Lihat ke Halaman Asli

Penggunaan Bitcoin sebagai Alat Pembayaran Zakat dari Pandangan Hukum Ekonomi Syariah

Diperbarui: 2 Oktober 2024   02:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Muhammad Faisal Saputra

222111141

HES 5D

Di era teknologi modern, pembayaran zakat semakin berkembang. Misalnya, Masjid Shackwell Lane di Hackney, London, Inggris, menerima pembayaran zakat dalam bentuk alternatif selain uang tunai, seperti mata uang kripto seperti Bitcoin. Seorang penasihat agama di masjid, Zayd al-Khair, menyatakan bahwa para cendekiawan Islam telah berbicara tentang apakah penggunaan mata uang kripto dianggap halal atau haram dalam hukum Islam.

 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran zakat yang sah dan sesuai dengan hukum Islam dalam arti bahwa bitcoin tidak memenuhi persyaratan hukum Islam. Penelitian ini dilakukan dengan cara yuridis normatif. 

Karena Bitcoin mengandung unsur gharar dan tidak dapat digunakan sebagai pembayaran zakat. Ini diperkuat dengan Fatwa MUI No 13 Tahun 2011 tentang Hukum Zakat atas Harta Haram yang menegaskan bahwa harta haram tidak bisa menjadi objek wajib zakat.Kemajuan teknologi memiliki dampak besar pada semua aspek kehidupan, termasuk sistem pembayaran. Bagaimana perekonomian berkembang, sistem pembayaran juga berubah. Selain itu, uang telah berkembang dari sistem pembayaran yang menggunakan logam berharga seperti emas dan perak hingga berubah menjadi aset kertas seperti cek dan uang kertas. 

Perkembangan sistem pembayaran berbasis teknologi telah mengubah struktur sistem pembayaran konvensional yang menggunakan uang fisik sebagai alat pembayaran secara signifikan. Meskipun uang fisik masih banyak digunakan sebagai alat pembayaran di seluruh dunia, pembayaran tunai secara bertahap beralih ke pembayaran nontunai karena perkembangan sistem pembayaran yang lebih cepat. 

Kaidah Hukum

Dalam pandangan hukum ekonomi syariah, penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran zakat menghadirkan beberapa isu terkait prinsip-prinsip syariah. Untuk mengembangkan kaidah hukumnya, kita dapat merujuk pada beberapa prinsip utama dalam hukum Islam serta fatwa yang relevan. Berikut adalah kaidah hukum yang bisa digunakan:

  • Prinsip Maqashid al-Shariah: Zakat bertujuan untuk menjaga kesejahteraan umat dan membersihkan harta yang diperoleh secara sah menurut syariah. Oleh karena itu, harta yang digunakan untuk zakat harus terbebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh syariah, seperti riba, gharar, dan maysir (perjudian).

  • Kriteria Harta yang Sah untuk Zakat: Menurut fiqh zakat, harta yang dapat dizakatkan harus memiliki nilai tetap, stabil, dan jelas (qinyah al-mal). Bitcoin dan mata uang kripto lainnya dianggap memiliki volatilitas tinggi dan mengandung unsur spekulatif (gharar), yang dapat merugikan nilai zakat yang disalurkan.

  • Fatwa MUI No. 13 Tahun 2011: Fatwa ini menegaskan bahwa harta yang diperoleh secara haram tidak dapat menjadi objek zakat. Jika Bitcoin dianggap memiliki elemen yang tidak sesuai dengan syariah (misalnya, terkait gharar atau spekulasi), maka penggunaannya sebagai alat pembayaran zakat tidak sah menurut hukum Islam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline