Lihat ke Halaman Asli

Faisal Basri

TERVERIFIKASI

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Matematika Beras

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

beras

Berdasarkan data BPS, produksi padi tahun 2014 sebanyak 70,83 juta ton gabah kering giling (GKG), turun sebesar 0,45 juta ton (0,63%) dibandingkan tahun 2013. Program pemerintah untuk membangun bendungan, pencetakan 1 juta hektar sawah baru, dan saluran irigasi barumembutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga akan berdampak pada peningkatan produksi beras paling cepat tiga tahun ke depan. Sementara itu konsumsi beras terus mengalami peningkatan. Sejak tahun 2000 hingga 2013 Indonesia selalu mengimpor beras. Dengan rincian sebagaiman terlihat pada peraga berikut.

Berdasarkan informasi di atas, tampaknya mustahil jika impor tiba-tiba dihentikan. Jika dihentikan otomatis harga beras naik, dengan asumsi stok beras Bulog tak mengalami perubahan. Kalau memang dibutuhkan impor untuk menjaga stabilisasi harga beras, sebaiknya perencanaan impor lebih baik. Jangan mengimpor saat pasar mengetahui kita kekurangan pasokan (shortage) sehingga terjadi lonjakan harga di pasar internasional. Impor bisa dilakukan secara bertahap sehingga tidak terjadi lonjakan harga. Bulog perlu mengefektifkan pengadaan (pembelian) beras di masa panen untuk menjaga harga gabah kering giling (GKK) tidak anjlok. Masalahnya, petani bias menjual gabah dengan harga di atas harga patokan yang ditetapkan pemerintah, sehingga Bulog terkendala membeli gabah kering langsung dari petani. Muncul pertanyaan: apakah harga yang ditetapkan pemerintah terlalu rendah? Agaknya mendesak untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh. Salah satu kuncinya adalah pemutakhiran data secara berkala sehingga perencanaan operasi pasar lebih baik/lebih efektif. Kenaikan harga beras di tingkat konsumen dalam empat tahun terakhir sekitar 70%, jauh lebih tinggi ketimbang kenaikan harga gabah kering yang hanya naik sekitar 30%. Kenyataan ini menunjukkan kenaikan harga beras lebih banyak dinikmati pedagang ketimbang petani. Oleh karena itu perlu membenahi mata rantai perdagangan beras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline