Lihat ke Halaman Asli

Faisal Basri

TERVERIFIKASI

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Sesat Pikir Subsidi

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Subsidi bukan "barang haram". Tujuan subsidi sejatinya untuk membantu kelompok masyarakat tak mampu atau lemah. Dengan memperoleh subsidi diharapkan penerima bisa hidup atau berusaha lebih layak. Dengan kata lain tujuannya adalah pemberdayaan.

Namun, sebagian besar jenis subsidi di Indonesia salah sasaran, karena bentuknya adalah "subsidi komoditas," bukan subsidi orang. Karena yang disubsidi adalah komiditas, seluruh pembeli komoditas menikmatinya. Contoh paling ngawur adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan subsidi listrik. Subsidi BBM sudah banyak dibahas. Subsidi listrik tak kalah ngawur. Contohnya berita "Perusahaan Kelas Kakap Nikmati Subsidi Triliunan Rupiah' yang bisa diundur di http://kom.ps/AF4FyC.

Tahun 2013 subsidi listrik dianggarkan sebesar Rp 100 triliun. Pada tahun 2012 subsidi listrik yang dinikmati 61 perusahaan mencapai Rp 6,9 triliun. Belu lagi subsidi yang mengalir ke perusahaan-perusahaan terbuka (go public). Tak terkecuali pusat-pusat perbelanjaan besar yang menikmati subsidi listrik puluhan miliar rupiah sehari.

Sementara itu, hampir seluruh penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tak menikmati subsidi listrik sama sekali, karena rumah mereka pada umumnya tak berlistrik.

Subsidi komoditas atas nama rakyat miskin merupakan jargon populis yang menyesatkan. Jika dana subsidi ini dialihkan untuk membangun sarana kelistrikan sampai ke desa-desa, niscaya dalam waktu singkat seluruh penduduk Indonesia bakal menikmati aliran listrik.

Tak sulit untuk meluruskan bentuk subsidi listrik. Jangan tanggung-tanggung membantu rakyat kecil. Gratiskan saja listrik bagi pelanggan kecil di bawah 900 VA sampai jumlah penggunaan tertentu. Batas penggunaan yang tidak dikenakan biaya sama sekali bisa menggunakan rerata penggunaan. Jika penggunaan melebihi rerata, kelebihannya saja yang harus dibayar sesuai dengan tarif keekonomian. Cara ini sekaligus mendorong penghematan listrik, karena pelanggan akan berupaya keras menekan penggunaan listrik sampai batas rerata itu. "Subsidi orang" untuk kasus listrik lebih mudah karena menggunakan meteran dan pelanggan kecil juga teridentifikasi secara akurat..

Mulai tahun 2014 pemerintah akan melaksanakan BPJS kesehatan. Karena sistem jaminan kesehatan--yang merupakan salah satu komponen dari SJSN--ini berbasis iuran, maka seluruh penduduk harus membayar iuran. Bagi penduduk miskin dan nyaris miskin, iuran dibayar pemerintah. Dengan demikian subsidi ini tergolong "subsidi orang" sehingga tepat sasaran.

Sejalan dengan meningkatnya jenis "subsidi orang" maka sudah saatnya subsidi komoditi diturunkan bertahap. Pemerintah membuat target penurunan porsi subsidi komoditi secara bertahap hingga tingkat yang bisa ditoleransikan. Semoga dengan begitu jumlah penduduk miskin diharapkan turun jauh lebih cepat. Dan, tentu saja subsidi orang lebih adil.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline