakan membagi-bagikan uang atau materi lainnya baik milik pribadi dari seorang politisi (calon Legislatif/calon presiden dan wakil presiden, calon kepala daerah) atau milik partai untuk mempengaruhi suara pemilu yang diselenggarakan. Jadi politik uang merupakan upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi pada proses politik dan kekuasaan bernama pemilihan umum.
Politik uang akhir-akhir ini menjadi salah satu aspek yang mendapat perhatian publik. Alih-alih memilih karena hati nurani dan harapan yang besar, masyarakat jutsru memilih atas dasar uang diberikan ke pada mereka. Praktik yang dilarang ini sudah banyak diamankan dan ditindaklanjuti oleh polisi, namun kasus yang tidak terungkap juga tidak kalah banyaknya.
Polisi biasa mengungkap kasus politik uang dengan skala besar. Padahal praktik politik uang ini sudah mermambah hingga tingkat organisasi masyarakat yang lebih kecil seperti kecamatan, desa, bahkan hingga RT (rukun tetangga) dan RW (rukun warga).
Apakah kasus yang "kecil" ini bisa dibiarkan begitu saja? Tentu tidak! Negara sendiri disusun atas berbagai hierarki organisasi masyrakat, mulai dari individu, keluarga, RT/RW, desa, kabupaten, provinsi, dst. Tidak ada bedanya antara kasus yang berada di lingkup besar dan lingkup kecil, keduanya sama-sama salah dan berpotensi untuk meruntuhkan identitas Bangsa Indonesia sebagai negara demokrasi.