Lihat ke Halaman Asli

Faisal Basri

TERVERIFIKASI

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Infrastruktur Tertatih Menyongsong MEA 2015

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Peranan sektor industri manufaktur dalam produk domestik bruto terus menurun, dari titik tertinggi 29 persen tahun 2001 menjadi hanya 23,7 persen tahun 2013. Transaksi perdagangan produk manufaktur sudah mengalami defisit sejak 2008 dan terus memburuk dengan cepat hingga 2014.

Hanya dalam waktu empat tahun, defisit perdagangan manufaktur naik lebih dari dua kali lipat, dari 24,4 miliar dollar AS tahun 2008 menjadi 51,4 miliar dollar AS pada 2012.

Dibandingkan dengan sektor penghasil barang lainnya, industri manufaktur paling sensitif terhadap ketersediaan berbagai jenis infrastruktur fisik, terutama listrik, jalan, dan pelabuhan.

Negara-negara yang industrinya lebih maju dibandingkan Indonesia pada umumnya ditopang ketersediaan listrik yang jauh lebih baik.

Pada tahun 2011, konsumsi listrik per kapita di Malaysia dan Thailand masing-masing 4.246 kWh dan 2.316 kWh, sedangkan Indonesia hanya 680 kWh. Indonesia juga jauh tertinggal dibandingkan dengan China (3.298 kWh), bahkan dengan Vietnam sekalipun (1.073 kWh). Dengan India juga kalah (684 kWh). Di ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Laos, Myanmar, Kamboja, dan Filipina.

Pemadaman bergilir

Belakangan ini penyakit pemadaman listrik bergilir kembali kambuh. Di beberapa provinsi bahkan sudah bertahun-tahun, sudah sangat akut. Padahal, Indonesia dikaruniai  sumber energi primer yang cukup melimpah, beragam, dan relatif murah, seperti batubara, gas alam, dan panas bumi.

Ratusan gunung berapi di Indonesia cuma diratapi sebagai sumber bencana, gagal dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik tenaga panas bumi. Padahal, sekitar 40 persen cadangan panas bumi dunia berada di Indonesia.

Namun, dari potensi sekitar 28.000 megawatt itu, yang termanfaatkan baru sekitar 4 persen. Belum lagi potensi listrik tenaga air dan mikrohidro yang bertaburan tak terkelola, sehingga justru semakin banyak menimbulkan bencana banjir.

Lebih ironis lagi, kebanyakan daerah yang minim pasokan listrik dan kerap mengalami pemadaman adalah daerah pemasok energi primer. Daerah itu terus memasok energi primer dan bahan baku bagi industri dan rakyat di Jawa. Industri tak kunjung berkembang di lumbung energi.

Industri yang sudah ada pun bertumbangan, seperti industri sarung tangan karet di Sumatera Utara. Rencana pembangunan kawasan industri di luar Jawa tersendat-sendat. Selain keterbatasan pasokan listrik, pelabuhan juga tidak memadai. Pengusaha harus membangun pembangkit listrik, jalan, dan pelabuhan sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline