350 tahun dijajah bukan waktu yang singkat jika dilihat dari sudut pandang bangsa Indonesia.
Dalam kurun tiga setengah abad lebih itu, meski pada akhirnya lepas dan merdeka, membuat bangsa Indonesia memiliki ingatan sedih yang bisa saja hadir setiap waktu.
Ingatan sedih tersebut sepantasnya menjadi latar belakang bangsa yang kuat dan memiliki tingkat percaya diri di atas rata-rata, tetapi tidak alay dan lebay.
Akan lebih masuk akal jika ingatan masa suram dulu menjadi pelajaran berharga. Pondasi-pondasi bangsa Indonesia tidak perlu diragukan lagi.
Pada sisi paling bahagia dari kesedihan penjajahan masa lalu, kita perlu berterimakasih terhadap para kolonial. Mengapa?
Kolonial telah meng-“Ospek” kita begitu lama. Gratis. Saya menilai kita telah lulus dari cobaan yang menyedihkan. Jika tidak, mana mungkin Merah Putih berkibar dengan gagahnya. Dan kedaulatan sudah di genggaman.
Hari ini, kita adalah keturunan bangsa pejuang yang bukan pengecut dan bukan penjilat. Seharusnya!
Rumput Tetangga Lebih Hijau?
Tidak selamanya rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di pekarangan kita. Yang menarik, seringkali kita tidak menyadari bahwa hijau dan rumput itu tidak pernah benar-benar bersatu.
Rumput adalah sebuah materi. Sedangkan hijau adalah sifatnya. Jika yang kita iri adalah: rumput kita tidak lebih hijau dari rumput tetangga, maka itu salah.