Lihat ke Halaman Asli

Indonesia dan Malaysia, Perbedaan Kualitas Pendidikan di Antara Kedua Negara

Diperbarui: 15 Desember 2022   01:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia. Dengan adanya pendidikan, manusia dapat menjadi manusia sepenuhnya yang memiliki ilmu, adab dan kepribadian yang baik. Pendidikan tidak terbatas oleh ruang dan waktu pendidikan tidak hanya berada pada ruang lingkup sekolah atau universitas saja tetapi juga pada ruang lingkup keluarga dan masyarakat. Ruang lingkup keluarga dan masyarakat bereran penting dalam pembentukan adab, karakter, skill sosial, serta kepribadian manusia. Disisi lain, ruang lingkup sekolah dan universitas ataupun pendidikan formal lainnya berperan penting dalam pembentukan kemampuan kognitif ataupun ilmu yang dimiliki.

            Selain sebuah kebutuhan, pendidikan telah menjadi bagian fundamental bagi semua negara khususnya Negara Indonesia. Bagi sebuah negara, pendidikan merupakan alat dalam membentuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), karena keberlangsungan negara tergantung dari kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki. Indonesia sendiri telah menjadikan pendidikan sebagai tujuan negara, hal itu dibuktikan dengan bunyi pada pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pada alenia empat yang berbunyi "...Mencerdaskan kehidupan bangsa.." dan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 yaitu Seluruh warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan yang sama yang diselenggarakan oleh pemerintah, baik di kota maupun di desa. Akan tetapi, dalam kenyataannya pendidikan Indonesia jauh tertinggal oleh Negara-negara lain bahkan oleh Negara tetangga dalam hal kualitasnya. Berdasarkan hasil pemeringkatan negara dengan pendidikan terbaik yang dilakukan oleh US News and World Report, BAV Group, dan Wharton School of the University of Pennsylvania pada tahun 2021, Indonesia berada di peringkat 54 dari 78 negara sedangkan Malaysia berada diperingkat 38 dari 78 negara. Sebenarnya apa yang menyebabkan Indonesia tertinggal oleh Malaysia.

            Hal pertama yang menyebabkan pendidikan Indonesia tertinggal yakni kurikulum yang sering berubah, seringkali kurikulum berubah seiring dengan pergantian pemerintahan ataupun mentri pendidikan. Para pemangku kebijakan sering kali merombak kebijakan yang telah ada tanpa memikirkan dampak untuk siswa, ambisi politik serta ingin terlihat paling hebat membuat para pemangku kebijakan menghapus kebijakan peninggalan pemimimpin masa lalu. Bahkan dalam sepuluh tahun terakhir terdapat enam kali pergantian kuikulum yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kurikulum 2013, kurikulum 2013 revisi 2014, kurikulum 2013 revisi 2017, kurikulum 2013 revisi 2019 dan Merdeka belajar. Dengan perubahan kurikulum, maka siswa dan guru harus beradaptasi dengan cara belajar dan mengajar sedangkan beradaptasi terhadap perubahan belajar membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Berbeda dengan Indonesia, Malaysia memiliki kurikulum yang lebih baku dan tidak sering melakukan perubahan.

            Kedua yaitu kesejahteraan guru dan pemerataan kualitas guru. Kesejahteraan guru merupakan hal yang penting, dengan sejahteranya guru, guru dapat berfokus terhadap pengajarannya tanpa memikirkan pekerjaan sampingan karena kekurangan penghasilan. Selain itu, dengan sejahteranya guru, guru dapat lebih semangat dan termotivasi untuk mengajar dengan baik dan telaten. Pada zaman sekarang guru bukan hanya pengabdi, tetapi guru menjadi sebuah profesi yang harus dibayar secara layak. Dapat kita bandingkan bagaimana gaji guru di Indonesia dan di Malaysia, gaji rata-rata guru di Malaysia yakni empat puluh ribu ringgit atau seratus tiga puluh juta rupiah pertahun dengan biaya hidup delapan belas ribu ringgit pertahun. Berbeda jauh dengan Indonesia diamana gaji rata-rata guru tetap berkisar tujuh puluh juta rupiah pertahun dengan biaya hidup tahunan dirata-rata enam puluh enam juta rupiah, belum lagi jika guru tersebut merupakan guru honorer yang gajinya hanya ratusan ribu rupiah perbulan, jauh dibawah gaji guru tetap.  Selain kesejahteraan guru, pemerataan guru juga menjadi PR besar pendidikan Indonesia. Guru yang tersedia terlalu banyak menumpuk di kota kota besar sedangkan pada daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) guru yang tersedia hanya sedikit. Ketidak merataan guru ini disebabkan kualitas Sumber Daya Manusia yang belum merata.

            Ketiga yaitu fasilitas pendidikan yang tidak merata. Bisa dilihat bagaimana kesenjangan fasilitas sekolah baik itu prasarana ataupun guru di perkotaan dan di pedesaan memiliki perbedaan yang jauh bahkan jika di wilayah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) sekolahpun belum tentu ada. Ruang kelas yang tidak memadai, alat pembelajaran yang seadanya, buku pembelajaran yang rusak menjadi pemandangan yang lumrah di sekolah negeri Indonesia. Kondisi ini cukup memprihatinkan dimana sebagai Negara yang besar yang telah lama merdeka dan anggaran pendidikan yang cukup besar yakni 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), akses pendidikan untuk setiap warga Negara tidak layak dan terbatas. Berbeda dengan Malaysia, meskipun memiliki kondisi geografis yang hamper sama dengan Indonesia mereka mampu memberikan akses pendidikan yang merata bagi rakyatnya. Kondisi geografi bukan lagi jadi alasan untuk tidak bisa meratanya akses pendidikan. Sudah cukup menyalahkan kondisi geografis atas kegagalan pemerataan pendidikan, evaluasi dan aksi konkret dari pemerintah dibutuhkan untuk pemerataan akeses pendidikan.

            Keempat yakni stunting yang masih banyak dialami oleh anak Indonesia. Gizi erat kaitannya dengan perkembangan anak, gizi sangat mempengaruhi kecerdasan dan IQ anak. Indonesia sendiri memiliki masalah gizi buruk yang cukup tinggi, berdasarkan data Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 27,7% dibandingkan Malaysia, angka stunting berada di 17%. Angka tersebut tergolong besar jika dibandingkan dengan Malaysia dengan penduduk terbesar ke empat di dunia. Kepekaan orang tua terhadap masalah gizi yang diterima anak menjadi salah satu faktor terbesar kekurangan gizi ditambah dengan peran sekolah yang kurang optimal dalam memberikan makanan yang bergizi. Optimalnya sekolah menyediakan makanan yang bergizi ketika makan siang, tetapi kenyataannya sekolah di Indonesia terutama sekolah negeri jarang ada yang memberikan makanan bergizi kepada siswanya bahkan pada sekolah tingkat dasar. Sekolah membiarkan siswanya untuk makan makanan sembarangan yang tidak jelas kandungan nutrisinya padahal nutrisi yang baik penting untuk perkembangan serta keberhasilan pembelajaran siswa.

Kelima yakni biaya pendidikan yang mahal. Tidak dipungkiri bahwa pendidikan di Indonesia cukup mahal terlebih jika sekolah tersebut berstatus swasta. Meskipun biaya spp sekolah Negeri ditanggung pemerintah, tapi biaya perlengkapan sekolah masih ditanggung orang tua. Biaya seragam serta buku menjadi faktor utama mahalnya sekolah, tidak sedikit anak yang akhirnya putus sekolah dikarenakan tidak bisa membeli seragam dan perlengkapan sekolah lainnya. Tidak hanya sekolah universitas juga tergolong mahal, meskipun biaya kuliah disesuaikan dengan keadaan ekonomi mahasiswa hanya masyarakat golongan menengah menuju atas dan golongan atas yang dapat merasakan pendidikan perguruan tinggi. Walaupun masyarakat diberikan keringanan dengan adanya beasiswa dari pemerintah yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK), tetapi penyaluran beasiswa tersebut seringkali tidak tepat sasaran. Banyak masyarakat yang mampu membayar biaya sekolah maupun kuliah tapi mendapatkan beasiswa KIP atau KIPK sedangkan masyarakat yang benar-benar tidak mampu tidak dapat mendapatkan beasiswa tersebut. Faktor keegoisan masyarakat mampu dan ketidaktahuan masyarakat akan beasiswa menjadi faktor utama ketidak tepat sasaran beasiswa KIP dan KIPK.

            Sebagai sebuah kebutuhan, pendidikan sudah sepantasnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Selain dapat dirasakan oleh semua masyarakat pendidikan juga harus berkualitas. Dengan pendidikan yang berlangsung sekarang ini dapat dikatakan pendidikan Indonesia jauh dari kata berkualitas, bahkan dari survei yang telah dilakukan oleh US News and World Report, BAV Group, dan Wharton School of the University of Pennsylvania pada tahun 2021, Indonesia berada di peringkat 54 dari 78 sedangkan Malaysia berada diperingkat 38 dari 78 negara.

            Hal-hal yang melatar belakangi kenapa kualitas pendidikan negara Indonesia tertinggal jauh bahkan oleh Negara Malaysia yakni yang pertama tidak konsistennya kebijakan kurikulum pendidikan Indonesia. Seringkali kurikulum berganti seiring dengan pergantian mentri ataupun kepala pemerintahan, dengan seringnya pergantian kurikulum akan berdampak negatif bagi siswa karena waktu akan banyak dihabiskan oleh beradaptasi dengan cara belajar yang baru. Kedua yakni kesejahteraan guru yang diabaikan, sebagai sebuah profesi guru sewajarnya memiliki gaji yang layak. Dengan sejahteranya guru, mereka akan berfokus untuk mengajar dan termotivasi untuk mengajar dengan lebih baik. Tidak hanya kesejahteraannya, masalah mengenai guru juga yakni pemerataannya. Guru yang tersedia kebanyakan menumpuk di pulau jawa ataupun di kota-kota besar di Indonesia, pada daerah yang masuk kedalam 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) jumlah serta kualitas guru sangat sedikit. Ketiga yakni fasilitas pendidikan yang timpang antara kota kota besar dan daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) tanpa adanya fasilitas pendidikan yang baik, pendidikan tidak akan berjalan dengan baik. Keempat yakni masalah stunting yang melanda banyak anak Indonesia membuat kualitas pendidikan Indonesia menurun. Dengan gizi yang tidak tercukupi perkembangan anak akan terhambat dan kecerdasan akan menurun. Kelima pendidikan tidak dapat terjangkau oleh semua masyarakat, biaya yang mahal menjadi alasan banyaknya anak anak yang putus pendidikan. Beasiswa bukan menjadi jalan yang mutakhir bagi permasalahan ini karena banyaknya penyelewengan dana oleh orang orang yang dianggap mampu. Kelima faktor ini merupakan beberapa dari masalah yang mengakibatkan pendidikan Negara Indonesia tertinggal oleh Negara Malaysia.

            Tindakan-tindakan nyata dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Kedewasaan serta konsistensi pemangku kebijakan dalam membuat kebijakan khususnya kurikulum merupakan hal pertama dalam memperbaiki pendidikan Indonesia. Kemudian membuat kurikulum yang baku dan dapat bertahan lama supaya pergantian ataupun revisi kurikulum tidak sering terjadi. Selanjutnya memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat, hal ini berkaitan dengan masalah gizi dan biaya pendidikan. Dengan ekonomi yang baik, masyarakat dapat memberikan makanan yang bernutrisi untuk anaknya dan hal itu dapat mengurangi kasus stunting di Indonesia. Selain itu, dengan ekonomi yang baik masyarakat dapat menyekolahkan anaknya dengan baik tanpa terkendala biaya. Ketiga yakni meningkatkan kesejahteraan guru dengan cara menaikan gaji mereka terutama bagi guru yang berstatus honorer karena dengan sejahteranya guru, mereka akan fokus terhadap siswa yang diajarnya dan menjadikan sebuah motivasi untuk mengajar lebih baik lagi. Dan yang terakhir melakukan rotasi guru ke daerah-daerah yang masih kekurangan guru sebagai solusi terhadap kurangnya guru pada daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan). Solusi-solusi ini yang menjadi salah satu jalan keluar membangun pendidikan Indonesia lebih baik lagi.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline