Lihat ke Halaman Asli

UU No. 4 tahun 2009, Sebuah Ironi bagi Pekerja Tambang

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dengan diberlakukannyà UU No. 4 Tahun 2009, sejak 12 Januari 2014, pupus sudah harapan kami sebagai bagian dari pekerja tambang, khususnya Angkutan barang tambang bouxite di Kalimantan Barat. Meskipun ada beberapa gagasan penundaan bagi perusahaan yang mempunyai progress bangun smelter hingga tahun 2017 dan seterusnya, kini terasa tak ada harapan, semua masih dalam bahasa politik yang belum bisa diduga maknanya . Mengambang, mengapung , bertahan menjaga jangan sampai hanyut, dan terdampar seperti kapal kehabisan bbm di laut, menanti kebijaksanaan perusahaan tambang apakah lanjut atau menunggu hingga waktu yang tak pasti.

Kalau kita mau melihat kebelakang lagi, bahwa pekerjaan penambangan  Minerba ini sudah banyak dinikmati oleh segenap pengusaha pejabat daerah, pejabat pusat, termasuk masyarakat lokal dan banyak professional berbagai bidang. Semua juga tahu tindakan mengabaikan UU No. 4 tahun 2009, menguras hasil bumi kita , merugikan generasi yang akan datang, dan seterusnya, tetapi tindakan melarang eksport secara sekaligus, sama artinya mencekik mati pekerja tambang, terutama karyawan , buruh-buruh kontrak dan seterusnya.

Seharusnya fungsi monitoring bagi otoritas tambang / instansi terkait bisa mengevaluasi dan memutuskan dan merincikan secara detail, perusahaan mana saja yang  serius, yang sudah menempatkan investasinya, di monitor progressnya, eksport diberikan , diukur sesuai progress investasinya , sehingga perusahaan tambang dan komponen yang terlibat dalam lingkup kerja tambang bisa lanjutkan aktifitas produksi dan eksport secara selektif terukur tetap ber jalan hingga pabrik selesai di bangun..
Jangan lah karena kealfaan kita selama 5 tahun sejak diberlakukannyà UU tersebut, ribuan pekerja tambang jadi korban , ini sangat ironis, mengabaikan hak-hak dasar pekerja.
AF




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline