Impor beras dari Vietnam bikin heboh. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan selama Januari-November 2013 Indonesia mengimpor beras sebanyak 156.386 ton (http://de.tk/VBdKIa). Beras Vietnam yang ditemukan di pasar induk Cipinang serupa bentuk dan rasa dengan beras lokal yang seharusnya hanya boleh diimpor oleh Perum Bulog.
Padahal pemerintah sudah kadung sesumbar tahun 2013 tidak ada beras impor. Stok beras yang dikelola Bulog cukup dan harga stabil.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menyatakan total impor beras selama 2013 hanya 16.900 ton. "Ia mengakui, Indonesia mengimpor beras di 2013. Tetapi hanya ada 2 jenis beras yang diimpor, yaitu Basmati asal India dan Japonica asal Jepang, sedangkan beras medium tidak. Jumlah total yang diimpor kedua jenis beras itu sebanyak 16.900 ton." (http://de.tk/VBhx1S).
Pada kesempatan lain, Dirjen mengatakan:"Kelihatannya nggak, kan modus-modus itu banyak ya, jadi nggak bisa dipastikan," ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan Jalan Ridwan Rais Jakarta Pusat, Senin (27/01/2014). (http://de.tk/VnWdy8).
Sebaliknya, Wakil Menteri Perdagangan memastikan beras asal Vietnam yang beredar di pasar Cipinang adalah ilegal. Ini kata Wamen: "Yang legal adalah jenis beras khusus. Di luar itu ilegal," ungkap Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi kepada detikFinance, Senin (27/01/2014). (http://de.tk/VlF5FG). menko Prekonomian Hatta Rajasa menyatakan hal yang sama.
Sumber berita yang sama memaparkan versi Ditjen Bea Cukai dan pedagangan beras di pasar induk Cipinang: "Sebelumnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merilis impor beras dengan pos tarif atau HS 1006.30.99.00 asal Vietnam sebagaimana diprotes oleh pedagang beras Pasar Induk Cipinang Jakarta Timur Billy Haryanto, benar-benar ada kegiatan importasinya." Jadi, beras itu masuk secara legal didukung oleh perizinan dari Kemendag, masuk lewat pelabuhan Tanjung Priok dan Belawan.
Penjelasan Dirjen Perdagangan Luar Negeri terkesan mencla-mencle dan kurang logis. Bayangkan, beras impor hanya sebanyak 16.900 ton, tetapi izin impor diberikan kepada 164 importir/pedagang. Kalau dirata-ratakan, setiap pemegang lisensi hanya mengimpor 103 ton. Ini betul-betul obral lisensi. Kalau benar yang dikemukakan Ditjen bea dan Cukai, importer-importer itu jauh lebih banyak merealisasikan impornya. kalau cuma 103 ton untuk beberapa kali importasi, rasanya laba yang didapat tidak menggiurkan.
Tidak sekali ini saja Kemendag berulah. Bahkan, untuk kasus impr bawang putih, Menteri Perdagangan ditetapkan sebagai terlapor oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kasus dugaan "kartel" bawang putih sedang dalam proses persidangan di KPPU.
Berbeda dengan kasus bawang putih yang produksi dalam negerinya tidak sampai 10 persen, impor beras yang dilakukan secara tak patut niscaya memukul jutaan petani local karena harga jual beras Vietnam lebih murah sekitar Rp 500 - Rp 700 per kilogram.
Teramat mudah menelusuri keganjilan impor beras dari Vietnam ini. Teliti saja dari dokumen impor resmi, dengan mudah diketahui siapa saja yang mengimpor. Besok pun kita bias thu siapa yang berbohong.
Menteri Perdagangan dan Presiden jangan diam membisu!!!