Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kegagalan GCG
(Case Bumn Garuda)
Istilah Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committeetahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Definisi Good Corporate Governance dari Cadbury Committee yang berdasar pada teori stakeholder adalah sebagai berikut :"A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities". (Seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak--pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak--hak dan kewajiban mereka).
Pengertian lain menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/MPM/BUMN/2000tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO), GCG adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata--mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan. Permasalahan Good Corporate Governance (GCG) saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan bagi suatu perusahaan yang sudah menjadi bagiandariperusahaan publik, baik dikarenakan peraturan maupun yang ingin masuk ke dalam pergaulan bisnis internasional.Di lain sisi GCG juga merupakan elemen penting di dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan suatu perusahaan, sama pentingnya dengan tolak ukur kondisi keuangan suatu perusahaan.
1. Lemahnya Komitmen Pimpinan
- Kurangnya Pemahaman tentang GCG: Pimpinan perusahaan mungkin tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang prinsip-prinsip dan manfaat GCG.
- Kurangnya Dukungan dan Komitmen: Pimpinan perusahaan mungkin tidak menunjukkan dukungan dan komitmen yang kuat terhadap penerapan GCG.
- Kurangnya Ketegasan dalam Penegakan GCG: Pimpinan perusahaan mungkin tidak tegas dalam menegakkan aturan dan norma GCG di perusahaan.
2. Kurangnya Budaya GCG yang Kuat
- Budaya Kerja yang Tidak Sehat: Budaya kerja di perusahaan mungkin tidak mendukung penerapan GCG, seperti budaya nepotisme, favoritisme, dan kurangnya akuntabilitas.
- Kurangnya Kesadaran dan Pemahaman Karyawan tentang GCG: Karyawan mungkin tidak memiliki kesadaran dan pemahaman yang memadai tentang GCG dan perannya dalam mendukung penerapan GCG.
- Kurangnya Partisipasi dan Keterlibatan Karyawan dalam Penerapan GCG: Karyawan mungkin tidak dilibatkan secara aktif dalam proses penerapan GCG di perusahaan.
3. Ketidakjelasan Struktur dan Mekanisme GCG
- Kurangnya Struktur Organisasi yang Mendukung GCG: Struktur organisasi perusahaan mungkin tidak dirancang untuk mendukung penerapan GCG, seperti kurangnya peran dan tanggung jawab yang jelas untuk GCG.
- Kurangnya Mekanisme Pengawasan dan Pengendalian Internal: Mekanisme pengawasan dan pengendalian internal mungkin tidak memadai untuk memastikan kepatuhan terhadap GCG.
- Kurangnya Sistem Pelaporan dan Pengaduan Pelanggaran GCG: Sistem pelaporan dan pengaduan pelanggaran GCG mungkin tidak efektif dan mudah dimanipulasi.
4. Kurangnya Kapasitas dan Kompetensi
- Kurangnya Sumber Daya Manusia yang Berkompeten: Perusahaan mungkin tidak memiliki sumber daya manusia yang memadai dan kompeten untuk menerapkan GCG.
- Kurangnya Pelatihan dan Pengembangan Kapasitas GCG: Karyawan mungkin tidak mendapatkan pelatihan dan pengembangan yang memadai tentang GCG.
- Kurangnya Ketersediaan Pengetahuan dan Informasi tentang GCG: Perusahaan mungkin tidak memiliki akses yang mudah terhadap pengetahuan dan informasi tentang GCG.
5. Faktor Eksternal
- Kurangnya Regulasi dan Penegakan Hukum yang Kuat: Regulasi dan penegakan hukum terkait GCG mungkin tidak kuat dan konsisten.
- Tekanan Bisnis dan Persaingan yang Ketat: Tekanan bisnis dan persaingan yang ketat dapat mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip GCG.
- Kurangnya Dukungan dari Pemangku Kepentingan: Pemangku kepentingan, seperti investor, pemegang saham, dan masyarakat, mungkin tidak memberikan dukungan yang memadai untuk penerapan GCG.
Contoh Kasus :
Kasus penyalahgunaan jabatan oleh mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia pada tahun 2019 telah menyoroti pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Dalam kejadian tersebut, Direktur Utama menggunakan pesawat perusahaan untuk menyelundupkan motor Harley Davidson dan dua sepeda Brompton, yang melanggar tidak hanya etika tetapi juga berbagai regulasi, termasuk undang-undang kepabeanan.