Lihat ke Halaman Asli

Faisal Basri

TERVERIFIKASI

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Sesat Pikir Pengelolaan Migas (II)

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image

Produksi minyak dewasa ini tinggal sekitar separuh dari tingkat produksi puncak  tahun 1980. Sementara itu konsumsi BBM tak terbendung, naik terus dengan cepat. Pada tahun  1980 konsumsi BBM baru sekitar 400 ribu barrel per hari atau hanya seperempat dari tingkat produksi, sedangkan pada tahun 2012 konsumsi BBM naik hampir empat kali lipat dan telah mencapai 1,7 kali dari tingkat produksi. Walaupun meningkat pesat, konsumsi BBM per kapita khusus untuk kendaraan bermotor di Indonesia masih tergolong rendah. Pada tahun 2010 konsumsi BBM untuk sektor transportasi darat per kapita sebanyak 79 kg setara minyak (oil equivalent). Angka untuk Malaysia adalah 318, Singapura 175 dan Korea 164. Dengan kecepatan kenaikan rata-rata selama 30 tahun konsumsi BBM per kapita di Indonesia dalam waktu tak terlalu lama akan menembus 100 kg setara minyak. Jika kebijakan harga masih seperti sekarang, bisa dibayangkan betapa sangat besar alokasi dana APBN untuk subsidi BBM.

Image

APBN-P 2013 mengalokasikan subsidi BBM sebesar Rp 199 triliun, justru naik sebesar Rp 5,2 triliun dibandingkan APBN 2013 walaupun harga BBM bersubsidi sudah dinaikkan. Sejak tahun anggaran 2012, subsidi BBM sudah lebih besar dari penerimaan pemerintah dari bagi hasil minyak dan pajak atas laba perusahaan minyak. Berarti, seluruh penerimaan pemerintah dari minyak sekalipun--yang notabene sebagian merupakan hak generasi mendatang-- tak bisa lagi menutup subsidi BBM yang seluruhnya dinikmati generasi sekarang. Dengan perkataan lain, generasi sekarang telah "merampok" sebagian hak generasi mendatang.

Image

Karena subsidi BBM terus melonjak, tentu saja mengakibatkan belanja APBN ikut melonjak, sedangkan penerimaan dari pajak justru menurun pada APBN-P 2013 dibandingkan dengan APBN2 2013. Akibarnya defisit APBN membengkak dari Rp 153 triliun pada APBN 2013 menjadi Rp 224 triliun pada APBN-P 2013. Mengingat defisit ditutup dengan utang, maka bertambahlah utang baru. Utang ini niscaya mnambah beban generasi mendatang yang harus melunasinya. Jadi ada dua "kejahatan" yang dilakukan generasi sekarang terhadap generasi mendatang, yaitu: (1) menguras habis-habisan minyak bumi yang tak terbarukan yang sebagiannya merupakan hak generasi mendatang; dan (2) menambah beban utang generasi mendatang demi memuaskan syahwat konsumsi BBM yang terus naik. Kita perlu belajar dari Timor Leste. Negeri tetangga kita yang masih amat muda ini tak menghabiskan hasil penjualan minyaknya, melainkan disimpan dalam bentuk petroleum fund di escrow account yang dikelola bank sentralnya. Hasil atau imbalan yang diperoleh dari pengelolaan dana inilah yang boleh dipakai oleh pemerintah. Dana yang sudah terkumpul berdasarkan data terbaru yang penulis dapatkan adalah sebesar 11 miliar dollar AS. Ini landasan berpikir dari petroleum fund di Timor Leste: "The intention of the law is that the Petroleum Fund shall contribute to the wise management of the petroleum resources for the benefit of both current and future generations. The Petroleum Fund is a tool that contributes to sound fiscal policy, where appropriate consideration and weight is given to the long-term interests of Timor-Leste’s citizens." Sekali lagi, di Indonesia boro-boro disisihkan sebagian untuk generasi mendatang, melainkan dihabiskan seluruhnya dan itu pun masih kurang. Berikut adalah senarai negara yang memiliki sovereign wealth fund (SWF) dari migas.

swf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline